Jakarta (ANTARA) - Deputy Secretary General Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) Dickie Widjaja mengatakan bahwa keamanan siber adalah sebuah proses, walaupun platform digital atau penyelenggara sistem elektronik (PSE) sudah melalui sejumlah proses sertifikasi dan standardisasi oleh pemerintah.

"P2P (pinjaman online terdaftar) sudah harus punya sertifikasi, dan ini adalah peraturan dari OJK. Perlu diingat bahwa walaupun sudah mendapatkan sertifikasi, bukan berarti kita hanya mendapatkan izin (legal), namun ini adalah bagian dari perjalanan (terkait keamanan siber pengguna)," kata Dickie dalam jumpa pers daring, Kamis.

Pria yang juga merupakan CIO Investree tersebut lalu menyoroti sejumlah isu terkait keamanan siber seperti masalah kebocoran data yang baru-baru ini marak terjadi. Menurutnya, penting untuk diketahui bahwa risiko tersebut bisa muncul di dua tempat yaitu aplikasi dan oknum.

"Risiko kebocoran data ini bisa hadir di berbagai macam tempat, misalnya dari sisi aplikasi dan oknum. Ini, kembali ke operasional masing-masing perusahaan untuk memberikan training yang benar, dipastikan juga tim yang mengelola (data) tidak bisa download dan ambil data yang seharusnya tidak bisa mereka akses," paparnya.

Baca juga: Direktur PSSN: Sektor akademik alami serangan siber yang signifikan

Baca juga: Survei: Kejahatan siber bisa datang dari perangkat IoT non-bisnis


Ketua Eksekutif Digital ID dan Data Privacy AFTECH dan CEO serta Co-Founder VIDA Sati Rasuanto sependapat dengan pemaparan Dickie.

"Semakin tinggi trust-nya, maka akan semakin banyak transaksi yang bisa dilakukan di platform tersebut, namun juga ada risiko akan semakin besar penyalahgunaannya," kata Sati.

"Kami sangat peduli dengan keamanan siber dan ranah untuk menjaga trust ini di depan saat orang mendaftar (di aplikasi), tapi juga ketika mereka berada di platform," imbuhnya.

Lebih lanjut, Ketua dan Pendiri Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) Ardi Sutedja menambahkan, masalah terkait sekuritas siber sudah lama terjadi, namun masih belum terlalu awam bagi masyarakat untuk dipahami dan disadari bersama pentingnya data pribadi di ruang digital.

Terlebih, adanya masalah kebocoran data ini membuat masyarakat memiliki isu kepercayaan (trust issue) kepada para penyelenggara sistem elektronik maupun pemerintah sebagai regulator, karena dinilai lalai dalam melindungi data pribadi pengguna.

"Kepercayaan itu harus ada ke pengguna dan yang memberikan layanan. Kalau salah satu unsur ini tidak ada, maka akan ada masalah. Penting juga bagi masyarakat untuk mengetahui apakah fintech itu legal atau tidak, informasi sudah bisa kita akses dan cek keabsahan perusahaan itu melalui OJK, Kementerian Kominfo dan asosiasi," jelas Ardi.

"Salah satu upaya menekan risiko terjadinya masalah-masalah terkait keamanan data pengguna, salah satunya adalah bagaimana kita bisa melindungi identitas kita. Salah satu solusi adalah tanda tangan elektronik, misalnya, untuk bisa melindungi diri kita di dunia digital," imbuhnya.

Baca juga: Kiat sederhana amankan akun Google

Baca juga: Google Indonesia ungkap kebiasaan online yang membahayakan

Baca juga: Masyarakat harus sadar soal keamanan keuangan digital

Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2021