Indonesia melihat pentingnya diversifikasi sumber listrik untuk ketahanan dan kemandirian energi nasional
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas mendukung adanya diversifikasi sumber listrik untuk ketahanan dan kemandirian energi nasional di masa depan dengan mengedepankan energi terbarukan.

"Indonesia melihat pentingnya diversifikasi sumber listrik untuk ketahanan dan kemandirian energi nasional. Pemenuhan kebutuhan listrik akan diarahkan dari listrik terbarukan yang juga banyak tersedia di berbagai daerah di Indonesia," kata Direktur Ketenagalistrikan, Telekomunikasi dan Informatika, Kementerian PPN/Bappenas Rachmat Mardiana dalam pernyataan di Jakarta, Rabu.

Rachmat mengungkapkan hal tersebut dalam diskusi daring "Peran Sektor Batubara dalam Menghadapi Tantangan Transisi Energi di Indonesia" yang diselenggarakan Kementerian PPN/Bappenas bersama Clean Affordable and Secure Energy (CASE) Indonesia, Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) dan Institute for Essential Services Reform (IESR).

Ia memastikan peran pembangkit batu bara nantinya secara terus menerus akan dikurangi, meski hal tersebut bukan merupakan upaya yang mudah karena harus mempertimbangkan beberapa aspek penting.

"Implementasi kebijakan tersebut membutuhkan upaya yang menyeluruh, bersinergi dan berkesinambungan. Aspek teknis, finansial, dan juga sosial, termasuk munculnya dukungan dari seluruh pemangku kepentingan, perlu dipersiapkan," katanya.

Selain itu, upaya transisi energi itu bisa membutuhkan waktu yang panjang mengingat sebanyak 50,3 persen dari listrik di Indonesia dihasilkan melalui Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara.

Selain sebagai sumber energi listrik, batu bara juga merupakan komoditas ekspor yang berkontribusi pada Penerimaan Negara Bukan Pajak dan memberikan dampak positif pada neraca dagang Indonesia.

Pada 2019, International Energy Agency menempatkan Indonesia sebagai eksportir batu bara terbesar di dunia dengan jumlah ekspor sebesar 455 metrik ton dan valuasi sebesar 34 miliar dolar AS, jika asumsi per ton senilai 75 dolar AS.

Fakta ini menjadi tantangan bagi Indonesia untuk menemukan strategi dekarbonisasi bidang berbasis energi, khususnya di sektor ketenagalistrikan, sekaligus menjaga kualitas pertumbuhan ekonomi.

"Proses transisi juga perlu dipastikan melalui proses perencanaan pembangunan baik jangka panjang, menengah, maupun tahunan," kata Rachmat.

Baca juga: Kementerian ESDM inisiasi perdagangan karbon untuk kurangi emisi
Baca juga: Kemenkeu: PLTU berbasis batu bara pensiun dini mulai 2030
Baca juga: Indonesia tidak lagi menerima usulan proyek baru pembangunan PLTU

Pewarta: Satyagraha
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021