Revisi perwako tidak mengubah atau menghentikan penghasilan wali kota dari TPP tersebut.
Tanjungpinang (ANTARA) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau melanjutkan penggunaan hak angket setelah sempat mengajukan hak interpelasi terkait tunjangan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP).

Wakil Ketua DPRD Tanjungpinang Novaliandri Fathir, di Tanjungpinang, Minggu, mengatakan 6 dari 7 fraksi setuju menggunakan hak angket dalam menangani kasus itu. Fraksi yang belum mendukung penggunaan hak angket itu yakni NasDem, karena para anggota legislatif dari fraksi melakukan bimbingan teknis ke luar daerah.

"Penggunaan hak interpelasi itu hingga hak angket, dan bahkan hak penyampaian pendapat itu sesuai dengan konstitusi dan Pasal 79 UU Nomor 17/2014. Hak itu bukan tiba-tiba dipergunakan, melainkan ada jalan ceritanya," ujarnya pula.

Fathir mengemukakan pengajuan hak interpelasi pada pertengahan tahun 2020 berawal dari laporan Kadis Perhubungan dan Sekretaris DPRD terkait kesenjangan nilai TPP yang diterima PNS. Berdasarkan laporan itu, TPP yang diberikan kepada pejabat eselon III atau setingkat kepala bidang ternyata lebih besar dibanding eselon II atau kepala dinas.

Pemberian TPP itu sesuai dengan Peraturan Wali Kota Tanjungpinang Nomor 56/2019, yang direalisasikan pada Agustus 2020, dan sudah direvisi setelah muncul protes. Namun yang menarik dari peraturan itu, Wali Kota Tanjungpinang mendapatkan TPP itu, padahal kepala daerah itu bukanlah PNS, melainkan pembina PNS sehingga tidak berhak memperolehnya.

Tahun 2020, Rahma saat masih menjabat sebagai Plt Wali Kota Tanjungpinang menerima pendapatan dari TPP, dan kemudian dilanjutkan pada tahun 2021 atau setelah menjabat sebagai wali kota definitif. TPP yang diterima Rahma dari tahun 2020-2021 mencapai Rp3,9 miliar.

Dari kondisi itu tergambar bahwa tidak terjadi perbaikan kebijakan, meskipun DPRD Tanjungpinang pada tahun 2020 sudah mengajukan hak interpelasi setelah melakukan beberapa kali rapat dengar pendapat.

"Revisi perwako tidak mengubah atau menghentikan penghasilan wali kota dari TPP tersebut, melainkan terus berlanjut hingga akhirnya kami lanjutkan rapat paripurna mendengar jawaban wali kota terkait hak interpelasi di DPRD Tanjungpinang dua hari lalu," ujarnya lagi.

Wali Kota Tanjungpinang Rahma tidak menghadiri undangan rapat paripurna itu. Namun ia melayangkan surat jawaban. Namun, nomor surat tersebut ditulis dengan tangan yakni 910/1350/4.4.01/2021 tentang Tindak Lanjut Undangan DPRD Tanjungpinang. Tanggal pada surat itu juga ditulis dengan tangan yakni 29 Oktober 2021.

Dalam surat itu, Rahma menegaskan empat poin yakni sesuai dengan register penomoran Peraturan Wali Kota Tanjungpinang Nomor 56/2021 belum pernah diterbitkan tentang pengaturan apa pun oleh Wali Kota Tanjungpinang.

Kedua, hak interpelasi berdasarkan Perwako Nomor 56/2019 sudah dilaksanakan pada 13 Mei 2020. Ketiga, Plt Wali Kota Tanjungpinang sudah menyampaikan jawaban atas kesenjangan TPP pada 20 Mei 2020.

Keempat, pandangan fraksi-fraksi terhadap jawaban itu belum pernah disampaikan kepada wali kota sampai sekarang. Dengan demikian tidak perlu lagi dilakukan hak interpelasi terhadap wali kota terkait Perwako Nomor 56/2021.

Rahma yang dikonfirmasi terkait persoalan itu, belum menjawabnya. Pesan singkat tentang permasalahan itu yang disampaikan melalui WA, belum ditanggapi. Beberapa kali sejumlah wartawan mempertanyakan hal itu kepada dirinya, Rahma tetap belum menanggapinya.

Terkait hal itu, Fathir menyayangkannya. Seharusnya, Rahma mengklarifikasi permasalahan itu kepada DPRD Tanjungpinang, jangan terkesan bersembunyi.

"Coba lihat surat itu, banyak yang keliru, contohnya Perwako Nomor 56/2019, ditulis berulang kali menjadi Perwako Nomor 56/2021. Kami sama sekali tidak tahu kalau ada Perwako Nomor 56/2021," katanya lagi.

Fathir menegaskan bahwa DPRD Tanjungpinang sudah berkoordinasi dengan kementerian terkait membahas soal kasus TPP tersebut. DPRD Tanjungpinang meminta pendapat hukum dan lainnya sebelum mengajukan hak angket.

"Kami tegaskan bahwa pemerintahan tetap harus berjalan normal. Prinsip penggunaan hak legislatif, bahkan memungkinkan hingga ke pemakzulan wali kota, untuk kepentingan publik," katanya.

Dua pekan lalu, Jaringan Pengawas Kebijakan Pemerintah (JPKP) Kota Tanjungpinang melaporkan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tanjungpinang ke Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kejati Kepri) atas dugaan tindak pidana korupsi. Laporan itu terkait TPP, dengan nama lainnya, yang diduga dinikmati Wali Kota Rahma.

Ketua JPKP Kota Tanjungpinang, Adiya Prama Rivaldi menduga laporan yang ia buat lantaran pihaknya mencium adanya aroma penyalahgunaan anggaran pada TPP Pemerintah Kota Tanjungpinang.

"Kami minta kejati menelusuri dugaan penyalahgunaan anggaran oleh Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tanjungpinang pada anggaran TPP," ujarnya di Kejati Kepri.

Adi menilai, terdapat kejanggalan pada Peraturan Wali Kota (Perwako) Nomor 56 tahun 2019 tentang Pembayaran TPP Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Perwako yang belum bernomor tahun 2021 tentang tata cara pembayaran TPP ASN.

Dalam perwako tersebut, Wali Kota dan Wakil Wali Kota turut menikmati anggaran TPP. Padahal dalam Undang-Undang ASN Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, profesi bagi Pegawai Negeri Sipil adalah pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah.

Pada Pasal 122 di undang-undang yang sama, disebutkan bahwa wali kota dan wakil wali kota merupakan pejabat negara.

Berdasarkan hal itu, Adi menganggap wali kota dan wakil wali kota bukan merupakan ASN, dan tidak layak untuk mendapatkan anggaran tersebut.

Adi menambahkan, dugaan penyalahgunaan anggaran TPP itu terjadi pada anggaran tahun 2020 dan 2021 dengan nominal mencapai Rp3,9 miliar.

"Anggaran tahun 2020 kisaran Rp1 miliar lebih, dan 2021 Rp2 miliar lebih," katanya lagi.
Baca juga: DPRD Tanjungpinang menolak rancangan KUA-PPAS APBD Perubahan 2021
Baca juga: Anggota DPRD Tanjungpinang yang baru diminta kurangi studi banding

Pewarta: Nikolas Panama
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021