Palembang (ANTARA News) - Dewan Pers selama tahun 2010 menangani sedikitnya 66 kasus kekerasan dialami jurnalis dan media massa, kata Agus Sudibyo, anggota Dewan Pers yang menangani Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Pers.

Dalam Sosialisasi Standar Kompetensi Wartawan di Palembang, Kamis, Agus Sudibyo merincikan sebanyak 66 kasus kekerasan terhadap wartawan itu, di antaranya berupa kekerasan fisik, kekerasan verbal atau ancaman, perusakan peralatan, perusakan terhadap kantor media massa, dan bahkan sampai pada pembunuhan wartawan.

"Dewan Pers mendorong agar semua pihak dapat menghormati profesi pers dan melindungi kebebasan pers, serta penegak hukum dapat mengungkapkan kasus kekerasan termasuk pembunuhan terhadap wartawan," kata anggota Dewan Pers dari wakil tokoh masyarakat yang juga Wakil Direktur Yayasan SET Jakarta itu.

Karena itu, menurut Agus, pihaknya akan selalu mempertanyakan penanganan hukum atas kasus kekerasan dan pembunuhan terhadap wartawan yang tidak tuntas dan tidak diketahui pelakunya sampai sekarang.

Dia mencontohkan kasus terbunuhnya seorang wartawan SUN TV, Ridwan Salamun, pada 21 Agustus 2010 di Desa Fiditan, Kecamatan Dullah Utara, Kota Tual, Maluku.

Ridwan tewas saat meliput bentrokan antarwarga di kompleks Banda Eli dan Dusun Mangun di Desa Fiditin, Kota Tual, akibat bacokan dan hantaman benda tumpul.

Majelis hakim membebaskan tiga terdakwa, yang hanya mendapatkan tuntutan delapan bulan penjara dan denda sebesar Rp1000, yang bagi keluarga korban merupakan sebuah tuntutan yang terlalu ringan bagi kasus pembunuhan, sehingga memicu reaksi protes dari kalangan wartawan di berbagai daerah itu.

Agus juga menyebutkan kasus kematian wartawan Harian Bernas Yogyakarta, Fuad Muhammad Syafrudin alias Udin pada 16 Agustus 1996 lalu, hingga sekarang tidak diketahui siapa pelakunya.

"Sudah lewat 15 tahun, kasus kematian Udin sampai sekarang tidak jelas pembunuhnya, bahkan presiden sudah lima kali berganti tidak juga bisa mengungkapkan siapa pelakunya," ujar Agus lagi.

Namun Agus juga mengingatkan, adanya kasus kekerasan terhadap wartawan yang ditangani Dewan Pers, setelah dilakukan pengusutan menunjukkan tidak selamanya jurnalis itu murni menjadi korban kekerasan.

Dewan Pers, menurut dia, juga menemukan kekerasan terhadap jurnalis dipicu atau didahului oleh tindakan yang tidak profesional dari jurnalis itu sendiri, seperti mengumpat, melanggar privasi, membenturkan kamera, bahkan melakukan pemukulan lebih dulu kepada narasumber atau orang lainnya.

Ia menilai, problem berkaitan dengan kekerasan terhadap media itu, antara lain akibat masyarakat yang belum memahami fungsi sosial media massa, dan media yang belum mencerminkan kebutuhan masyarakat di sekitarnya.

"Negara juga tidak dapat memberikan jaminan keamanan, bahkan cenderung melakukan pembiaran, serta jurnalis yang kurang profesional atau kurang etis dalam melaksanakan tugas jurnalistik," kata Agus pula.

Dia juga mengingatkan agar media tempat wartawan itu bekerja, tidak lalai dalam memberikan jurnalis fasilitas, kesejahteraan, jaminan keamanan, pengetahuan dan bantuan hukum yang memadai, saat menghadapi masalah dan menjadi korban tindak kekerasan seperti itu.

Sosialisasi Standar Kompetensi Wartawan dilaksanakan Dewan Pers di Palembang ini, menghadirkan pula dua narasumber lain, yaitu Wina Armada Sukardi, anggota Dewan Pers yang juga Ketua Tim Perumus Standar Kompetensi Wartawan, dan Petrus Suryadi Sutrisno, pengajar pada Lembaga Pers Dr Sutomo (LPDS) Jakarta.

Pimpinan media massa cetak dan elektronik serta kantor berita termasuk media online, wakil organisasi pers dan penerbit surat kabar di Sumsel, diundang mengikuti sosialisasi tersebut, untuk menindaklanjuti salah satu kesepakatan Piagam Palembang yang ditelurkan pada Hari Pers Nasional di daerah ini tahun 2010 lalu itu.(*)

(T.B014/Z002)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011