Jakarta (ANTARA) - COVID-19 mulai menjangkit Indonesia pada awal Maret 2020, di mana saat itu Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan terdapat dua warga RI yang terkonfirmasi positif.

Sejak hari itu, berbagai kebijakan pembatasan mulai dilakukan hingga saat ini untuk menekan angka penularan COVID-19, meski mau tak mau pastinya akan berdampak pada kegiatan perekonomian.

Namun tak tinggal diam, pemerintah langsung mengalokasikan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp695,2 triliun pada 2020 untuk menangani pandemi dan membantu perekonomian masyarakat hingga dunia usaha yang terdampak COVID-19.

Anggaran jumbo tersebut dialokasikan untuk perlindungan sosial Rp230,21 triliun, dukungan UMKM sebesar Rp116,31 triliun, program sektoral kementerian/lembaga dan pemerintah daerah Rp67,86 triliun, program kesehatan Rp99,5 triliun, pembiayaan korporasi Rp60,73 triliun, serta insentif usaha Rp120,61 triliun.

Hasilnya, sebanyak Rp575,8 triliun berhasil dikucurkan dari program PEN 2020 dan memberi manfaat yang sangat besar terhadap masyarakat.

Salah satunya dirasakan oleh Kezia Gita (25), seorang guru honorer yang memiliki pendapatan tak begitu besar dan harus menjadi sumber penghasilan satu-satunya di keluarga lantaran pekerjaan ayah dan kakaknya terdampak pandemi.

Meski demikian, keberuntungan langsung menghampirinya karena Kezia didaftarkan oleh sekolah tempat ia bekerja untuk mendapatkan Bantuan Subsidi Upah (BSU).

Harap-harap cemas, penantiannya pun tiba. Tepat pada bulan Desember 2020, anak kedua dari empat bersaudara tersebut merasa girang karena BSU yang dialokasikan dalam program PEN tersebut cair ke rekeningnya.

"Bantuan ini sangat membantu untuk membiayai hidup keluarga dan membayar tagihan barang yang saya gadaikan," ujar Kezia.

Tak berhenti sampai akhir tahun pertama COVID-19 melanda, pemerintah kembali mengalokasikan dana PEN sebesar Rp744,77 triliun pada 2021, begitu pula di tahun 2022 senilai Rp321,2 triliun.

Untuk PEN 2021, realisasi hingga 22 Oktober telah mencapai Rp433,91 triliun atau 58,3 persen yang meliputi sebanyak Rp116,82 triliun untuk bidang kesehatan atau 54,3 persen dari pagu Rp214,96 triliun dan sebesar Rp125,1 triliun untuk perlindungan sosial atau terealisasi 67 persen dari alokasi Rp186,64 triliun.

Kemudian, untuk dukungan UMKM dan korporasi telah tersalurkan Rp63,2 triliun atau 38,9 persen dari pagu Rp162,4 triliun, untuk program prioritas terealisasi Rp68,07 triliun atau 57,7 persen dari anggaran Rp117,94 triliun, serta untuk insentif usaha Rp60,73 triliun atau 96,7 persen dari pagu Rp62,83 triliun.

Sementara untuk tahun 2022, anggaran PEN akan dialokasikan sebesar Rp77,05 triliun untuk bidang kesehatan, Rp126,54 triliun untuk perlindungan masyarakat, Rp90,04 triliun kepada program prioritas, serta Rp27,48 triliun untuk bidang dukungan UMKM dan korporasi.


Reformasi Struktural

Seiring dengan penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi, pemerintah terus melakukan berbagai reformasi struktural, pasalnya masa krisis bisa dimanfaatkan sebagai waktu yang tepat untuk memperkuat fundamental ekonomi Indonesia.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan reformasi struktural adalah syarat agar potensi ekonomi Indonesia bisa optimal. Dengan perekonomian domestik yang baik, masyarakat Indonesia pun bisa hidup sejahtera.

Reformasi struktural selama COVID-19 pun diawali oleh Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, yang terdiri dari 11 klaster dengan manfaat antara lain, menciptakan lapangan kerja dan kewirausahaan melalui kemudahan berusaha mulai dari UMKM hingga usaha besar, menjamin hak-hak pekerja melalui perlindungan pekerja, serta memberikan manfaat bagi masyarakat umum.

Bank Dunia menganggap UU Cipta Kerja sebagai upaya reformasi besar untuk menjadikan Indonesia lebih berdaya saing dan mendukung cita-cita negara dalam jangka panjang menjadi masyarakat yang sejahtera.

UU sapu jagat tersebut juga dinilai dapat mendukung pemulihan ekonomi yang tangguh dan pertumbuhan jangka panjang di Indonesia.

Dengan menghapus pembatasan berat pada investasi dan menandakan bahwa Indonesia terbuka untuk bisnis, Bank Dunia berpendapat UU Cipta Kerja akan membantu menarik lebih banyak investor, menciptakan lapangan kerja, dan membantu Indonesia memerangi kemiskinan.

Berbagai golongan masyarakat maupun dunia usaha pun semakin merasakan perubahan yang nyata setelah reformasi struktural mulai diimplementasikan melalui UU Cipta Kerja.

Alvian Rachmansyah (32) yang merupakan pengusaha makanan mengaku mulai mendapatkan pelatihan dan fasilitas pembiayaan dari pemerintah dengan mudah saat UU Cipta Kerja mulai berlaku.

Pelatihan diberikan secara daring melalui Dinas Ketenagakerjaan setempat secara daring dan langsung, serta fasilitas pembiayaan untuk usahanya didapat dari salah satu bank umum.

Sejak saat itu, usaha kecilnya sangat terbantu untuk melakukan ekspansi karena pengetahuan mendalam yang diberikan maupun akses pembiayaan yang sangat membantunya di tengah COVID-19.

Dengan demikian, hal tersebut pun membuktikan keberpihakan pemerintah terhadap usaha kecil dalam melakukan reformasi struktural.

Setelah UU Cipta Kerja, berbagai reformasi struktural harus dilakukan di Indonesia setiap tahunnya agar bisa segera keluar dari jebakan kelas menengah, oleh karenanya kebijakan fiskal pada tahun 2022 pun mengangkat tema pemulihan ekonomi dan reformasi struktural.

Baru-baru ini, UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) pun disahkan sebagai salah satu bentuk reformasi struktural di bidang perpajakan, sehingga diharapkan penerimaan perpajakan bisa terus meningkat dan pada akhirnya dana dari pendapatan negara tersebut bisa dipakai untuk kesejahteraan rakyat.

Baca juga: Presiden ajak ASEAN lakukan reformasi struktural seperti Indonesia

Baca juga: Kemenkeu: Reformasi struktural lanjut agar ekonomi pulih berkelanjutan

Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021