Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi I DPR RI (bidang Informasi dan Komunikasi) dari Fraksi Partai Golkar, Fayakhun Andriadi, mendesak kepolisian agar menindak tegas anggotanya yang terlibat atau menjadi pelaku kekerasan atas wartawan di beberapa daerah.

Ia mengatakan itu kepada ANTARA di Jakarta, Kamis, menanggapi aksi kekerasan dua hari beruntun di Mamuju, Sulawesi Barat (Sulbar) dan di Jayapura, Papua yang diduga melibatkan aparat kepolisian.

"Dua kasus itu harus diusut tuntas. Sebab, atas nama apa pun, tak boleh ada kekerasan terhadap para jurnalis yang tengah menjalankan profesinya. Ini bertentangan dengan komitmen nasional dalam hal penegakan kebebasan pers," katanya.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sulawesi Barat (Sulbar), menyesalkan aksi anarkis yang dilakukan oknum polisi.

Korbannya diketahui seorang wartawan `Koran Publik`, bernama Awaluddin DP.

Dia dipukul saat sedang meliput balap motor di depan Kantor Gubernur Sulbar di Mamuju, Rabu (2/3).

Kekerasan yang dilakukan oknum polisi BM, personel Samapta Polres Mamuju, ini mengakibatkan korban mengalami luka memar di tangan, lalu telepon genggam dan kartu persnya rusak.

Korban sendiri mengaku dipukul menggunakan rotan, panjangnya setengah meter, yang kemudian ditangkisnya dengan tangan, sehingga mengenai telepon genggam serta kartu pers.

Sementara itu dari Jayapura dilaporkan, terjadi pula penikaman terhadap wartawan bernama Banjir Ambarita di sekitar Kantor Distrik Jayapura Selatan, Kamis (3/3) pagi.

Kini korban dirawat intensif di sebuah rumah sakit di sana, karena menderita luka-luka serius.

Si wartawan beberapa hari terakhir dilaporkan sering membuat berita tentang kasus oral seks dan pelecehan seksual oleh oknum Polri di Lembaga Pemayarakatan di sana.


Stop Kekerasan

Fayakhun Andriadi menegaskan, perilaku kekerasan terhadap para wartawan dan pekerja pers umumnya merupakan pelanggaran berat.

"Karena menyangkut dengan upaya membatasi kebebasan seseorang berprofesi, apalagi terkait dengan tugas jurnalistiknya yang berkaitan dengan upaya pengumpulan dan penyebaran informasi bagi publik, yang dijamin oleh undang-undang," katanya.

Ia sangat menyesalkan aksi anarkis yang dilakukan oknum polisi di Sulbar, juga penganiayaan cukup sadis kepada wartawan di Papua.

"Apalagi jika terbukti oknum Polri terlibat aksi kekerasan terhadap wartawan yang sedang menjalankan tugas jurnalistiknya. Ini sangat tidak bisa dibenarkan," ujarnya.

Aksi anarkis apalagi dilakukan oleh oknum polisi terhadap jurnalis saat bekerja di lapangan, katanya, merupakan bentuk kriminalisasi terhadap pers. (*)

(T.M036/H-KWR)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011