Jakarta (ANTARA) - Analis Kebijakan Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Michico Tambunan mengatakan digitalisasi penting diterapkan dalam perizinan berusaha di masa pandemi COVID-19 untuk memperbaiki tata kelola ekonomi sehingga dapat memulihkan perekonomian nasional.

“Di masa pandemi ini, masyarakat termasuk pula para pelaku usaha berekspektasi perizinan berusaha di masa pandemi seharusnya tidak seperti sebelum pandemi. Yang paling utama adalah dilakukan digitalisasi," kata Michico Tambunan saat menjadi narasumber dalam webinar bertajuk "Tata Kelola Ekonomi Daerah Pasca Pandemi COVID-19” yang disiarkan secara langsung dalam kanal YouTube KPPOD Jakarta, dipantau dari Jakarta, Jumat.

Melalui digitalisasi itu, lanjut Michico, diharapkan ada kepastian dari segi prosedur, waktu, dan biaya bagi pelaku usaha di Indonesia untuk mengurus perizinan berusaha semenjak adanya keterbatasan bertatap muka akibat pandemi COVID-19.

Ia pun memaparkan tiga faktor pendukung perizinan berusaha di masa pandemi. Pertama, ada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja beserta peraturan turunan yang mendukung kemudahan berusaha berbasis digital, bahkan investasi di daerah.

Baca juga: OJK cabut izin usaha perusahaan pembiayaan PT OVO Finance Indonesia

Baca juga: DPM-PTSP Jatim "jemput bola" layani perizinan usaha nelayan


Selain itu, ada pula Keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPKM) Nomor 86 Tahun 2020 tentang Pemberian Kemudahan Perizinan Berusaha bagi Bidang Usaha Tertentu terkait Penanganan Wabah COVID-19.

"BPKM memudahkan pelaku usaha di bidang alat-alat kesehatan untuk bisa membantu penanganan wabah COVID-19. Ini patut kita apresiasi karena pemerintah pusat bergerak cepat memberikan pengadaan alat-alat kesehatan dengan mempermudah perizinan usaha," ujar Michico menjelaskan.

Yang ketiga adalah adanya keberadaan sistem online single subsmission (OSS) RBA, yaitu sistem yang memungkinkan para pelaku usaha untuk tidak perlu mengunjungi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) setempat atau kantor BKPM.

Akan tetapi, di samping tiga faktor pendukung itu, tambah Michico, ada pula faktor penghambat perizinan usaha di masa pandemi yang ditemukan oleh KPPOD.

Di antaranya adalah belum ada turunan peraturan daerah untuk Undang-Undang Cipta Kerja, kapasitas sumber daya manusia yang memerlukan waktu beradaptasi dengan digitalisasi, proses adaptasi terhadap sistem digital yang belum seragam di daerah-daerah seluruh Indonesia, dan kesiapan infrastruktur digital di daerah yang belum maksimal.

Dengan demikian, Michico Tambunan menyimpulkan dari seluruh faktor penghambat tersebut, kesiapan infrastruktur digital menjadi hal utama untuk diselesaikan oleh pemerintah.

"Ini menjadi PR, baik bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk terus memantau dan mengawal daerah yang belum memiliki infrastruktur digital yang advance (maju)," ucap Michico.

Dalam webinar yang diselenggarakan oleh KPPOD dan Populi Center itu, Michico Tambunan juga merekomendasikan kepada pemerintah pusat untuk memberikan pendampingan terkait sosialisasi kepada masyarakat, pelaku usaha, dan pemerintah daerah tentang aturan turunan Undang-Undang Cipta Kerja dan digitalisasi perizinan usaha, seperti OSS RBA.

Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021