Istri atau suami dan anak-anak dari perkawinan campuran adalah keluarga besar kita. Tentu harus kita beri perlindungan
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar menyatakan, RUU tentang Keimigrasian yang telah disahkan DPR RI menjadi momentum paling dahsyat dalam reformasi di bidang keimigrasian.

"UU ini nantinya memberi perlindungan kepada WNI dan keluarganya terkait perkawinan campuran. Istri atau suami dan anak-anak dari perkawinan campuran adalah keluarga besar kita. Tentu harus kita beri perlindungan," katanya.

Dia mengemukakan hal itu  kepada pers usai Rapat Paripurna DPR RI di Gedung DPR di Senayan Jakarta, Kamis. Rapat paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso secara aklamasi mengesahkan RUU tentang Keimigrasian yang telah diajukan pemerintah sejak 2005.

Berbagai ketentuan menyangkut status kewarganegaraan dan keimigrasian diatur dalam UU ini. Misalnya, mengenai perkawinan campuran.

Perlindungan kepada keluarga yang melakukan perkawinan campuran ini, kata Patrialis, merupakan bentuk perlindungan HAM yang nyata dari negara kepada wrganya. "Ini merupakan tugas negara sebagai bagian dari perlindungan HAM," katanya.

Melalui proses perkawinan yang sah, seorang WNI yang melakukan perkawinan dengan warga negara lain, berhak memperoleh beberapa fasilitas.

Bila salah satu pasangan datang ke Indonesia dengan izin kunjungan, maka setelah melakukan perkawinan campuran, akan mendapat izin tinggal terbatas.

Setelah perkawinan berumur lima tahun, maka berhak memperoleh fasilitas izin tinggal tetap.

Anak-anak hasil perkawinan campuran yang tinggal di Indonesia dan tidak termasuk kewarganegaraan ganda, maka akan langsung berhak mendapat fasilitas visa dan izin tinggal tetap yang berlaku dua tahun. Selanjutnya diberi izin tinggal tetap.

Terhadap anak dari perkawinan campuran yang lahir di Indonesia, diberi hak izin tinggal tetap. UU ini juga mengatur bahwa pemegang visa dan izin tinggal terbatas diberi hak untuk mencari kerja demi keluarganya. "Ini juga demi kemanusiaan," kata Patrialis.

UU ini juga mengatur mengenai sanksi terhadap WNI yang melakukan perkawinan semu. Perkawinan semu ini merupakan perkawinan yang dilakukan seorang WNI dengan WNA demi mendapatkan imbalan.

Misalnya, perempuan WNI yang beberapa kali melakukan perkawinan campuran dengan WNA demi mendapatkan izin tinggal tetap bagi WNA itu. "Ada yang mencari duit dengan cara demikian," kata Menteri.

Pelanggaran atas ketentuan itu adalah ancaman penjara lima tahun penjara dan denda maksimal Rp500 juta. (S023/D011)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011