Jakarta (ANTARA) - Aktor Jepang Shogen merasa ada kemiripan antara kisah hidupnya dengan petinju Nao Tsuchiyama, yang bertanding dengan kaki palsu. Perjuangan Nao yang berusaha mendapatkan lisensi petinju profesional, terkendala disabilitas, digambarkan dalam film terbaru Shogen berjudul "Gensan Punch".

Aktor kelahiran 20 Juni 1978 ini berperan sebagai Nao dalam film arahan sutradara Filipina Brillante Mendoza, peraih penghargaan sutradara terbaik di Festival Film Cannes, yang mengambil latar belakang dua negara, Jepang dan Filipina. "Gensan Punch" mendapatkan penghargaan Kim Jiseok Award di Festival Film Internasional Busan (BIFF) 2021. Film ini juga diputar pada “Gala Selection” (non-Kompetisi) di Festival Film Internasional Tokyo ke-34.

Baca juga: Perempuan Indonesia menantang untuk ditulis, kata Kamila Andini

"Gensan Punch" bercerita tentang Nao, petinju difabel yang berusaha keras menjadi petinju profesional. Lisensi tersebut tak kunjung didapatkan gara-gara kaki palsu yang dipakainya sejak kecil. Nao tak mau berkecil hati. Dia memilih untuk mengejar mimpinya menjadi petinju profesional di Filipina, tepatnya ke Gensan (General Santos), tempat yang melahirkan petinju ternama Filipina seperti Manny Pacquiao yang kini beralih ke dunia politik dan berencana mencalonkan diri sebagai presiden. Nao bertemu dengan pelatih yang dengan senang hati membantunya menjadi petinju profesional. "Gensan Punch" dibintangi juga oleh Ronnie Lazaro, Beauty Gonzalez dan Minami Kaho.

Shogen berbincang dengan sejumlah media melalui zoom di sela penyelenggaraan Festival Film Internasional Tokyo 2021. Aktor asal Okinawa ini bicara soal perannya sebagai Nao, alasannya terlibat dalam film-film dan serial bertema Okinawa sampai pengalaman menarik syuting bersama sutradara Brillante Mendoza yang biasanya tidak memberikan skenario kepada para aktor.

Tanya (T): Apa tantangan memerankan karakter dari kisah nyata, dan bagaimana persiapannya?

Jawab (J): Film ini bukan berdasarkan kisah nyata, tapi terinspirasi dari kisah nyata. Jadi sutradara Brillante (Mendoza) menggabungkan kisah saya dan kisah Nao. Enam bulan lalu, Brillante mengundang saya ke Filipina dan berbagi cerita... Oh, sebetulnya itu setahun lalu. kami berbagi cerita tentang masa lalu dan kehidupan kami, kami bicara banyak hal dan memupuk rasa percaya satu sama lain. Saya bilang kepadanya, saya dan Nao punya banyak kesamaan. Saya besar hanya dengan ibu, ayah saya pergi saat saya berusia 5 tahun, sangat mirip dengan Nao. Kami bicara soal ini dan menggabungkan kisahnya. Dan saya yang pertama memulai proyek ini, jadi tantangannya tidak terlalu sulit.

T: Apa yang bisa dipelajari dari bekerja di Asia Tenggara? Merasakan gegar budaya saat kerja di luar Jepang?

J: Jujur, sebelum jadi aktor saya backpacking keliling dunia ke 50 negara, jadi tidak ada gegar budaya karena saya sudah tahu budayanya. Saya juga pernah kerja di Thailand dan Malaysia. Satu hal, orang Jepang sangat tepat waktu. Mereka selalu tepat waktu. Brillante bilang soal ini di TIFF Talk Salon, dia bilang, di Filipina dan banyak sineas dari Asia Tenggara dan juga Okinawa, mereka biasanya menikmati waktu di lokasi. Kami suka bercanda, tertawa, menikmati momen di lokasi syuting. (Melihat itu) jadi kru Jepang kadang berpikir (bekerjanya) tidak serius. Tapi saya tidak berpikir begitu ya. Saya sih suka karena saya juga bisa lebih santai. Itu yang saya rasakan.

T: Apa yang mendorong Anda membuat biopik ini? Apa karena Nao dari Okinawa, atau ada bagian di mana dia ke Filipina jadi Anda ingin membuat produksi bersama Jepang-Filipina?

J: Masyarakat Okinawa itu minoritas di Jepang, mungkin Anda bisa lihat wajah saya bukan tipikal orang Jepang. Ketika saya pulang backpacking dan mencoba memulai karier di bidang akting, impian saya sejak kecil, mereka bilang saya kurang terlihat seperti orang Jepang. (Bagi saya) Sama sekali tidak mudah menembus film Jepang. Mungkin Anda bisa lihat di film-film Jepang kebanyakan aktornya berwajah sangat Jepang, tidak banyak yang wajahnya seperti dari ras campuran. Saya lalu berpikir untuk mencari jalan keluar, yang pertama saya lakukan adalah pergi ke New York untuk belajar akting dalam bahasa Inggris, lalu saya coba terlibat dalam produksi internasional. Oleh karena itu, saya bisa memahami ketika mendengar kisah hidup Nao (pergi ke Filipina demi jadi petinju profesional). Saya juga tidak mau menyerah. Saya juga meninggalkan negeri ini demi meraih mimpi.


Baca juga: Film dan keluarga tak terpisahkan bagi Kamila Andini

Baca juga: "Wife of Spy" dapat penghargaan bergengsi di Asian Film Awards

Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2021