Jakarta (ANTARA) - Sutradara Edwin membagi cerita dan pengalamannya dalam penggarapan film terbarunya, "Seperti Dendam, Rindu Harus Dibalas Tuntas" yang memenangi penghargaan Golden Leopard di Festival Film Internasional Locarno ke-74.

Film ini merupakan adaptasi novel karya Eka Kurniawan berjudul sama, dan naskahnya dikerjakan bersama oleh Edwin dan Eka. Bagi Edwin, keduanya mengerti bahwa film dan buku merupakan media bercerita yang berbeda, namun juga bebas untuk dieksplorasi.

"Dari awal kami paham sekali bahwa medium film dan buku berbeda. Apalagi untuk film, ada waktu yang membatasi. Kami mencoba untuk tidak terlalu takut untuk terlalu setia dengan bukunya, tapi ada semangat, energi, dan esensi yang tetap kami jaga," kata Edwin dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu.

Lebih lanjut, Edwin mengatakan bahwa alur cerita di buku cenderung melompat-lompat, sehingga ia nilai membingungkan ketika diadaptasi ke bentuk film.

"Dengan adanya perubahan struktur seperti itu akhirnya kita bisa fokuskan ke dua karakter utama yaitu Ajo Kawir dan Iteung sebagai kendaraan utama untuk antarkan emosi dan informasi di film ini," paparnya.

Baca juga: Filmnya menang di Locarno, Edwin puji totalitas tim dan pemain

Baca juga: Alasan sutradara garap novel karya Eka Kurniawan jadi film

 
"Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas" (2021). (ANTARA/Palari Films)


Kolaborasi lintas negara

Tak hanya digarap oleh sineas dan aktor dari dalam negeri, Edwin juga menggandeng sejumlah pembuat film internasional seperti sinematografer Akiko Ashizawa dari Jepang, hingga editor Lee Chatametikool dan departemen suara Akritchalerm Kalayanamitr dari Thailand.

"Kolaborasi dan kerja sama sangat banyak dengan kru dari luar Indonesia. Kami mengupayakan untuk ada kerja sama itu dari awal. Kaitannya juga dengan bagaimana cerita ini bisa dimiliki tidak cuma Indonesia, tapi juga bisa dinikmati seluas mungkin," jelas Edwin.

"Walaupun cerita berlatar di Indonesia, tapi juga mampu diterjemahkan, diapresiasi dan dikerjakan secara kreatif dengan sineas luar negeri. Itu adalah daya tarik yang menarik," ujarnya melanjutkan.

Sutradara "Aruna dan Lidahnya" (2018) itu mengatakan, ada banyak masukan dan pengetahuan baru yang berguna dari para sineas yang bekerja bersama di proyek film tersebut, terlepas dari tantangan bahasa hingga sosial dan budaya.

"Banyak input yang berguna dari orang-orang yang mungkin konteks sosial-budayanya tidak terlalu tahu tentang Indonesia, tapi mereka invest ke karakter dan ceritanya. Filmnya sendiri melibatkan genre yang populer seperti Hong Kong style yang sangat populer di Asia. Bahasa itu saja sudah sangat memikat bagi kami semua dan banyak yang bisa dieksplor dari situ," paparnya.

Sementara itu, "Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas" segera tayang mulai 2 Desember di bioskop seluruh Indonesia.

Film ini mendapatkan klasifikasi 17+ dari Lembaga Sensor Film, meski Palari Films mengimbau film ini untuk 18+ (Khusus Dewasa).

"Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas" dibintangi oleh Marthino Lio, Ladya Cheryl, Reza Rahadian, Ratu Felisha, Sal Priadi, dan banyak lainnya.

Baca juga: "Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas" tayang 2 Desember 2021

Baca juga: "Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas" wakili Indonesia di Tokyo

Baca juga: Tiga film Indonesia masuk seleksi Festival Film Busan 2021

Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2021