Produsen pupuk di Indonesia saat ini tidak hanya Pupuk Indonesia Grup, ada juga perusahaan swasta yang memproduksi pupuk seperti Wilmar Grup, Saraswanti Anugerah Makmur, Saprotan Utama, Polowijo dan lainnya
Jakarta (ANTARA) - Pangsa pasar pupuk komersil NPK dalam negeri masih didominasi oleh produsen pupuk swasta yang mencapai 80,42 persen atau 3.594.000 ton dari total produksi pupuk komersial (non subsidi), selebihnya diproduksi Pupuk Indonesia Grup sebesar 10,89 persen atau setara 487.000 ton, dan 8,67 persen atau 387.879 ton berasal dari impor.

“Produsen pupuk di Indonesia saat ini tidak hanya Pupuk Indonesia Grup, ada juga perusahaan swasta yang memproduksi pupuk seperti Wilmar Grup, Saraswanti Anugerah Makmur, Saprotan Utama, Polowijo dan lainnya," kata Sekjen Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (APPI) Achmad Tossin Sutawikara kepada ANTARA, di Jakarta.

Menurut data APPI, kapasitas produksi pupuk dari Wilmar Group sekitar 2.000.000 ton, Saraswanti Anugerah Utama sekitar 500.000 ton, Saprotan Utama sekitar 100.000 ton, Hanampi sekitar 300.000 ton, Polowijo sekitar 120.000 ton, NPG sekitar 174.000 ton, Randoetatah Cemerlang sekitar 200.000 ton, serta Jadi Mas dengan kapasitas sekitar 200.000 ton.

Menanggapi isu terkait harga pupuk komersil yang dianggap tinggi, Tossin menerangkan bahwa tren harga pupuk memang sedang mengalami kenaikan, yang disebabkan pandemi global dan melonjaknya harga komoditas di pasar Internasional yang turut mempengaruhi harga pokok produksi pupuk di Indonesia.

Komoditas dimaksud yakni amoniak, phosphate rock, dan KCl (bahan baku NPK), gas hingga minyak bumi.

Selain dipicu adanya konflik pasokan gas antara Rusia, Eropa dan Amerika Serikat, harga komoditas naik lantaran pandemi COVID-19 menyebabkan negara-negara eksportir pupuk seperti Rusia dan China mengambil kebijakan untuk menahan ekspornya demi mengutamakan kebutuhan dalam negeri.

Di samping itu, faktor lain yang turut mempengaruhi HPP pupuk yakni biaya freight atau angkutan kapal yang melonjak.

Kendati demikian, Tossin menyebut bahwa harga pupuk komersil yang dijual Pupuk Indonesia Grup saat ini masih dijual sesuai dengan harga pokok produksi dan mempertimbangkan kondisi pasar.

“Harga ini ditetapkan Pupuk Indonesia Grup dalam upaya membantu pertumbuhan ekonomi nasional serta petani di Indonesia. Sementara untuk NPK dikarenakan saat ini harga bahan baku Impor cukup tinggi, maka berpengaruh ke harga jual juga,” kata Tossin.

Tossin memproyeksikan, berdasarkan perkembangan global, tren harga jual pupuk komersial jenis NPK diproyeksikan ke depan relatif akan terus meningkat seiring dengan perkembangan harga internasional khususnya harga bahan baku.

Di sisi lain, di Indonesia pangsa pasar NPK masih terbilang besar, sebab saat ini potensi kebutuhan nasional pupuk jenis NPK sebesar 13.549.645 ton. Di mana dari total potensi tersebut Pupuk Indonesia Grup sudah mensuplai 3.187.000 ton atau setara 23,5 persen, terdiri dari kebutuhan subsidi 2.700.000 ton atau 19,9 persen dan non subsidi 487.000 ton atau 3,6 persen.

Selain Pupuk Indonesia Grup, produsen pupuk swasta, berkontribusi memproduksi 3.594.000 ton atau 26,52 persen dan produk impor 387.879 ton atau setara 2,8 persen. Jika di total, suplai pupuk NPK di dalam negeri baru sebesar 7.168.879 ton dari total kebutuhan yang mencapai 13,5 juta ton lebih.

"Secara teoritis terdapat potensi kebutuhan yang belum tergarap sebesar 6.380.766 ton atau setara dengan 47,09 persen dari kebutuhan nasional," ungkapnya.

Namun begitu, perlu dicatat bahwa angka kebutuhan nasional merupakan perhitungan dari luas lahan dikalikan dosis optimal.

“Terdapat praktek di lapangan, yaitu tidak melakukan pemupukan/pemupukan tidak sesuai dosis. Angka-angka tersebut, saya asumsikan jika pupuk indonesia menggunakan angka produksi dan swasta menggunakan asumsi kapasitas produksi," ujarnya.

Baca juga: Antisipasi perubahan iklim, Pupuk Indonesia siapkan stok lebih awal
Baca juga: Pupuk Indonesia permudah akses petani terhadap pupuk non subsidi
Baca juga: Ikut arahan Erick, Pupuk Kaltim siap garap peluang pasar non-subsidi

 

Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2021