New York (ANTARA) - Indeks dolar menguat tajam pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), mencapai level tertinggi sejak Juli 2020, setelah harga-harga konsumen AS melonjak ke tingkat tertinggi sejak 1990, memicu spekulasi bahwa Federal Reserve akan menaikkan suku bunga lebih cepat dari yang diperkirakan.

Indeks harga konsumen naik 0,9 persen bulan lalu setelah naik 0,4 persen pada September dan dalam 12 bulan hingga Oktober, indeks harga konsumen meningkat 6,2 persen, Departemen Tenaga Kerja AS mengatakan pada Rabu (10/11/2021), sementara analis memperkirakan rata-rata kenaikan terbatas pada 5,8 persen.

Pada 15.43 waktu setempat (20.43GMT), indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, naik 0,96 persen pada 94,8580 setelah mencapai 94,876, level tertinggi dalam lebih dari 15 bulan.

Sementara The Fed pekan lalu menyatakan kembali keyakinannya bahwa lonjakan inflasi saat ini akan berumur pendek, banyak investor menyatakan inflasi lebih lama dan lebih panas dari yang diperkirakan dapat memaksa Fed untuk menaikkan suku bunga.

"Data inflasi yang kuat membuat investor berspekulasi tentang kenaikan suku bunga lebih awal daripada yang ingin dilakukan Fed," kata Erik Bregar, seorang analis valas independen.

Dolar menambah kenaikannya ketika sesi berlanjut dengan bantuan dari pelonggaran reli harga emas dan berakhirnya opsi euro/dolar, menurut Bregar.

Kemudian greenback mendapat dorongan lebih lanjut setelah pukul 13.00 waktu setempat menyusul lelang obligasi 30 tahun yang lemah yang mendorong imbal hasil obligasi pemerintah AS lebih tinggi.

Euro terakhir melemah 1,0 persen pada 1,1481 dolar AS setelah di awal sesi menyentuh 1,1480 dolar AS level terendah sejak 21 Juli 2020.

Sementara sterling jatuh ke level terendah sejak 23 Desember saat Inggris dan Uni Eropa tampak jauh dari menemukan kesepakatan pasca-Brexit atas Irlandia Utara, menambah tekanan dari data inflasi AS.

Sterling terakhir turun 1,12 persen pada 1,3406 dolar AS setelah melewati level terendah Jumat lalu (5/11/2021) di 1,3425 dolar AS, ketika mata uang tersebut terpukul oleh keputusan mengejutkan bank sentral Inggris untuk mempertahankan suku bunga tidak berubah.

Di pasar uang kripto, bitcoin melonjak ke level tertinggi sepanjang masa 69.000,00 dolar AS setelah data inflasi AS tetapi terus melemah dan terakhir turun 1,0 persen pada 66.221,75 dolar AS.

Sementara Federal Reserve sudah mengurangi pembelian obligasinya, Nancy Davis, pendiri Quadratic Capital Management di Greenwich, Connecticut mengatakan "kenaikan suku bunga mungkin tidak cukup untuk membalikkan inflasi" karena Fed tidak mengendalikan kemacetan rantai pasokan dan pengeluaran fiskal.

"Jika inflasi tidak mereda, Federal Reserve mungkin perlu melakukan tapering yang lebih substansial dan menaikkan suku bunga, yang dapat merugikan saham dan obligasi," kata Davis.

Terhadap yen Jepang, greenback terakhir naik 0,89 persen menjadi 113,875 yen setelah menyentuh tertinggi sesi di 114 yen. Pada Selasa (9/11/2021) dolar telah mencapai level terendah sebulan terhadap yen.

Greg Anderson, kepala strategi valuta asing global di BMO Capital Markets di New York mengatakan data inflasi yang "cukup mengejutkan" termasuk kenaikan harga perumahan yang tajam menunjukkan bahwa harga-harga konsumen yang tinggi "tidak mungkin terbukti sementara."

Dolar Australia turun 0,64 persen terhadap greenback di 0,733 dolar AS setelah di awal sesi mencapai 0,73270 dolar AS, level terendah sejak 13 Oktober. Dolar Selandia Baru turun 0,95 persen pada 0,7064 dolar AS.

Baca juga: Emas melonjak 17,5 dolar, data inflasi AS yang kuat angkat daya tarik
Baca juga: Harga minyak anjlok, diguncang oleh ketakutan inflasi
Baca juga: Saham Inggris hentikan kerugian, indeks FTSE 100 bangkit 0,91 persen

 

Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2021