"Saya dianugerahi Tuhan untuk ngemong. Bisa jadi saya tidak sepenuhnya benar, tapi inilah manajemen yang saya jalani selama ini."
Jakarta (ANTARA News) - Aula Lobi Gedung Pendukung Operasional (GPO) Televisi Republik Indonesia (TVRI) Jakarta pada Selasa jelang siang itu dipenuhi cahaya lampu kilat kamera. Baik kamera wartawan maupun tamu. Obyeknya hanya satu, Jakob Oetama.

"Mas Margiono, Anda dan teman-teman kok malah menjadikan saya selebriti dadakan ya. Kok lucu ya, wartawan jadi obyek berita," kata Jakob Oetama kepada Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Margiono, dalam acara Silaturahmi Pers Nasional itu.

Ucapan Pak Jakob --demikian sapaan kalangan pers untuk Jakob Oetama-- tersebut lantaran dirinya mendapat liputan wartawan karena menerima anugerah Medali Emas Spirit Jurnalisme dari komunitas Hari Pers Nasional (HPN) 2011.

Pria kelahiran Borobudur, Jawa Tengah, pada 80 tahun lalu itu dinilai memiliki jasa luar biasa kepada pers nasional dalam membangkitkan semangat berjurnalisme menyangkut memajukan karya jurnalistik, dunia pendidikan dan manajemen pers sehingga pantas menjadi contoh dan teladan bagi insan pers lain.

Sejak kehadirannya di gedung TVRI, Pak Jakob langsung menjadi perhatian para tamu maupun sejumlah karyawan lembaga penyiaran publik (LPP) itu.

Banyak di antara mereka secara bergiliran ingin berfoto bersama Jakob Oetama. Bahkan, beberapa orang terlihat langsung merangkul dan mencium tangan pendiri kelompok Kompas Gramedia (KG) tersebut.

Menanggapi antusiasme para tamu, Pak Jakob pun tampak kewalahan walau tetap sabar untuk bersalaman, berfoto sambil terus menebar senyum khasnya. "Ya, ya. Saya senang bisa ketemu semuanya. Ini termasuk reuni akbar ya?," katanya, ditimpali ketawa.

"Pak Jakob memang pantas jadi selebritis, pesohor. Lha medianya selama ini kan sudah menciptakan selebritis," kata Arswendo Atmowiloto, budayawan yang menjadi salah seorang tamu undangan dan juga penuh antusiasme bertemu Pak Jakob.

Mas Wendo --panggilan akrab bagi Arswendo-- berpendapat, Jakob Oetama wajar untuk dikagumi, apalagi bagi kalangan pers. "Pak Jakob itu sosok yang penuh dinamika, dan jujur dalam menyikapi banyak hal. Beliau halus bertutur kata dalam menegakkan prinsip. Saya termasuk yang beruntung mengenal dan pernah jadi anak buah Pak Jakob," katanya.

Beberapa wartawan yang hadir pun menyebut bahwa Arswendo rela mengenakan baju batik demi Pak Jakob. Pasalnya, Mas Wendo selama identik berpakakaian celana jeans dan kaos oblong kemana pun ia hadir.

Saat talk show di panggung Silaturahmi Pers Nasional, Pak Jakob mengungkap sejumlah hal berkaitan dengan spiritnya dalam berjunalisme, mengembangkan manajemen pers, dan memperjuangkan pendidikan bagi wartawan.

"Saya dianugerahi Tuhan untuk ngemong. Bisa jadi saya tidak sepenuhnya benar, tapi inilah manajemen yang saya jalani selama ini," ujarnya. Ngemong adalah istilah Jawa untuk seseorang yang mengasuh, melayani sekaligus mendidik pihak yang lebih muda.

Selain itu, ia mengemukakan, "Saya pernah punya dua pilihan. Menjadi guru atau wartawan. Saya kemudian memilih jadi wartawan, seperti Rosihan Anwar yang pekan lalu meninggalkan kita untuk selamanya. Saya tidak pernah menyesali, bahkan bangga menjadi wartawan."

Ia pun menambahkan, ""Semua anugerah yang Tuhan berikan, termasuk penghargaan ini, tentu saja mengharuskan saya lebih rendah hati."

Komunitas HPN yang menetapkan anugerah Medali Emas Spirit Jurnalisme terdiri atas Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Dewan Pers, Serikat Penerbit Suratkabar (SPS), Serikat Grafika Pers (SGP), Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI), Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI).

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011