Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengatakan guru merupakan ujung tombak yang bisa membantu menjaga psikologis siswa pada masa pandemi COVID-19 berlangsung.

“Mempersiapkan secara psikologis, kemudian membelajarkan dengan paradigma baru, memilih mengajar anak sesuai dengan kemampuan anak itu sendiri, mengidentifikasi perbedaan anak ini guru adalah ujung tombaknya,” kata Sekretaris Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbudristek Nunuk Suryani, saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Senin.

Nunuk menuturkan, hilangnya pengetahuan dan keterampilan (learning loss) selama melakukan pembelajaran di rumah menyebabkan adanya penurunan minat belajar dan kesenjangan pembelajaran antarsiswa, sehingga guru memiliki peran untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Adanya learning loss, kata dia, membuat guru dituntut untuk menghadapi sebuah perbedaan metode belajar melalui pembuatan materi yang memasukkan nilai-nilai kompetensi 4C, seperti berfikir kritis, memiliki kreativitas, kemampuan berkomunikasi dan kemampuan untuk bekerja sama.

“Pembelajaran itu tidak bisa satu untuk semua, tapi pembelajaran ini lebih sesuai dengan kebutuhan anak itu yang menjadi tantangan utama guru pada pembelajaran tatap muka terbatas (PTMT) ini,” kata dia.

Menurut Nunuk, para guru sudah mulai terbiasa dan menguasai penggunaan teknologi, namun kemampuan tersebut perlu lebih ditingkatkan supaya dapat lebih menunjang pembelajaran pada saat PTMT dilakukan.

Selanjutnya, dia menyarankan agar para guru mengembangkan materi lebih menarik lagi, melalui media yang berbasis virtual, seperti menunjukkan kronologi peristiwa sejarah melalui virtual laboratory atau virtual tour ke tempat-tempat yang berhubungan dengan materi pembelajaran atau mengikuti pelatihan non-berbayar yang disediakan pihaknya untuk meningkatkan kualitas mengajar para guru.

“Harus dikembangkan karena pembelajaran pengembangan media yang berbasis virtual itu menjadi sangat penting, misalnya pembelajaran sejarah, bagaimana bisa menunjukkan kronologi peristiwa sejarah atau tempat-tempat peninggalan sejarah yang sesuai. Kalau di PPT saja itu tidak cukup,” kata dia.

Sementara itu, dosen komunikasi visual dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Vina Mahdalena mengatakan pembelajaran daring yang dilakukan saat ini sangat menuntut pengajar menjadi lebih kreatif.

“Keadaan mahasiswa sekarang ada beberapa yang sudah terbiasa dengan kelas daring. Ada juga yang sudah mulai bosan dan memilih untuk melakukan datang ke kampus. Memang mengajar mahasiswa di masa pandemi butuh kreativitas di bidang digitalisasi pembelajaran,” katanya.

Ia menjelaskan, tuntutan kreativitas itu, terutama pada mata pelajaran yang mengharuskan siswa untuk membuat sebuah produk, seperti poster atau majalah dengan bermodal sebuah tutorial video saja. Sehingga dalam hal itu, pengajar harus mencari cara menghilangkan kejenuhan akibat kelas daring.

Untuk dapat meningkatkan minat peserta didik, dia menjelaskan pihaknya melakukan sejumlah upaya, seperti membuat ice breaking melalui kuis atau memberikan materi menggunakan gambar dan video yang unik dan menarik.

“Penggunaan video belajar yang efektif dan tidak monoton juga diperlukan untuk menunjang kelas daring yang sifatnya asynchronous,” ujar dia.

Vina mengatakan selama masa pembelajaran daring, tidak hanya siswa yang dituntut untuk beradaptasi dan meningkatkan kemampuan individu, tetapi juga para pengajar yang berusaha mengimbangi kebutuhan siswa untuk mencegah terjadinya learning loss.

“Pesan saya pada seluruh siswa, nikmatilah segala cara belajar yang sekarang kalian lalui sebagai proses pendewasaan diri. Kita juga berproses untuk berfikir maju dan kritis, mendapat motivasi, inspirasi dan yang terpenting akhlak atau karakter seorang guru yang bernilai,” kata dia.

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021