Jakarta (ANTARA) - Perencana Ahli Madya Direktorat Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas Erik Armundito mengatakan produsen dapat berkontribusi melalui implementasi program Extended Producer Responsibility (EPR) untuk membantu meminimalkan sampah plastik.

“Produsen dapat melakukan pengurangan sampah plastik melalui pembatasan penggunaan plastik sekali pakai serta pemanfaatan kembali bahan baku plastik yang bisa didaur ulang yang dapat menghasilkan nilai ekonomi,” kata Erik dalam webinar Unilever Indonesia “Plastik dan Evolusi Perilaku Manusia” pada Selasa.

Kebijakan dan mekanisme mengenai EPR telah diamanatkan dalam UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Dalam pasal 15 disebutkan bahwa produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam.

“Kita ketahui banyak sekali kemasan produk yang berupa plastik yang tidak dapat didaur ulang sehingga tidak mempunyai nilai ekonomi. Namun di sisi lain, kelompok masyarakat memanfaatkan produk-produk tersebut untuk membuat kerajinan tangan yang mempunyai nilai ekonomi,” ujar Erik.

Menurutnya, produsen dapat mendukung kegiatan pemanfaatan sampah tersebut di masyarakat melalui peningkatan inisiatif dan inovasi dalam bentuk edukasi maupun kampanye, pemberian pelatihan terkait proses daur ulang, hingga membeli hasil kerajinan sampah plastik dari masyarakat untuk dijadikan sebagai souvenir dalam acara-acara tertentu.

“Tentu ini akan mendorong masyarakat untuk terus berinovasi dalam memanfaatkan plastik-plastik yang tidak bisa didaur ulang,” tuturnya.

Erik juga menggarisbawahi lima poin kunci untuk mendorong perubahan sosial dan perilaku masyarakat penanganan dan pengelolaan sampah plastik yang telah tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 dan Rencana Pembangunan Nasional Jangka Panjang (RPJPN).

Yang pertama adalah unsur peraturan perundang-undangan berserta turunannya yang mengatur tentang pengelolaan sampah mulai dari hulu sampai hilir. Kedua, peningkatan pemahaman terhadap masyarakat melalui sosialisasi, pendampingan, kampanye, serta pelatihan.

Selanjutnya, diperlukan pula peran tokoh panutan yang dapat memberikan contoh dan komitmen serius terhadap pengelolaan sampah, tidak hanya sekadar seremonial.

Erik mengatakan ketika kesadaran pengelolaan sampah pada masyarakat sudah meningkat, hal tersebut perlu diimbangi dengan penyediaan fasilitas pemisahan serta pengelolaan jenis-jenis sampah agar tidak tercampur menjadi satu.

Terakhir, yang tak kalah penting adalah penegakan hukuman maupun denda kepada semua pihak yang membuang sampah sembarangan, baik itu per orangan, badan usaha, maupun pemerintah daerah.

Ia menegaskan bahwa pemerintah tidak dapat berjalan sendiri sehingga dibutuhkan kolaborasi dengan para pemangku kepentingan, baik itu pihak bisnis, organisasi, akademisi, media, dan terutama konsumen, untuk mewujudkan target nasional dalam penanggulangan sampah plastik.

“Ada faktor peningkatan kesadaran serta kapasitas pemerintah, swasta, dan masyarakat terhadap lingkungan hidup. Jadi, semua pihak termasuk masyarakat harus terlibat dalam mewujudkan perhatian terhadap lingkungan ini,” kata Erik.

Baca juga: KLHK: Teknologi nuklir dapat atasi polusi plastik

Baca juga: Denmark yakin Indonesia mampu tanggulangi sampah laut

Baca juga: Prancis larang kemasan plastik untuk buah dan sayur

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2021