Ada over produksi yang bisa dimanfaatkan
Jakarta (ANTARA) - Mantan Inspektur Jenderal Kementerian Perindustrian (Irjen Kemenperin) Setyo Wasisto menilai pabrik pengolahan telur di Indonesia akan dapat bermanfaat untuk bisa menyerap kelebihan atau surplus produksi telur ayam ras nasional.

"Ada over produksi yang bisa dimanfaatkan," katanya dalam webinar bertajuk "Mengupas Peluang Industri Pengolahan Telur di Indonesia", yang dipantau dari Jakarta, Rabu.

Purnawirawan Komisaris Jenderal Polisi itu juga menuturkan keberadaan pabrik atau industri pengolahan telur juga dinilai akan dapat memenuhi kebutuhan hotel, restoran dan kafe (horeka).

Setyo juga menyebut konsumsi telur per kapita di Indonesia masih jauh tertinggal dari negara tetangga dan negara maju lainnya. Rendahnya konsumsi telur juga sejalan dengan tingkat stunting yang masih tinggi sehingga perlu terus ditingkatkan, termasuk dengan mendorong pengolahan telur.

"Intinya industri ini adalah agar bagaimana bisa memperpanjang masa pakai telur sehingga bisa dimanfaatkan dengan baik. Kita kan ada 17 ribu pulau, jaraknya jauh-jauh. Ini perlu strategi distribusi agar telur masa pakainya cukup panjang," katanya.

Setyo menyebut bantuan sosial juga jadi peluang agar pabrik pengolahan telur bisa dibangun. Pasalnya, bantuan pangan berupa telur sangat rawan pecah dan rusak.

Meski punya peluang besar, ia menyebut ada kendala yang harus dihadapi dalam mendorong tumbuhnya industri pengolahan telur, diantaranya masa pakai telur yang pendek (sekitar 20 hari) hingga biaya investasi yang tinggi.

"Penyelundupan tepung telur juga masih terjadi, begitu pula telur utuh," katanya.

Menurut Setyo, industri pengolah telur sangat dibutuhkan di Indonesia agar produksi, konsumsi dan kebutuhan telur bisa terus meningkat.

Namun, Komisaris PT Widodo Makmur Perkasa itu juga mengingatkan agar produk olahan telur bisa terus diperluas agar bisa memberikan pilihan yang lebih banyak bagi masyarakat.

"Di Jepang, misalnya mereka memproduksi telur dadar siap makan, telur ceplok siap makan, telur rebus hingga ada berbagai varian dressing (saus) dan mayonaise. Ini bisa dikembangkan dan bisa diserap masyarakat," katanya.

Pemerintah, di sisi lain, lanjut Setyo, harus mengatur regulasi agar harga bahan baku telur untuk pengolahan tidak terlalu jauh dengan harga untuk konsumen. Dengan demikian, impor olahan telur tidak lagi dibutuhkan.

Sebelumnya, harga telur yang tinggi dan cenderung fluktuatif menjadi salah satu penyebab sulitnya mengembangkan industri pengolahan telur di dalam negeri.

Padahal, dari sisi pasokan, Indonesia justru tercatat kelebihan produksi. Kemenperin mencatat surplus produksi telur ayam ras nasional pada 2021 diprediksi mencapai 200 ribu ton.

Harga telur nasional berdasarkan harga acuan Permendag Nomor 7 Tahun 2020 yakni sebesar Rp19.000-Rp21.000 per kg. Harga tersebut masih jauh dari harga di India yaitu sekitar Rp12.300-Rp12.400 per kg. India sendiri merupakan negara asal impor tepung telur yang paling besar.

Baca juga: Atasi surplus, Kemenperin dorong dibangunnya industri pengolahan telur

Baca juga: Menko Airlangga lepas ekspor telur tetas ke Myanmar-Vietnam


 

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2021