Jakarta (ANTARA News) - Perdana Menteri Timor Leste Kay Rala Xanana Gusmao mengatakan negaranya ingin belajar dari Indonesia yang menjadi tetangganya untuk membangun suatu negara.

"Timor Leste melihat Indonesia sebagai "big brother" yaitu sebagai referensi untuk membangun negara," kata PM Xanana dalam kuliah umum di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Depok, Selasa.

Di hadapan sekitar dua ratusan mahasiswa dan dosen dalam kuliah umum bertajuk "Timor Leste`s State Building Experience within Regional and Global Context", ia mengatakan Timor Leste masih dalam proses membangun negara.

"Kami ingin mengambil pelajaran dari negara lain, walau bukan untuk menjadi replika model, namun sebagai sumber referensi," ujarnya.

Timor Leste, menurut Xanana, adalah negara kecil seluas 15.000 kilometer persegi dengan populasi sekitar satu juta orang yang berasal dari beragam suku dan budaya dengan tidak kurang dari 37 bahasa dan kerap diwarnai oleh konflik.

"Kami kurang sumber daya manusia yang terampil dan terlatih untuk mencapai tujuan kami dan pada tahun-tahun awal juga tidak punya sumber finansial serta hanya bergantung pada bantuan internasional," tambahnya.

Xanana menjelaskan situasi dan kondisi di Timor leste dalam delapan tahun sejak kemerdekaannya.

Menurut dia, Timor Leste dengan mayoritas rakyatnya yang miskin dan secara psikologis terluka kerap diguncang konflik sporadis dan berujung pada kekerasan dan demokrasi tidak berjalan lancar.

"Karena itu demokrasi tidak bisa tanpa pembangunan dan pembangunan tidak bisa tanpa demokrasi," tambahnya.

PM Xanana mengaku menaruh hormat pada masyarakat Indonesia yang melakukan "revolusi rakyat" pada 1999 dan di saat yang sama rakyat Timor Leste mulai menapaki langkah sebagai negara merdeka dan berdaulat.

"Namun kami belajar satu hal, yaitu memulai dengan memahami dan menyelesaikan akar masalah yang kerap adalah masalah politik," ujarnya. "Saya mengerti kesulitan yang dihadapi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan koalisi pemerintahan saat ini."

Karena bagi dirinya di Timor Leste dengan pemerintahan yang berasal dari lima partai pun sulit untuk terus menjaganya.

Meski terjadi konflik poltik, katanya, demokrasi dengan dengan basis dialog harus tetap dilakukan dengan inisiatif berasal dari dalam negara itu sendiri dan bukan dipaksakan dari luar, termasuk dari masyarakat negara maju.

"Suatu negara harus menemukan jalan mereka sendiri, namun negara juga punya kewajiban untuk mengurangi kemiskinan rakyat sekaligus menciptakan sistem "check and balance" sehingga sekali lagi tidak ada demokrasi tanpa pembangunan dan tidak ada pembangunan tanpa demokrasi," katanya.

PM Xanana sebelumnya di istana Merdeka mendandatangani Nota Kesepahaman dengan Presiden Yudhoyono di bidang pendidikan dan pelatihan diplomat, kerja sama teknis bidang pariwisata dan perdagangan, pembangunan infrastruktur juga desentralisasi dan manajemen negara, transportasi dan perikanan.

Xanana yang sekaligus menjabat sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan itu datang ke Indonesia bersama dengan Menteri Luar Negeri Zacarias da Costa, Menteri Ekonomi dan Pembangunan Joao Goncalves, Menteri Infrastruktur Pedro Lay da Silva, Menteri Pariwisata Gil Alves, Menteri Pertanian dan Perikanan Mariano Assanami Sabino dan sejumlah menteri lain.

Dalam kuliah umum ia memperkenalkan sejumlah menteri yang berasal dari beberapa universitas di Indonesia seperti Universitas Indonesia dan Institut Sains dan Teknologi Nasional (ISTN).(*)
(T.KR-DLN/M016)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011