Jakarta (ANTARA News) - Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta menjalin kerja sama pelatihan dengan "King Faisal Specialist Hospital and Research Centre" (KFSHRC).

"Pelatihan ini adalah bentuk kerja sama antar-rumah sakit," kata Kepala Program Pengajaran Operasi Kardio RSJPD Harapan Kita dr Tarmizi Hakim di Jakarta pada Kamis, yang didampingi Dirut RSJPD Harapan Kita Dr Anwar Santoso, SpJP dan ahli bedah jantung dari KFSHRC Dr Zohair Alhalees.

Rencananya dokter-dokter Indonesia akan belajar di Riyadh, Arab Saudi, selama enam bulan, untuk berlatih metode "Ross Procedure" dengan Homograft dari para staf senior di KFSHRC.

"Kami belum menentukan waktu untuk memulai progam dan jangka waktu kerja samanya, tapi semoga sesegera mungkin," kata Dr Zohair Alhalees, dokter senior ahli jantung bidang Ross Procedure dengan Homograft sekaligus utusan dari KFSHRC.

Dr Zohair berada di Indonesia pada 7-10 Maret dan melakukan operasi atas lima anak dengan penyakit jantung berat menggunakan metode Ross Procedure dengan Homograft.

Metode tersebut adalah operasi jantung atas pasien yang katub aortanya tersumbat. Katub itu digantikan oleh katub pulmonal milik pasien itu sendiri sementara katub pulmonal miliknya digantikan oleh "homograft" yaitu kumpulan jaringan yang diambil dari orang yang sudah meninggal.

"Metode ini sangat aman dan jarang tubuh pasien menolak jaringan yang diberikan," kata Dr Zohair yang melakukan operasi pertama kali menggunakan metode itu di Indonesia.

Dr Zohair menilai bahwa fasilitas rumah sakit di Indonesia sudah baik namun yang diperlukan adalah lebih banyak pusat kesehatan.

"Fasilitas di Indonesia yang saya lihat jauh lebih baik dibanding yang saya bayangkan sebelumnya, namun masalahnya hanya sedikit pusat kesehatan padahal penduduk Indonesia banyak dan tersebar sehingga tidak semua dapat memperoleh akses untuk operasi," ujarnya.

Ia berharap kerja sama yang dilakukan oleh RSJPD dengan KFSHRC selanjutnya dapat menjangkau lebih banyak wilayah Indonesia namun untuk melakukannya ia memperkirakan butuh waktu 10-15 tahun.

"Yang anda perlukan adalah membuat pusat medis dengan teknologi tinggi di satu wilayah untuk mengobati penyakit-penyakit sulit dengan teknologi dan dokter-dokter yang dimiliki," katanya.

Dr Tarmizi mengatakan kerja sama tersebut merupakan kesempatan bagi dokter-dokter muda untuk lebih memahami teknologi dari Arab Saudi dan kemudian menyebarkannya ke berbagai wilayah di Indonesia, walau hal tersebut memang membutuhkan waktu.

"Indonesia dengan populasi 240 juta orang sebenarnya juga memiliki potensi untuk memperoleh donor organ atau donor jaringan namun perlu tempat penyimpanan khusus, organ tersebut bahkan bisa diekspor untuk tujuan kemanusiaan," ujar dr Tarmizi.

Dr Zohair menyebutkan bahwa dewan tertinggi di Arab Saudi menyetujui donor organ dan donor jaringan bagi kepentingan kemanusiaan.(*)

(T.KR-DLN/N002)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011