Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah memastikan, hanya akan membantu sekitar 30 persen untuk biaya setiap pembebasan lahan proyek jalan tol di tanah air.

"Mampunya hanya 30 persen karena banyak daerah lain yang juga perlu dibantu oleh pemerintah, khususnya untuk infrastruktur di Indonesia timur," kata Wakil Menteri Pekerjaan Umum (PU), Hermanto Dardak dalam Dialog Nasional "Pembebasan Lahan, Masalah Kronis Pembangunan Infrastruktur", di Jakarta, Rabu.

Oleh karena itu, lanjut Hermanto Dardak , pemerintah berharap ke-24 proyek jalan tol yang baru saja lolos evaluasi dan dinyatakan layak secara ekonomi dan finansial dapat ditangani oleh swasta.

"Artinya, pemerintah hanya ambil peran 30 persen saja, selebihnya adalah investor yang bersangkutan," katanya.

Melalui pola itu, katanya, bantuan dana pemerintah akan lebih diarahkan untuk membantu ruas-ruas tol yang dinilai perlu didorong agar dapat terealisasi.

Namun, Hermanto enggan merinci, mana dari 24 ruas tol yang baru saja dievaluasi itu yang termasuk perlu didorong.

Ia juga mengatakan, sementara untuk proyek-proyek tol baru dan yang sedang disiapkan pemerintah ke depan, pembebasan lahan tanggung jawab pemerintah, sebelum proyek tol tersebut dikerjakan.

"Saat ini sudah ada kesepakatan pemerintah dengan mengucurkana dana Rp3,8 triliun untuk pembebasan lahann tol," kata Hermanto.


Biaya membengkak

Pada bagian lain, Hermanto membenarkan bahwa salah satu dampak dari terhambatnya pembebasan lahan 24 ruas proyek tol tersebut adalah biaya investasinya membengkak sebesar 40 persen.

"Dulunya hanya sekitar Rp77 triliun, lalu Rp112 triliun dengan panjang mencapai 949,35 kilometer," katanya.

Hal itu terjadi karena biaya konstruksi terus meningkat dan juga persoalan pembebasan lahan akibat mundurnya pelaksanaan konstruksi.

Terkait ganti rugi lahan, tambahnya, pemerintah telah memperhitungkan secara matang sehingga harga yang dinilai merupakan harga yang sangat wajar.

"Pada RUU Pembebasan lahan itu, prosesnya akan didampingi oleh lembaga penilai harga tanah independen, tanpa mengabaikan opsi lain misalnya langsung dengan uarang tunai, relokasi tempat tinggal atau lainnya," katanya.

Menyinggung pembahasan RUU Pembebasan Lahan untuk Kepentingan Publik, Hermanto mengharapkan DPR agar segera dituntaskan dan disahkan.

"Jika pertengahan tahun bisa disetujui, maka pembebasan lahan 24 ruas tol hasil evaluasi itu ditargetkan selesai pada akhir tahun ini. Kita ingin ada percepatan," katanya.

UU ini, kata Hermanto, memberikan kepastian hukum yang lebih tegas lagi, dalam penyediaan lahan buat infrastruktur.

"Saya kira RUU ini merupakan payung hukum bagi kami dalam percepatan pembangunan ekonomi," katanya.

Anggota komisi V DPR yang juga anggota pansus RUU Pembebasan Lahan, Nusyirwan Soedjono mengatakan, pihaknya sekuat tenaga untuk bisa mempercepat UU lahan ini.

"Ya kalau tidak ada intervensi politik, kita harapkan dalam kurun waktu tiga bulan ke depan sudah bisa disahkan," katanya.

Direktur Korporasi PT Nusantara Infrastruktur, Bernardus Djonoputro, menilai, UU Pengadaan Lahan sebagai kunci kepastian hukum yang berimbas pada proses investasi percepatan infrastruktur.

"Tanpa adanya payung ini maka kemacetan pembangunan infrastruktur akan terus berlangsung," kata Bernardus.

Selain itu, kata Bernandus, yang perlu diwaspadainya adalah masalah sertifikasi lahan penyebab lambannya proses eksekusi lahan. (*)
(E008/A011)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011