Kualitas belanja daerah harus lebih efektif dan efisien. Ini penting supaya daerah didorong untuk banyak melakukan belanja yang produktif
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi XI DPR RI Andreas Eddy Susetyo menyatakan  pemerintah daerah perlu lebih didorong dalam meningkatkan kualitas anggaran belanja di daerah, guna meningkatkan kesejahteraan warganya.

"Kualitas belanja daerah harus lebih efektif dan efisien. Ini penting supaya daerah didorong untuk banyak melakukan belanja yang produktif," kata Andreas Eddy Susetyo dalam rilis di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, dengan pembelanjaan anggaran yang berkualitas, apalagi mengingat dana transfer daerah yang semakin tahun semakin besar, maka hal itu dinilai dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah itu.

Sedangkan Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati menyatakan, meski Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sudah dilakukan, kemandirian fiskal belum terjadi.

"Kenyataannya (pemerintah) daerah memang sangat menggantungkan anggarannya kepada TKDD dan bahkan proporsi Pendapatan Asli Daerah (PAD) itu sangat kecil. 80 persen dari proporsi anggaran itu berasal dari daerah. Sehingga bisa dibayangkan ketika negara tidak memiliki cukup dana untuk ditransfer atau daerah mengharapkan terlalu besar, sementara negara tidak bisa mengabulkan, ini daerah tidak akan bisa membangun daerahnya,” katanya.

Anis menambahkan, hubungan keuangan pemerintah pusat dan daerah itu harus dibangun, di mana pemerintah pusat berkewajiban mentransfer sebagai konsekuensi dari tanggung jawab pemerintah pusat, sementara pemerintah daerah bertanggungjawab untuk membangun daerahnya.

"Mudah-mudahan RUU HKPD (Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah) yang sedang dibahas di Komisi XI ini bisa menjembatani itu dan kita berusaha di Komisi XI itu untuk melihat ketimpangan itu dan sedapat mungkin daerah mendapatkan manfaat termasuk juga evaluasi diri sendiri Agar penggunaan transfer itu betul-betul bisa berdaya guna sehingga daerah bisa membangun daerahnya dengan baik,” katanya.

Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyarankan pemerintah daerah untuk mulai memperbaiki pola penganggaran, eksekusi, dan menyelesaikan hambatan terkait realisasi anggaran belanja daerah sebagai upaya meningkatkan daya serap anggarannya.

"Realisasi anggaran sampai Agustus 2021 jauh lebih rendah dari APBN 2020. Sampai September 2021, masih ada Rp190 triliun lebih dana pemda yang mangkrak di perbankan. Jadi, tidak ada perubahan pola penganggarannya," kata Bhima Yudhistira saat menjadi narasumber dalam webinar di Jakarta, Jumat (12/11).

Menurut di, pada saat sebelum ataupun ketika pandemi COVID-19 muncul pun tidak ada perbedaan pola penganggaran belanja daerah sehingga masalah daya serap anggaran itu adalah masalah lama yang belum terselesaikan.

Dengan demikian, Bhima berpendapat tata kelola ekonomi di Indonesia masih cukup mengecewakan karena baik pemerintah pusat maupun daerah kurang responsif dan waspada terhadap ancaman krisis di bidang perekonomian yang ada.

Bhima menilai masih banyak pemerintah daerah yang menahan realisasi anggaran karena merasa khawatir dikriminalisasi ataupun takut melakukan kekeliruan dalam melalui aturan administrasi.

"Padahal, itu sudah dianulir oleh Kementerian Keuangan bahwa ada pendampingan dari BPK, Kejaksaan, dan Kemenkeu untuk memastikan dari awal pemerintah daerah itu tidak mengalami masalah teknis yang bisa mengarah pada temuan kesalahan audit dari BPK," ujarnya.

Baca juga: KPPOD nilai RUU HKPD belum mengandung terobosan fundamental

Baca juga: Kepala BK DPR: Keputusan RUU HKPD akan diambil dalam waktu dekat

Baca juga: DPR: RUU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah guna perkuat fiskal daerah

 

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2021