Amlapura (ANTARA News) - Tim Provinsi Bali yang melakukan pengamatan atas keberadaan ulat bulu di Kabupaten Karangasem, memastikan bahwa binatang yang kini merambah pepohonan di daerah itu adalah jenis ulat sutra emas.

"Itu justru jenis ulat yang membawa berkah, yakni ulat sutra emas yang benang kepompongnya dapat dipakai bahan baku atau aksesori busana," kata Kepala Dinas Pertanian Bali Ir Made Putra Suryawan di Amlapura, Sabtu.

Suryawan yang memimpin langsung tim tersebut, juga melakukan pengamatan serupa di sejumlah desa di Kabupaten Klungkung.

Dari hasil pengamatan tim, kata dia, ternyata menemukan jawaban yang cukup menggembirakan dari kemunculan fenomena alam di Kabupaten Karangasem ini.

Ketika mengadakan pengamatan secara lebih seksama di Banjar Giok, Desa Tumbu, Karangasem, tim menemukan bahwa binatang yang ditakuti masyarakat itu adalah ulat pembawa berkah, karena satwa tersebut ternyata ulat sutra emas (Crucula trifenestrata).

"Binatang berbulu dan merayap itu adalah ulat sutra emas yang hidup secara liar," ucapnya sambil tersenyum.

Kadistan mengaku bahwa pihaknya sudah memastikan kalau ulat tersebut adalah jenis ulat sutra emas yang biasa dipelihara orang, namun kini hidup secara liar di alam bebas.

Seorang pengusaha kain dari Denpasar yang secara khusus datang ke lokasi, bahkan langsung menyatakan kesediaannya membeli kokon atau kepompong dari ulat sutra emas itu.

Ia juga menyatakan keinginannya mengembangbiakkan ulat bulu jenis itu. Satu kilo kepompong yang diperkirakan berisi 400 kokon, siap dihargai hingga Rp200.000.

Mendengar penegasan Kadistan dan penyampaian dari pengusaha kain itu, seketika membuat masyarakat setempat berubah sikap. Mereka yang semula menginginkan ulat itu dibasmi, kini malah menyatakan ingin memelihara dan mengembangbiakkannya.

Fenomena ulat bulu yang menimpa Bali sejak dua pekan ini, ternyata yang di Karangasem membawa berkah tersendiri.

Ulat tersebut selama ini diketahui telah memangsa daun jambu mete, kedondong dan alpukat yang tumbuh di Banjar Giok, Desa Tumbu.

Selain di Desa Tumbu, jenis "Crucula trifenestrata" yang hidup liar kini juga ditemukan di Desa Susuan, Amlapura, yang juga memakan daun alpukat.

Dengan temuan itu, Suryawan berharap ada pengusaha lokal yang siap mengembangkan dan memintal menjadi benang sutra emas alami untuk menambah pernak-pernik pada pakaian.

Kepada masyarakat di tempat lain di Bali, ia minta untuk tidak resah dan panik ketika di sekitar tempat tinggal menemukan ulat bulu.

"Siapa tahu, ulat bulu itu bukan hama, akan tetapi suatu berkah seperti yang kini muncul di Karangasem," ujarnya, menambahkan.
(T.P004/C004)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011