Jakarta (ANTARA) - Presiden RI Joko Widodo menjadi pembicara dalam World Leaders Summit on Forest and Land Use pada hari kedua KTT Pemimpin Dunia tentang Perubahan Iklim atau Conference Of Parties ke-26 (COP26) Konvensi Kerangka Kerja PBB, Selasa.

“Acara Presiden di hari kedua COP26 adalah menjadi pembicara pada World Leaders Summit on Forest and Land Use (konferensi pemimpin dunia yang membahas penggunaan hutan dan lahan)," kata Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi dalam keterangan pers daring disiarkan dari Glasgow, Skotlandia, yang dipantau di Jakarta, Selasa.

Menlu Retno menjelaskan bahwa dalam pertemuan tersebut, hanya ada tiga pembicara yang mendapat undangan khusus dari Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson selaku tuan rumah Konferensi Pemimpin Dunia COP26. Selain PM Johnson, undangan tersebut ditujukan kepada Presiden RI Joko Widodo dan Presiden Kolombia Iván Duque Márquez.

"Hanya akan ada tiga pembicara atas undangan Perdana Menteri Inggris yaitu Perdana Menteri Inggris kemudian Presiden Kolombia dan Bapak Presiden," ungkap Menlu Retno.

Setelah menjadi pembicara di World Leaders Summit on Forest and Land Use, Presiden Jokowi bersama rombongan akan langsung menuju Bandara Glasgow Prestwick, Skotlandia, untuk kemudian lepas landas menuju Bandara Internasional Abu Dhabi, Persatuan Emirat Arab. Presiden Jokowi akan melanjutkan lawatannya ke Persatuan Emirat Arab untuk memperkuat hubungan kerja sama kedua negara, terutama di bidang perdagangan dan investasi.

Di konferensi global yang dihadiri 121 kepala negara dan kepala pemerintahan itu, Presiden Jokowi pada hari pertama COP26, Senin (1/11), telah menyampaikan komitmen dan konsistensi upaya Indonesia untuk mengatasi dampak perubahan iklim. Presiden memaparkan kinerja Indonesia, di antaranya, telah menurunkan secara signifikan deforestasi dan menanggulangi kebakaran hutan. Selain itu, Indonesia juga telah memulai rehabilitasi hutan mangrove seluas 600 ribu hektare sampai 2024 dan 3 juta lahan kritis antara tahun 2010-2019.

Di sektor energi, Indonesia terus melangkah maju dengan pengembangan ekosistem mobil listrik dan pembangunan pembangkit tenaga surya terbesar di Asia Tenggara.

Indonesia juga telah memanfaatkan energi baru terbarukan, seperti biofuel serta pengembangan industri berbasis energi bersih, termasuk memulai pembangunan kawasan industri hijau terbesar di dunia di Kalimantan Utara.

Namun, Presiden Jokowi juga mempertanyakan kontribusi negara-negara maju untuk mengatasi dampak perubahan iklim.

"Tetapi, hal itu tidak cukup. Kami, terutama negara yang mempunyai lahan luas hijau dan potensi dihijaukan serta negara yang memiliki laut luas yang potensial menyumbang karbon membutuhkan dukungan dan kontribusi dari negara-negara maju," ungkapnya.

"Indonesia akan dapat berkontribusi lebih cepat bagi 'net-zero emission' (emisi bersih) dunia. Pertanyaannya, seberapa besar kontribusi negara maju untuk kami? Transfer teknologi apa yang bisa diberikan? Program apa yang didukung untuk pencapaian target SDGs yang terhambat akibat pandemi?" ujar Presiden Jokowi.

Baca juga: Presiden sayangkan perlakuan diskriminatif UE soal kelapa sawit RI

Baca juga: Presiden Jokowi sampaikan komitmen tangani perubahan iklim di COP26

Baca juga: Jokowi ingin fokus kerja sama dengan Inggris di sektor ekonomi hijau


Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2021