Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyerukan pentingnya penetapan target mitigasi yang lebih ambisius dalam mengurangi emisi karbon serta beradaptasi dengan dampak perubahan iklim.

"Ini adalah tantangan baru bagi negara-negara pihak, yang itu berada diluar tanggung jawabnya, demi memenuhi NDC (kontribusi nasional) yang menjadi komitmen ke UNFCCC (Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa," tegasnya dalam pidato di sesi Ministerial Talks COP26 di Glasgow, Skotlandia, Senin (1/11) sebagaimana dikutip dari siaran pers di Jakarta, Selasa.

Luhut menegaskan hal tersebut karena pada kenyataannya, dengan kondisi yang ada saat ini, NDC dari negara-negara pihak diyakini kurang mampu untuk menahan laju pemanasan global bahkan hingga melebihi 2 derajat celcius.

Terkait dengan pernyataannya itu, ia pun membeberkan upaya pemerintah Indonesia untuk mencapai target ambisius dalam pengurangan emisi karbon.

"Pertama-tama, saya ingin menekankan bahwa pelaksanaan Perjanjian Paris perlu dipercepat, perlunya upaya-upaya intensif serta investasi pada ekonomi rendah karbon berkelanjutan," ungkapnya.
Baca juga: Indonesia mengedepankan aksi bersama kendalikan perubahan iklim
Baca juga: Menteri LHK: Pengendalian iklim RI alami kemajuan signifikan


Menurut Luhut, selama pelaksanaan COP26 di Glasgow, masyarakat dari seluruh dunia berkumpul dan mencari solusi untuk mempertahankan kenaikan suhu di bawah 2 derajat celsius, di atas tingkat masa pra-industri.

"Kami telah melampaui suhu 1 derajat celcius dan Panel Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim/IPCC telah mengingatkan bahwa suhu global harus dipertahankan agar tidak naik lebih dari 1,5 derajat celcius," tambahnya.

Pemerintah Indonesia telah memperbarui target NDC-nya untuk meningkatkan kemampuan adaptasi dan ketahanan terhadap perubahan iklim.

"Indonesia telah siap mengurangi emisi antara 41-50 persen, dengan syarat adanya dukungan internasional yang cukup," ujarnya.

Komitmen itu bukanlah pepesan kosong belaka. Pasalnya, Luhut menyebutkan bahwa pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk memperkuat tindakan-tindakan adaptif serta program konservasi mangrove dan gambut.

"Kami telah melaksanakan berbagai program untuk memperkuat ketahanan pesisir seperti pelaksanaan adaptasi berbasis ekosistem dalam pengembangan kawasan pesisir, manajemen mangrove terintegrasi, serta pengendalian pencemaran laut," katanya.

Pemerintah Indonesia telah mengkomunikasikan strategi pembangunan rendah emisi jangka panjang kepada UNFCCC

"Yang akan memungkinkan Indonesia mencapai puncak emisi gas rumah kacanya pada tahun 2030 dan dengan cepat mengurangi tingkat emisinya untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060 atau sebelumnya," jelasnya.

Luhut menilai mandeknya negosiasi kerja sama internasional dalam Pasal 6 Paris Agreement, dapat menghambat negara-negara berkembang seperti Indonesia dalam memobilisasi pendanaan untuk target iklim yang lebih ambisius, selain kurangnya pendanaan karbon dari negara maju.

Namun demikian, Indonesia tidak akan tinggal diam dan menunggu hingga Pasal 6 dapat diberlakukan.

"Dengan bangga kami ingin menyampaikan bahwa Presiden Joko Widodo baru saja menandatangani Perpres yang menetapkan kerangka nasional dalam melaksanakan NDC serta instrumen penentuan harga karbon,” katanya.

Menutup pidatonya, Luhut berharap dengan keketuaan Indonesia dalam G20 tahun 2022 dapat menyukseskan pelaksanaan COP26 dan mendukung negara-negara berkembang memperoleh pendanaan iklim yang lebih komprehensif.
Baca juga: Negara-negara kaya diminta penuhi janji atasi perubahan iklim
Baca juga: Ratu Elizabeth desak pemimpin dunia beraksi atasi pemanasan global


 

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2021