Jakarta (ANTARA) - Ketua Harian Asosiasi Produsen Biodiesel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan mengatakan luas kebun kelapa sawit Indonesia tidak perlu ditambah untuk implementasi biodiesel B40 sampai B50.

"Kita masih bisa menggunakan biodiesel B40 dan B50 tanpa perlu menambah luas lahan kebun kelapa sawit. Karena kita bisa mengambil dari ekspor, ini akan kita lakukan jika memang harus," kata Paulus dalam webinar "Pangan vs Energi: Menelaah Kebijakan BBN di Indonesia", Selasa.

Paulus mengatakan pada 2020 produksi minyak kelapa sawit Indonesia mencapai 51,58 juta ton. Dari nilai itu sebanyak 66 persen produksi diekspor dan 34 persen dikonsumsi di dalam negeri.

Dari jumlah kelapa sawit yang dikonsumsi di dalam negeri, sebanyak 1,69 juta ton digunakan untuk industri oleokimia dan 8,42 juta ton untuk bahan industri makanan olahan. Sementara itu, baru 7,22 juta ton atau 14 persen dari total produksi minyak kelapa sawit yang digunakan untuk bahan campuran biodiesel B30.

"Kalau kita harus mengurangi ekspor, akan kita kurangi karena kebutuhan dalam negeri harus didahulukan. Jadi lebih baik kita pakai minyak kelapa sawit ekspor untuk biodiesel daripada kita mengimpor BBM (Bahan Bakar Minyak)," ucapnya.

Pada 2021 ini, ia memperkirakan penggunaan minyak kelapa sawit akan meningkat menjadi sekitar 15,2 persen dari total produksi minyak kelapa sawit nasional.

Menurutnya, saat ini pemerintah, peneliti, dan pelaku usaha juga sedang melakukan berbagai penelitian untuk mendiversifikasi campuran Bahan Bakar Nabati (BBN) agar tidak hanya berasal dari minyak kelapa sawit. Bahan campuran tersebut antara lain minyak nabati yang berasal dari tebu, singkong, mikroalgae, dan aren.

"Banyak sekali penelitian-penelitian yang sekarang sedang berjalan baik Pertamina dan pelaku usaha lain, kami selalu kerja sama untuk penelitian-penelitian ini," katanya.

Untuk memastikan keberlanjutan dari industri kelapa sawit dan lingkungan, ujar dia, pemerintah dan pelaku usaha terus berupaya memperluas sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) maupun Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO) bagi perkebunan.

"Saat ini Kantor Kementerian Perindustrian dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sedang menyiapkan ISPO Hilir dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyiapkan Indonesia Bioenergy Sustainable Indicator (IBSI)," imbuhnya.

Baca juga: Presiden Jokowi diusulkan jadi kandidat 110 Tokoh Sawit Indonesia
Baca juga: Airlangga sebut Indonesia bertekad jadi penentu harga CPO global


Pewarta: Sanya Dinda Susanti
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2021