Moskow (ANTARA News) - Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) mengambil alih komando operasi militer di Libya dari tentara koalisi, menurut laporan sejumlah media dunia.

Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa memberlakukan wilayah larangan terbang terhadap Libya pada 17 Maret, bersamaan dengan perintah "melakukan hal yang diperlukan" guna melindungi warga sipil dari serangan pasukan Muammar Gaddafi di sejumlah kota yang dikuasai pemberontak.

Menurut RIA Novosti dalam laporannya, 28 utusan negara anggota NATO bertemu pada Minggu untuk menentukan strategi militer terhadap Libya.

Amerika Serikat mengalihkan komando pengawasan wilayah larangan terbang terhadap Libya kepada NATO, sementara pasukan koalisi akan tetap melanjutkan upaya perlindungan terhadap warga sipil dari serangan pasukan Gaddafi.

Operasi militer di Libya, yang diberi nama sandi "Pengembaraan Fajar", sejauh ini telah melibatkan 13 negara, termasuk Amerika Serikat, Inggris dan Prancis.

Negara anggota NATO pada Kamis memutuskan untuk memikul tanggung jawab penegakan wilayah larangan terbang di Libya, namun tidak menyepakati untuk menanggung komando penuh terhadap seluruh operasi militer di negara tersebut.

Sementara itu, para pemimpin dari 27 negara anggota Uni Eropa pada Kamis mengeluarkan sebuah pernyataan yang mengatakan kesiapan Uni Eropa untuk membantu pembangunan Libya, yang bekerja sama dengan Perserikatan Bangsa Bangsa, Liga Arab, Uni Afrika, dan sejumlah pihak lainnya.

(KR-PPT/H-AK)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011