Tim penyidik melanjutkan masa penahanan tersangka MK (Maliki) untuk 30 hari....
Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan tersangka Maliki (MK) selaku Plt Kepala Dinas PU pada Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Pertanahan (PUPRP) Hulu Sungai Utara.

Maliki adalah tersangka penerima dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan Tahun 2021-2022.

"Tim penyidik melanjutkan masa penahanan tersangka MK (Maliki) untuk 30 hari berdasarkan penetapan pertama dari Ketua Pengadilan Tipikor pada PN Banjarmasin, terhitung mulai 15 November sampai dengan 14 Desember 2021, di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

Ipi mengatakan pengumpulan alat bukti oleh tim penyidik hingga saat ini masih berlanjut, di antaranya dengan tetap memanggil pihak-pihak terkait lainnya sebagai saksi dalam proses penyidikan tersangka Maliki.

Selain Maliki, KPK juga menetapkan dua tersangka lainnya yang merupakan pemberi suap, yaitu Marhaini (MRH) dari pihak swasta/Direktur CV Hanamas dan Fachriadi (FH) dari pihak swasta/Direktur CV Kalpataru.

Untuk Marhaini dan Fachriadi, KPK telah merampungkan penyidikan keduanya. Tim jaksa telah menerima pelimpahan tersangka dan barang bukti dari tim penyidik karena pemberkasan perkara dua tersangka itu telah dinyatakan lengkap.

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara telah merencanakan untuk dilakukan lelang proyek irigasi, yaitu rehabilitasi jaringan irigasi Daerah Irigasi Rawa (DIR) Kayakah, Desa Kayakah, Kecamatan Amuntai Selatan dengan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) Rp1,9 miliar, dan rehabilitasi jaringan irigasi DIR Banjang, Desa Karias Dalam, Kecamatan Banjang dengan HPS Rp1,5 miliar.

Sebelum lelang ditayangkan di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), Maliki diduga telah lebih dulu memberikan persyaratan lelang pada Marhaini dan Fachriadi sebagai calon pemenang dua proyek irigasi tersebut dengan kesepakatan memberikan sejumlah uang komitmen "fee" 15 persen.

Saat penetapan pemenang lelang untuk proyek rehabilitasi jaringan irigasi DIR Kayakah, Desa Kayakah, Kecamatan Amuntai Selatan dimenangkan oleh CV Hanamas milik Marhaini dengan nilai kontrak Rp1,9 miliar, dan proyek rehabilitasi jaringan Irigasi DIR Banjang, Desa Karias Dalam, Kecamatan Banjang dimenangkan oleh CV Kalpataru milik Fachriadi dengan nilai kontrak Rp1,9 miliar.

Setelah semua administrasi kontrak pekerjaan selesai, lalu diterbitkan surat perintah membayar pencairan uang muka yang ditindaklanjuti oleh Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) dengan menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) untuk pencairan uang CV Hanamas dan CV Kalpataru yang dilakukan oleh Mujib sebagai orang kepercayaan Marhaini dan Fachriadi.

Sebagian pencairan uang tersebut, selanjutnya diduga diberikan kepada Maliki yang diserahkan oleh Mujib sejumlah Rp170 juta dan 175 juta dalam bentuk tunai.

Sebagai pemberi, Marhaini dan Fachriadi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 65 KUHP.

Sedangkan Maliki disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 KUHP jo Pasal 65 KUHP.
Baca juga: KPK panggil 8 saksi kasus pengadaan di Hulu Sungai Utara

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021