Benghazi (ANTARA News) - Pemimpin pemberontak Libya Mustafa Abdul Jalil hari Senin menolak prakarsa Uni Afrika (AU) mengenai gencatan senjata dengan pasukan Moamer Kadhafi dan tetap menuntut pengunduran diri presiden kawakan Libya itu.

"Prakarsa (AU) ini telah terlewatkan. Sejak hari pertama tuntutan bangsa kami adalah penggulingan Kadhafi dan keruntuhan rejim," kata Abdul Jalil pada jumpa pers di kota Benghazi yang dikuasai pemberontak.

"Kadhafi dan putra-putranya harus segera pergi jika mereka ingin aman... Setiap prakarsa yang tidak mencakup tuntutan rakyat, tuntutan umum, tuntutan penting, tidak mungkin bisa kami akui," katanya seperti dilaporkan AFP.

Abdul Jalil menolak segala bentuk penengahan yang akan memungkinkan Kadhafi tetap berkuasa, dan ia mengecam orang kuat Libya itu.

"Kami tidak bisa berunding dengan diiringi darah syuhada. Kami akan mati bersama mereka atau menang, dan isya Allah, kami akan menang," kata pemimpin pemberontak itu.

Abdul Jalil mengatakan, prakarsa AU itu "sama dengan seruan Dewan Keamanan PBB bagi gencatan senjata dan perlindungan warga sipil serta membiarkan rakyat Libya menentukan masa depan mereka sendiri".

"Prakarsa yang diajukan hari ini telah diputuskan sejak 10 Maret. Sebulan telah berlallu... selama masa panjang ini Kolonel Moamer Kadhafi tidak menghormati keputusan-keputusan ini, ia membom penduduk sipil dengan pesawat, rudal dan roket. Ia mengepung kota-kota dengan pasukannya. Ia menempatkan pasukan keamanan dalam pakaian sipil di dalam batas-batas kota," tambahnya.

Pernyataan Jalil itu disampaikan setelah perundingan dengan delegasi para kepala negara Afrika di Benghazi, Senin, sehari setelah Kadhafi menerima usul perdamaian tersebut.

Empat presiden Afrika -- Mohamed Ould Abdel Aziz (Mauritania), Amadou Toumani Toure (Mali), Denis Sassou Nguesso (Kongo) dan Jacob Zuma (Afrika Selatan) -- tiba bandara Mitiga dekat Tripoli, pada Minggu.

Delegasi Uni Afrika (AU) itu juga mencakup Menteri Luar Negeri Uganda Henry Oryem Okello, yang mewakili Presiden Yoweri Museveni, kepala negara kelima yang membentuk panel AU.

Misi perdamaian mereka itu dilakukan ketika pesawat-pesawat tempur Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) melancarkan serangan terhadap loyalis Kadhafi di kota pelabuhan Misrata setelah pasukan pemerintah membunuh sedikitnya 11 orang di daerah itu pada akhir pekan, kata pemberontak.

Delegasi tersebut bertemu dengan Kadhafi di Tripoli pada Minggu, dan Jacob Zuma mengatakan, pemimpin Libya itu telah menyetujui rencana gencatan senjata AU yang akan menghentikan operasi pemboman NATO.

Libya kini digempur pasukan internasional sesuai dengan mandat PBB yang disahkan pada 17 Maret.

Resolusi 1973 DK PBB disahkan ketika kekerasan dikabarkan terus berlangsung di Libya dengan laporan-laporan mengenai serangan udara oleh pasukan Moamer Kadhafi, yang membuat marah Barat.

Selama beberapa waktu hampir seluruh wilayah negara Afrika utara itu terlepas dari kendali Kadhafi setelah pemberontakan rakyat meletus di kota pelabuhan Benghazi pada pertengahan Februari. Namun, kini pasukan Kadhafi dikabarkan telah berhasil menguasai lagi daerah-daerah tersebut.

Ratusan orang tewas dalam penumpasan brutal oleh pasukan pemerintah dan ribuan warga asing bergegas meninggalkan Libya pada pekan pertama pemberontakan itu.

Kadhafi (68) adalah pemimpin terlama di dunia Arab dan telah berkuasa selama empat dasawarsa. Kadhafi bersikeras akan tetap berkuasa meski ia ditentang banyak pihak.

Aktivis pro-demokrasi di sejumlah negara Arab, termasuk Libya, terinspirasi oleh pemberontakan di Tunisia dan Mesir yang berhasil menumbangkan pemerintah yang telah berkuasa puluhan tahun. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011