Awalnya kesulitan. Tapi kalau voli duduk kan juga pakai tangan dan ini pun (balap kursi roda) olahraga pakai tangan. Jadi tetep mudah, tapi ya adaptasi juga
Jayapura (ANTARA) - "Kalau jadi atlet hebat itu bisa kemana-mana tanpa mengeluarkan uang. Malah bisa dibayar."

Kata-kata yang disampaikan sang ibunda itulah yang terus diingat Nina Gusmita, dan menguatkannya pascakecelakaan yang membuatnya kehilangan kaki kanan.

Nina sudah sedari kecil memang menyukai olahraga, khususnya voli. Apalagi, ibundanya adalah atlet voli daerah yang menurunkan darah olahragawan kepadanya.

Dara kelahiran Medan, 8 Agustus 1998 itu menceritakan kecelakaan dialaminya pada 2016 ketika pulang dari latihan voli.

"Itu waktu usia saya 18 tahun. Padahal, pas mau (mendekati) ujian nasional (UN)," ujar putri pasangan Rusmianto dan Kasmiati Ari tersebut.

Namun, kecelakaan itu tak sampai membuat Nina terpuruk karena peran orang tuanya yang tak kenal lelah dalam memberikan dukungan untuk putri tercintanya.

Baca juga: Mita siap sumbang emas cabang voli duduk

Ibundanya memahami cita-cita Nina di bidang olahraga sehingga terus memberikan semangat untuk terus berprestasi meski sudah dalam kondisi fisik yang berbeda.

Bahkan, Ketua National Paralympic Committee (NPC) Sumatera Utara sampai mendatangi Nina sewaktu masih dirawat di rumah sakit (RS) pascakecelakaan untuk diajak bergabung.

Kebetulan, ibunda Nina memiliki kawan bermain voli yang bekerja di NPC Sumut yang turut memberikan dukungan dan menyemangatinya.

"Jadinya diajakin. 'Enggak apa apa. Walau keadaannya udah berbeda, masih tetap bisa berprestasi,' katanya gitu. Jadi, ini yang bikin semangat, kalau aku harus wujudin mimpi aku, gitu," ungkapnya.

Baca juga: Mita berharap bertemu idolanya sebelum APG berlangsung


Hijrah cabang olahraga

Dengan tekadnya yang kuat, Nina terus memfokuskan diri untuk kesembuhannya agar bisa segera mengejar mimpinya, yakni mencetak prestasi di olahraga.

Alhasil, setelah tujuh bulan menjalani pemulihan, Nina langsung memutuskan untuk berlatih kembali.

Pertama bergabung dengan NPC pada 2016, Nina awalnya terjun di nomor lempar cakram di cabang olahraga atletik, namun tidak berapa lama pindah ke cabang voli duduk.

Kala itu, Nina melirik peluang karena cabang voli duduk tengah mencari pemain. Jadilah sulung dari tiga bersaudara itu menekuni voli duduk medio 2017-2018.

Pada 2017, tim voli duduk tengah disiapkan untuk ASEAN Para Games di Malaysia di tahun yang sama. Namun, cabang olahraga itu tidak jadi dipertandingkan karena kekurangan negara peserta.

Setahun kemudian, Nina bersama tim voli berlaga di Asian Para Games 2018 di Jakarta-Palembang, tetapi harus menelan kekalahan.

Baca juga: PON dan Peparnas Papua pecahkan 90 rekornas

Pada 2019, Nina pun sudah bersiap menghadapi ASEAN Para Games 2020 di Filipina. Lagi-lagi, voli duduk batal dipertandingkan karena kekurangan negara peserta.

Sebelum tanding voli duduk di Asian Para Games 2018, sebenarnya Nina sempat ditawarin bergabung ke balap kursi roda, tapi kala itu belum berminat.

Baru setelah melihat peluang voli duduk sering tak dimainkan akibat kurang peserta, Nina akhirnya memantapkan diri kembali ke atletik dengan spesialisasi balap kursi roda dan masuk pelatihan nasional (pelatnas).

Kini, Nina sudah merasa nyaman dan mantap untuk menekuni balap kursi roda. Apalagi, setelah meraih tiga medali, sekaligus pemecahan rekor nasional di Peparnas Papua.


"Hattrick" medali emas

Berpindah cabang olahraga pastinya tak semudah membalik telapak tangan, apalagi dari nomor voli duduk ke balap kursi roda yang memiliki disiplin ilmu yang berbeda.

Awalnya, Nina mengaku sempat menemui kesulitan di balap kursi roda sehingga membutuhkan waktu untuk penyesuaian.

Lambat laun, Nina menemukan titik temu di antara kedua olahraga itu, yakni sama-sama mengandalkan kekuatan tangan.

"Awalnya kesulitan. Tapi kalau voli duduk kan juga pakai tangan dan ini pun (balap kursi roda) olahraga pakai tangan. Jadi tetep mudah, tapi ya adaptasi juga," ungkapnya.

Baca juga: Nina Gusmita pecahkan rekor nasional 100 meter T54 putri

Selain itu, nuansa personal kompetitif di balap kursi roda juga lebih kentara karena bermain secara perseorangan, sedangkan di voli duduk bermain secara beregu.

Perjuangannya ternyata membuahkan hasil manis. Nina langsung menggondol seluruh medali emas sekaligus pada tiga kelas yang diikutinya di Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas) XVI Papua.

Bahkan, Nina juga berhasil memecahkan rekornas di tiga nomor tersebut, yakni 100, 200, dan 400 meter T54 putri.

Pada nomor 100 meter T54 putri, Nina mencatatkan waktu tercepat, yakni 18,52 detik, menyalip rekornas Dina Rulina pada Peparnas 2016 di Jawa Barat dengan waktu 21,92 detik.

Pada nomor 200 meter T54 putri, Nina mencatatkan waktu 33,44 detik, mengalahkan rekornas yang dicetak Mulyani dari Kalimantan Selatan pada 36,69 detik pada Peparnas 2016.

Demikian pula pada nomor 400 meter T54 putri, dara kelahiran Medan, 8 Agustus 1998 iti juga mencatat rekornas dengan waktu terbaik, yakni 1 menit 07,49 detik.

Baca juga: Nina Gusmita sabet tiga emas sekaligus pecahkan tiga rekornas


Paralimpiade Paris 2024

Pada debutnya di Peparnas, prestasi Nina terbilang gemilang. Penyerahan medali pun diberikan langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD.

Nina tak menyangka, sekaligus bangga mendapatkan kehormatan pengalungan medali nomor 200 meter T54 oleh Menko Polhukam.

"Bangga sih. Kan awalnya mau pengalungan medali sama pelatih. Tapi katanya ada menteri mau ini, ngalungin. Ya kaget sih," ujar mahasiswi Sekolah Tinggi Olahraga dan Kesehatan Bina Guna (STOK Bina Guna) Medan itu.

Torehan prestasi Nina juga mendapatkan apresiasi dari Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali yang turut menyaksikan langsung final balap kursi roda 200 meter di Stadion Lukas Enembe, Kabupaten Jayapura, Jumat (12/11) kemarin.

Meski langsung menggondol tiga medali, sekaligus pecah rekornas, Peparnas Papua tentu belumlah puncak impian Nina.

Nina masih punya mimpi untuk bisa tampil di Paralimpiade Paris pada 2024. Berbagai persiapan pun akan terus dilakukannya demi meraih tiket ke ajang bergengsi dunia itu.

Baca juga: Leani Ratri nilai kebijakan Peparnas Papua baik untuk regenerasi atlet

Selepas Peparnas, Nina langsung mengikuti pelatnas di Solo, Jawa Tengah, sehingga tak sempat pulang dulu ke kampung halaman.

Meski demikian, Nina percaya bahwa doa kedua orang tua akan terus menyertai setiap langkahnya demi meraih prestasi yang lebih tinggi.

Nina adalah sosok yang patut menginspirasi banyak penyandang disabilitas lainnya untuk tidak berkecil hati dan tetap bersemangat dalam menjalani hidup.

Keterbatasan tidak boleh menghalangi siapapun untuk meraih mimpi dan prestasi. Buktinya, Nina dan Peparnas Papua dengan torehan medali bergengsi dan lahirnya atlet-atlet berprestasi.

Baca juga: Rekornas para-atletik pecah di Peparnas Papua bertambah delapan
Baca juga: Rekornas renang bertambah 10 pada hari keempat Peparnas Papua

 

Editor: Bayu Kuncahyo
Copyright © ANTARA 2021