Jakarta (ANTARA) - Investasi pada pengembangan infrastruktur telekomunikasi dinilai menjadi kunci utama dalam menciptakan beragam inovasi dan solusi layanan seluler yang berkualitas di Tanah Air.

Tren positif investasi pada industri telekomunikasi merupakan bentuk implementasi kebijakan pemerintah untuk mendorong pemerataan akses telekomunikasi terutama di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) di Indonesia sejalan dengan arah pengembangan ekosistem ekonomi digital Indonesia.

“Dalam industri telekomunikasi siapa yang menguasai jaringan maka dia yang memenangkan persaingan,” kata pengamat telekomunikasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Joseph M. Edward.

Ketua Pusat Studi Kebijakan Industri dan Regulasi Telekomunikasi Indonesia ITB ini menyoroti fenomena merger atau konsolidasi yang dilakukan oleh Indosat Ooredoo dengan Tri kini berubah nama menjadi Indosat Ooredoo Hutchison (IOH).

“Penggabungan ini bisa menciptakan layanan dan inovasi terbaik, yang didorong terciptanya struktur pasar dan industri yang lebih kompetitif, karena konsumen dapat menikmati layanan telekomunikasi dengan tarif terjangkau dan berkualitas.” katanya.

Merger merupakan penggabungan dua bisnis yang saling melengkapi untuk menciptakan sebuah perusahaan telekomunikasi digital dan internet yang lebih besar dan lebih kuat secara komersial

Dengan bergabungnya Indosat dan Tri menjadi IOH maka kekuatan finansial perusahaan baru akan lebih kuat dan mampu memperluas jaringan infrastruktur karena terjadi efisiensi pada investasi, namun cakupan pengembangan bisa lebih luas.

Efisiensi antara lain bisa terlihat dari pemanfaatan menara telekomunikasi (tower) milik Indosat yang kemudian dapat dipasang BTS seluler Tri sehingga tower di satu wilayah menjadi satu.

“Ini akan terjadi optimasi jaringan antara Indosat dan Tri di luar pulau Jawa, terutama di daerah 3T yang menjadi syarat dari konsolidasi. Harus saling mengisi, di mana di satu lokasi tidak perlu lagi membangun menara baru, namun mengoptimalkannya. Pelanggan lama tidak dirugikan, namun akan muncul pelanggan baru Tri di sejumlah daerah,” katanya.

Dengan demikian, investasi belanja modal (capex) yang mencapai hingga Rp8 triliun oleh IOH ke depan dapat lebih maksimal karena dapat dialokasikan untuk meningkatkan pengalaman pelanggan melalui investasi di jaringan, IT, aplikasi CX dan inovasi lainnya.

Capex yang digelontorkan IOH harus lebih meningkat karena mereka sudah memiliki proyeksi yang jauh lebih matang dalam mengembangkan layanan ke masyarakat.

Terkait frekuensi sebesar 2x5 MHz pada spektrum 2,1 GHz yang harus dikembalikan kepada Pemerintah sebagai dampak dari konsolidasi IOH, Edward mengatakan hal itu tidak akan menjadi persoalan pada perusahaan.

Pengembalian frekuensi tidak menjadi masalah bagi IOH, karena dengan hasil penggabungan perusahaan masih memiliki lebar pita yang signifikan pada 2,1 MHz sehingga sangat mampu bersaing dengan operator lainnya.

Selanjutnya, kebijakan penataan kembali (refarming) spektrum frekvensi yang dilakukan pemerintah akibat merger tersebut diharapkan membuat spektrum milik IOH akan contigous (berdampingan) sehingga lebih menguntungkan bagi perusahaan.

Setelah refarming, jumlah frekuensi IOH juga menjadi lebih lebar pada semua spektrum yang dapat terutama di 2,1 MHz yang dapat dimanfaatkan untuk memperluas layanan seluler 4G, maupun layanan 5G yang sudah di depan mata.

“Frekuensi 2,1 MHz peruntukkannya untuk 4G karena sudah lebih siap dari sisi handset dan komunitas serta ekosistem pelanggan. Namun, ke depan bisa blended dengan 5G. Teknologi 5G saat ini lebih mahal, namun ke depan akan terbalik investasi 5G akan jauh lebih murah,” katanya.

Efisiensi

Industri telekomunikasi merupakan sektor usaha yang selalu menjadi perhatian pasar karena terkait erat dengan era digitalisasi ekonomi dan semua aspek kehidupan masyarakat.

Aksi korporasi Indosat Ooredoo (ISAT) yang berkonsolidasi dengan Tri menjadi IOH juga menjadi salah satu isu yang terus berkembang di pasar saham.

Analis RHB Sekuritas Michael W Setjoadi mengatakan, IOH entitas baru bisnis diproyeksikan memberikan nilai tambah tambah bagi pelanggan layanan telekomunikasi dan pemegang saham karena konsolidasi antar operator adalah jawaban untuk membuat industri lebih efisien

“Dampak efisiensi dari konsolidasi bisa mencapai sekitar 300-500 juta dolar AS yang akan terjadi di tahun ketiga hingga kelima. Saat yang sama, merger ini juga bisa memberikan pertumbuhan Ebitda sekitar 20 persen,” katanya.

Investasi infrastruktur yang akan dijalankan IOH dapat meningkatkan kapasitas dan cakupan layanan yang lebih luas, terlebih ketentuan dari Kemenkominfo bahwa merger tersebut mengharuskan IOH melakukan ekspansi jaringan di wilayah 3T.

Michael menjelaskan, sepanjang tahun 2021 saham ISAT berada dalam tren penguatan yang relatif lemah jika dibandingkan dengan naiknya harga secara agresif di bulan Desember 2020.

Dari indikator MACD (konvergensi/divergensi rata-rata bergerak) sudah terlihat adanya indikasi divergence sehingga pengambilan posisi beli saat ini disarankan sebatas pada posisi trading terlebih dahulu sembari memperhatikan perubahan tren berikutnya.

“Dapat diperhatikan support penting di 6050, resisten terdekat di 7475 serta area beli yang direkomendasikan jika ISAT mengalami koreksi ke 6400-6600,” katanya.

Sementara itu, Analis Trimegah Sekuritas Richardson Raymond mengatakan penggabungan Indosat-Tri menjadi IOH akan menciptakan sinergi di sisi cost-efficiency, sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan memberi nilai tamah bagi pemegang saham.

“Pelanggan dan masyarakat diuntungkan dengan peningkatan kualitas layanan dari operator, seiring lebih sehatnya kompetisi dalam bidang layanan bukan harga (price war),” kata Richardson.

Indosat Ooredoo pada September 2021 membukukan total pendapatan Rp23 triliun atau naik 12 persen year on year/yoy dan laba bersih laba bersih sebesar Rp5,8 triliun. EBITDA meningkat 22,7 persen yoy mencapai Rp10,4 triliun karena kombinasi pertumbuhan top-line dan fokus berkelanjutan pada efisiensi biaya operasional.

"Strategi transformasi kami memperlihatkan bahwa perusahaan mempertahankan momentum pertumbuhannya dan memberikan kinerja keuangan yang sangat baik. Dalam sembilan bulan tahun ini, pertumbuhan pendapatan kami terus berlanjut mengungguli industri," kata Director & Chief Financial Officer Indosat Ooredo Eyas Naif Assaf.

Dengan merger tersebut, Indosat Ooredoo Hutchison akan menjadi perusahaan telekomunikasi terbesar kedua di Indonesia dengan perkiraan pendapatan tahunan hingga 3 miliar dolar AS.

Saat ini, Indosat memiliki 60 juta pelanggan aktif yang tersebar di seluruh Tanah Air, sedangkan H3I memiliki pelanggan sebanyak 44 juta, sehingga dengan penggabungan jumlah pelanggan keduanya mencapai 104 juta pelanggan.

Dari sisi spektrum frekuensi, penggabungan Indosat dan H3I akan menggenggam frekuensi sebesar 72,5 MHz terdiri atas frekuensi 900 MHz (2 X 12,5), frekuensi 1800 MHz (2 X 20, 2 X 10), dan frekuensi 2100 MHz (4 X 15), sehingga sangat memadai untuk mengelola jumlah pelanggannya dan potensi penambahan jumlah pelanggan baru.

Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021