Surabaya (ANTARA) - Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur, memberikan insentif bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) hingga 50 persen untuk mengurangi beban masyarakat saat pandemi.

"Pemberian insentif BPHTB ini bertujuan merelaksasi beban masyarakat untuk pemulihan ekonomi di tengah pandemi COVID-19," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Pajak Daerah (BPKPD) Kota Surabaya Rachmad Basari di Surabaya, Jatim, Kamis.

Menurut dia, pemberian insentif BPHTB itu tertuang dalam Peraturan Wali Kota Nomor 102 Tahun 2021 tentang insentif Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Insentif ini berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2021.

"Dalam rangka (pemberian insentif) itu pemkot memberikan percepatan pelayanan perizinan dan insentif fiskal berupa pengurangan, peringanan dan atau pembebasan sanksi administrasi BPHTB," kata Basari.

Basari menambahkan pemberian insentif ini diberikan kepada wajib pajak orang pribadi dan badan untuk setiap perolehan hak atas tanah dan bangunan yang melakukan peralihan hak mendapatkan insentif BPHTB.

Insentif besaran perolehan BPHTB ini, dibagi menjadi tiga periode waktu. Pertama berlaku 26 Oktober-10 November 2021, mendapat pengurangan nilai perolehan objek pajak (NPOP) sebesar 50 persen.

Kemudian, berlangsung 11 November-5 Desember 2021, dengan NPOP sampai dengan Rp1 miliar diberikan pengurangan 50 persen, NPOP Rp1-2 miliar diberikan pengurangan 25 persen, dan NPOP lebih besar dari Rp2 miliar diberikan insentif 10 persen.

Selanjutnya, periode ketiga yaitu 6-31 Desember 2021, dengan ketentuan NPOP sampai dengan Rp1 miliar diberi pengurangan 50 persen, NPOP Rp1-2 miliar memperoleh 15 persen, dan NPOP lebih besar dari Rp2 miliar diberi insentif 5 persen.

Basari melanjutkan pemberian insentif ini diberikan kepada masing-masing pembelian/pengalihan tanah atau untuk setiap kali pembelian tanah.

Perwali ini tidak mengesampingkan peraturan tentang pajak daerah.

"Pemberian insentif ini tetap berpedoman pada ketentuan yang berlaku yakni nilai NPOP atas pengurangan apabila lebih rendah atau kecil daripada NJOP, maka yang digunakan adalah NJOP PBB," ujarnya.

Basari juga mengatakan ada pula penghapusan sanksi administrasi BPHTB akibat keterlambatan dałam melakukan pembayaran angsuran pokok BPHTB dan keringanan.

Menurutnya, penghapusan sanksi administrasi ini terhadap keterlambatan pembayaran angsuran pokok BPHTB tidak berlaku surut, juga tidak dapat direstitusi ataupun kompensasi.

Basari juga menjelaskan soal pengajuan permohonan keringanan pajak. Dalam aturan perwali ini masyarakat tidak dapat mengajukan pembetulan, pengurangan dan atau keberatan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Selanjutnya, jika permohonan BPHTB yang telah divalidasi dan memperoleh keputusan pengurangan pokok BPHTB sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, baik yang telah ataupun belum dibayarkan sebelum berlakunya perwali ini, tidak dapat diberikan pengurangan BPHTB.

Sedangkan, bagi wajib pajak yang telah memperoleh keputusan pemberian keringanan BPHTB berupa pembayaran secara angsuran dan belum diterbitkan surat paksa sebelum diberlakukannya perwali ini, maka tidak dapat diberikan pengurangan.

ia berharap masyarakat dapat memanfaatkan kebijakan fiskal berupa insentif pajak sanksi administrasi ini karena aturan ini hanya berlaku dari 26 Oktober sampai 31 Desember 2021.

"Semoga dengan adanya perwali ini dapat meringankan beban masyarakat, menggerakkan perekonomian. Bila kurang jelas dapat menghubungi kantor BPKPD Surabaya atau UPTB terdekat," katanya.

Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2021