Jakarta (ANTARA) - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Nadia Fairuza mengatakan peningkatan kompetensi serta kesejahteraan guru diperlukan untuk mendidik para siswa di Tanah Air menghadapi masa bonus demografi di mana jumlah penduduk usia produktif akan melebihi penduduk usia non-produktif pada 2030-2040.

“Dalam beberapa waktu terakhir, pemerintah sudah mengupayakan peningkatan kualitas serta kesejahteraan guru. Beberapa program yang gencar dilakukan pemerintah adalah program sertifikasi dan tunjangan profesi guru. Namun, program-program ini belum mampu membawa perubahan pada kualitas pendidikan di Tanah Air,” ujar Peneliti CIPS Nadia Fairuza dalam pernyataan yang diterima di Jakarta pada Kamis.

Memperingati Hari Guru Nasional 2021 yang diperingati setiap 25 November, Nadia mengingatkan bahwa pandemi COVID-19 semakin menguatkan urgensi perbaikan kompetensi guru di Indonesia, khususnya pada penguasaan teknologi digital.

Tidak hanya siswa yang dipaksa beradaptasi lewat pembelajaran jarak jauh, para guru juga dipaksa beradaptasi untuk mengajar menggunakan metode yang jauh berbeda dari biasanya dengan tidak semuanya membuahkan hasil memuaskan.

Baca juga: Ketua DPR minta pemerintah perhatikan nasib guru honorer

Baca juga: Anggota DPR: Hari Guru momentum tuntaskan rekrutmen sejuta honorer


Peningkatan itu penting mengingat pada 2030-2040, jumlah penduduk usia produktif atau dalam rentang 15-64 tahun akan melebihi jumlah penduduk usia non-produktif. Bonus demografi itu perlu dimanfaatkan dengan baik melalui ketersediaan sumber daya manusia yang kompeten di bidangnya masing-masing dan juga sehat jiwa raga.

Pemerintah sendiri sudah meluncurkan program sertifikasi guru dan yang memenuhi persyaratan administratif berhak memperoleh tunjangan profesi. Namun, masih terdapat isu dalam proses tersebut.

Dia menyoroti masih adanya ketidaksesuaian data yang diinput oleh operator sekolah dan yang ada di Data Pokok Pendidikan (Dapodik) dapat menyebabkan permasalahan dalam proses distribusi Tunjangan Profesi Guru (TPG). Apabila tidak ada kesamaan data, maka guru tersebut tidak akan mendapatkan TPG yang telah menjadi haknya.

Dengan masih banyak guru yang belum memiliki pendapatan memadai, banyak pula belum tersertifikasi dan karenanya tidak menerima TPG. Kondisi seperti itu banyak dialami guru berstatus honorer.

Meski baru-baru ini pemerintah membuka kesempatan bagi guru honorer untuk mengikuti skema Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Namun, walaupun semua guru honorer memiliki andil yang sama dalam mendidik dan mengajar anak-anak bangsa, hanya sebagian kecil yang dapat lulus seleksi melalui skema PPPK dan berkesempatan meningkatkan derajat hidup.

“Tanpa pandemi pun, persoalan laten seperti rendahnya kualitas guru, kurangnya infrastruktur pendukung pembelajaran masih menjadi persoalan. Pemerintah perlu segera bergerak supaya tujuan bonus demografi bisa dicapai,” demikian Nadia.*

Baca juga: Hari Guru, Mr. Jarwo ngaku jadi anak kesayangan guru

Baca juga: Wapres: Kepada para guru, terima kasih atas dedikasi kalian


Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021