Biaya pelayaran kontainer itu hanya bagian kecil dari total biaya logistik
Jakarta (ANTARA) - Penyesuaian biaya pengangkutan kontainer (freight) domestik dinilai masih wajar dan sangat dibutuhkan oleh pelaku usaha pelayaran, kata pengamat kemaritiman dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Saut Gurning.

"Selain faktor naiknya biaya solar hingga lebih dari dua kali lipat sejak pertengahan tahun ini, yang mendorong biaya operasional ke sejumlah pelabuhan tujuan naik tinggi, perusahaan pelayaran juga masih harus menata kembali bisnisnya akibat dampak pandemi selama lebih dari satu setengah tahun ini," kata Saut dalam keterangan di Jakarta, Kamis.

Menurutnya, biaya pelayaran kontainer itu hanya bagian kecil dari total biaya logistik. Hanya sekitar 15-20 persen, sementara komponen biaya terbesar justru ada di darat, hingga 50 persen.

Industri pelayaran domestik memiliki peran strategis dalam sistem logistik nasional mengingat wilayah Indonesia adalah kepulauan. Penyesuaian freight domestik juga menjadi bagian dari upaya pemulihan industri pelayaran tersebut.

Pasalnya, perusahaan pelayaran memiliki kemampuan yang berbeda dalam menghadapi dampak pandemi yang luar biasa besar.

Ia mencontohkan freight ekspor-impor yang naik ratusan bahkan ribuan persen, tergantung negara tujuan.

Sementara, di dalam negeri, perusahaan pelayaran praktis tidak banyak melakukan penyesuaian harga mengingat situasi ekonomi Indonesia yang menurun tajam. Dampaknya, proses pemulihan sektor pelayaran pun menjadi tidak mudah.

"Lebih dari setahun ini perusahaan pelayaran domestik dituntut untuk mampu bertahan menghadapi tantangan pandemi. Salah satunya adalah tidak menaikkan freight antarpulau. Jadi, perusahaan pelayaran domestik itu sudah banyak berkorban selama pandemi ini. Kalau sekarang mereka melakukan penyesuaian freight ke beberapa pelabuhan tujuan, itu masih bisa dipahami," ujarnya.

Lebih jauh Saut mengatakan efisiensi logistik sesungguhnya masih terbuka untuk dilakukan. Kuncinya adalah memangkas biaya-biaya logistik di darat. Ia mencontohkan banyaknya komponen biaya sejak barang diangkut dari tempat pemilik barang menuju pelabuhan hingga sampai ke lokasi tujuan.

Terpisah, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, digitalisasi akan menjadi salah satu kunci dalam menurunkan biaya logistik. Adanya national logistic ecosystem (NLE) dinilainya dapat menyeleraskan penawaran dan permintaan lalu lintas barang. Karena itu, lanjut Airlangga, penguatan infrastruktur digital harus menjadi prioritas disamping pengembangan infrastruktur kapal dan pelabuhan.

Menurut dia, saat ini, dunia sedang menghadapi ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan dalam angkutan laut. Terutama, terkait ketersediaan kontainer yang terbatas.

"Situasi ini harus dapat segera diantisipasi, termasuk oleh pelayaran domestik. Digitalisasi akan mendorong terciptanya efisiensi logistik," kata Airlangga saat menjadi pembicara pada Virtual Expo Maritim Indonesia yang digelar Indonesian National Shipowner' Association (INSA) pada pekan lalu.

Pada forum yang sama, Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid menjelaskan bahwa dunia sedang menghadapi kenaikan biaya logistik sangat tinggi yang mana sekitar 25 persen dari PDB dihabiskan untuk biaya logistik.

Dua faktor penyebab tingginya biaya logistik tersebut adalah infrastruktur dan efisiensi. Untuk itu, Arsjad mendorong agar segera terjadi peralihan transportasi darat ke transportasi laut.

Baca juga: INSA: Kelangkaan kontainer pengaruhi rantai pasokan logistik di KTI
Baca juga: Eksportir apresiasi solusi Kemendag atasi pengadaan kontainer
Baca juga: KSP usulkan solusi atasi kelangkaan peti kemas untuk ekspor

Pewarta: Ahmad Wijaya
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2021