Biaya solar di dalam negeri ini lebih mahal 20 persen sampai 30 persen dibanding harga solar internasional, sehingga biaya operasional terus meningkat. Kenaikan harga solar seperti ini di luar kontrol perusahaan pelayaran
Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum DPP Indonesian National Shipowners Association (INSA) Carmelita Hartoto menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan pelayaran telah melakukan berbagai cara untuk mendukung efisiensi dari ongkos logistik yang harus dibayarkan oleh pelanggan.

“Logistik pengiriman barang itu melalui berbagai mata rantai. Mulai dari biaya inventori, gudang shipper, trucking, depo, buruh, forwarding atau agen barang, THC pelabuhan dan shipping. Kami di industri pelayaran telah mengambil berbagai langkah efisiensi," kata Carmelita dalam keterangan persnya di Jakarta, Selasa.

Carmelita menjelaskan panjangnya rantai pengiriman barang sejak dari gudang hingga ke lokasi tujuan, menjadikan biaya logistik sulit turun jika hanya mengandalkan efisiensi di pelayaran.

Menurut dia, komponen biaya logistik bukan hanya soal biaya kapal, namun banyak biaya lain yang rantainya lebih panjang seperti ekspedisi.

Lanjut dia, sejak pandemi Covid-19 terjadi pada awal tahun 2020 hingga saat ini, banyak perusahaan pelayaran yang bisnisnya terus mengalami kesulitan. Demi bertahan hidup, banyak perusahaan telah menjual kapalnya atau bahkan menjadikannya besi bekas melalui scrap.

Carmelita mengungkapkan saat ini perusahaan pelayaran juga dihadapkan pada persoalan biaya operasional yang terus meningkat. Salah satunya berasal dari lonjakan biaya solar yang telah naik hingga dua kali lipat dibandingkan tahun lalu.

"Biaya solar di dalam negeri ini lebih mahal 20 persen sampai 30 persen dibanding harga solar internasional, sehingga biaya operasional terus meningkat. Kenaikan harga solar seperti ini di luar kontrol perusahaan pelayaran," ujarnya.

Ia menambahkan, sebagai negara kepulauan, dimana hampir 60 persen populasi penduduknya berada di pulau Jawa, biaya logistik Indonesia tidak bisa dibandingkan dengan negara lain.

Sebagai contoh, pelayaran ke luar Jawa saat ini masih mengangkut kontainer kosong saat kembali ke Jawa. Padahal biaya solar saat kapal kembali ke pelabuhan di Jawa harganya sama.

"Kita harus melihat biaya pelayaran itu secara utuh, jangan hanya dilihat sepotong-sepotong. Perusahaan pelayaran juga memiliki kemampuan finansial yang berbeda dan mereka juga lebih banyak mengandalkan modal sendiri untuk menghadapi pandemi yang luarbiasa ini," pungkasnya.

Baca juga: Kadin dorong pengembangan digitalisasi di industri maritim
Baca juga: INSA: Kelangkaan kontainer pengaruhi rantai pasokan logistik di KTI
Baca juga: INSA: Pelayaran nasional butuh dukungan agar bisa bertahan

Pewarta: Adimas Raditya Fahky P
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021