Kita tak boleh jatuh seandainya ingin menjadi tim besar
Jakarta (ANTARA) - Bercatatan hampir sama dengan juara bertahan Manchester City, West Ham menjadi salah satu tim Liga Inggris terseksi untuk dicermati.

Meskipun tak begitu banyak berbelanja pada bursa transfer lalu dengan hanya mengeluarkan 74,5 juta euro, jauh lebih rendah dibandingkan dengan Arsenal, duo Manchester, dan Chelsea yang mengeluarkan minimal 120 juta euro, West Ham yang musim lalu finis urutan keenam tampil mengesankan sejauh ini.

Pelatih David Moyes jelas menjadi otak di balik sukses ini. Namun pemain-pemain berkarakter yang bermain dalam atmosfer kolektivitas tinggi adalah juga faktor besar di balik perjalanan mengesankan The Hammers ini.

Baca juga: West Ham tajamkan rekor tandang setelah hantam Aston Villa

Dalam klub ini juga ada segelintir pemain istimewa yang sejak tahun-tahun lalu sudah menjadi perhatian banyak orang. Dan di antara yang paling menonjol adalah Declan Rice.

Gelandang ini bukan hanya bagian instrumental dalam sistem permainan West Ham, namun juga bagian vital dalam sukses timnas Inggris mencapai final pertama pada turnamen besarnya dalam kurun 55 tahun terakhir sewaktu Euro 2020 empat bulan lalu.

Rice juga konstan dibidik tim-tim besar seperti Manchester United yang kelimpungan mempermak titik lemah skuadnya di lapangan tengah.

Sorotan terhadap Rice semakin kencang setelah gelandang bertahan ini tampil inspiratif saat West Ham menggasak 4-1 Aston Villa dalam pertandingan liga Minggu malam kemarin.

Dia tak hanya menjadi jangkar di tengah, tetapi tampil cemerlang dengan turut memasukkan sebuah gol.

Dalam usia 22 tahun 290 hari, Rice menjadi pemain Liga Inggris termuda yang mencetak gol dan sekaligus assist.

Dia bahkan sudah dianggap sebagai gelandang paling komplit di Liga Inggris saat ini.

Bayangkan, sampai 10 pertandingan pertama Liga Inggris, Declan Rice menjadi satu-satunya pemain Liga Premier musim ini yang sukses membuat 10 sapuan, berhasil dalam 10 tekel, 10 kali berhasil mencegat operan lawan, 10 kali memenangi duel bola atas, 10 kali menciptakan peluang, 10 kali sukses menggiring bola melewati lawan (take on), dan 10 kali menyentuh bola di kotak penalti lawan.

"Dia adalah gelandang serba bisa terbaik di Liga Premier," kata analis senior sepak bola Inggris John Giles yang pada akhir 1950-an dan awal 1960-an pernah membela Man United.

Dibandingkan dengan gelandang Manchester City Kevin de Bruyne misalnya, Rice lebih baik, dalam hal bagaimana mengendalikan tempo permainan, yang di antaranya terlihat dalam dua laga terakhir West Ham; melawan City dalam Piala Liga dan menghadapi Villa dalam pertandingan liga.

"Dia bertahan dengan baik, menyerang dengan baik, mengolah bola dengan baik," sambung John Giles.

Manajer David Moyes setali tiga uang. "Bisa dibilang dia adalah salah satu pemain tengah muda terbaik di Eropa, kalau bukan yang terbaik."

Baca juga: Manchester United targetkan transfer Declan Rice musim panas mendatang


Konsisten

Rice konsisten tampil baik, bahkan dari waktu ke waktu meningkatkan kualitas permainannya dan kematangannya dalam membaca permainan untuk kemudian mengatur tempo pertandingan.

Itu karena dia pembelajar yang baik dan berada di lapangan untuk semakin baik dari satu pertandingan ke pertandingan lainnya, dari turnamen ke turnamen.

Dan itu sudah diketahui lama oleh pelatih West Ham sebelumnya, Manuel Pellegrini.

"Dia terus berkembang dalam setiap pertandingan yang dia mainkan karena dia berkembang dalam setiap sesi latihan. Dia selalu berusaha belajar, dia selalu berusaha meningkat, dia selalu mendengar," kata Pellegrini.

Tetapi sekalipun dibesarkan oleh West Ham United, Rice bukanlah produk klub ini.

Dia juga justru jebolan akademi muda Chelsea yang dia masuki sejak usia tujuh tahun dan dia tinggalkan saat usia 14 tahun sampai terkenal di West Ham.

Wajar jika Chelsea kini juga membidiknya sehingga pada bursa transfer nanti bukan hanya duo Manchester yang bakal memburu pemain ini.

Wakil kapten West Ham ini juga pernah menjadi rebutan timnas Republik Irlandia dan Inggris.

Pernah bermain bersama timnas U16 Irlandia karena membawa darah Irlandia dari kakek neneknya, Rice tiga kali memperkuat timnas senior Irlandia pada 2018.

Inggris kemudian berhasil meyakinkan Rice agar membela Three Lions sampai melakukan debut kala melawan Republik Ceko pada 2019 hingga menjadi bagian penting saat Inggris bertualang dalam Euro 2020.

Lama menempati posisi bek tengah selama karir juniornya, Rice kemudian dipasang sebagai gelandang bertahan dalam tim utama West Ham namun sebagai pemain cadangan.

Manajer West Ham saat itu, Slaven Bilic, sudah melihat potensinya. Bilic ingin mempercepat Rice masuk tim inti, tapi karena alasan taktis bek tengah jarang bisa diganti, maka Bilic memasang Rice di lini tengah.

Debut bermain penuhnya terjadi pada Agustus 2017. Setelah menyelesaikan musim 2017-2018 di mana gonta ganti menjadi stater dan cadangan, Rice akhirnya tak tergantikan sebagai pemain inti sejak awal musim 2018-2019.

Baca juga: MU akan rekrut Declan Rice musim depan


Efisien

Pada 2019 dia dinobatkan sebagai Pemain Muda Terbaik Liga Inggris. Kini, Rice menjadi gelandang bertahan tak tergantikan dalam skuad The Hammers dan Three Lions.

Ini karena Rice menjadi gelandang yang menciptakan keseimbangan baik untuk West Ham maupun Inggris. Dia tahu kapan mesti turut melancarkan serangan, tapi juga pandai membaca potensi bahaya dari serangan lawan.

Dia piawai dalam mencari dan mendapatkan ruang yang tepat untuk memposisikan dirinya dengan tepat pula. Tidak itu saja, kemampuannya dalam membaca permainan sungguh mengesankan, padahal usianya masih terbilang amat muda.

Namun, seperti saat menggebuk Aston Villa, dia bukan gelandang yang boros bermanuver, sebaliknya bergerak sangat efisien.

Begitu berada pada posisi alaminya, dia lebih suka memberikan bola kepada pemain yang lebih kreatif atau mempertahankan bola selama mungkin dengan cara mengumpannya ke belakang atau ke samping.

Dia tak begitu suka bertualang. Tapi manajer-manajer menyukai konsistensi dia dan kecerdasannya dalam menciptakan keseimbangan pada tim.

Selain dominan dalam duel bola-bola atas, dia juga agresif dalam merebut bola. Tapi dia melakukannya dengan cerdas sehingga jarang melakukan pelanggaran yang tidak perlu. Ini karena menit bermain yang tinggi yang bahkan jarang sekali diganti yang membuatnya bisa terus mengembangkan keterampilan di lapangan, termasuk dalam mencuri bola dari lawan.

Senantiasa disiplin menjaga lini yang menjadi tanggung jawabnya, Rice tampil stabil dan juga sadar posisi, serta kokoh termasuk saat memenangkan perebutan bola. Namun sekalipun dia piawai menutup area manuver lawan, dia bukan pemain yang lincah.

Disiplin, konsistensi, kepiawaian memposisikan diri dan kepandaian membaca permainan adalah di antara nilai plus gelandang ini.

West Ham mungkin tim yang paling kompak saat ini sehingga bisa membalikkan semua ramalan kala melawan tim-tim bertabur bintang seperti saat menyingkirkan Manchester City dalam Piala Liga.

Namun sulit memisahkan performa ciamik West Ham belakangan ini dari kiprah apik gelandang bertahannya ini.

Pujian sudah sering dialamatkan kepada pemain ini, tapi ini pula yang membuat degup hirarki klub dan manajer West Ham mengencang karena dengan itu pula Declan Rice semakin gencar digoda klub-klub seperti Manchester United yang menempatkan Rice sebagai buruan utamanya.

Tapi untuk sementara, mungkin sampai akhir musim ini, West Ham bisa tetap bersama Rice. Ini karena, usai laga melawan Villa itu, Rice mengeluarkan tantangan kepada West Ham agar berubah menjadi tim elit di Inggris dan Eropa.

"Kita tak boleh jatuh seandainya ingin menjadi tim besar," kata dia.

Ternyata Rice menginginkan West Ham semakin kuat dan besar. Dan dia ingin menjadi bagian penting dalam transformasi itu.

Baca juga: MU dan Chelsea mesti keluarkan 80 juta pound untuk beli Declan Rice

Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2021