Jakarta (ANTARA) - Aplikasi pencatatan keuangan BukuKas terus mendukung dan membantu para pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) untuk melakukan transformasi digital yang kini menjadi sebuah keniscayaan selama pandemi COVID-19.

Juru Bicara BukuKas Tri Sukma Anreianno mengatakan, dengan semakin tersedianya aplikasi pencatatan keuangan yang mudah digunakan, maka harapannya akan semakin banyak pula UMKM yang go-digital dan mengoptimalkan teknologi untuk memudahkan operasional bisnis harian mereka.

"Kami menyambut baik semakin banyaknya UMKM yang mulai go-digital, hal ini akan mendukung pemulihan ekonomi nasional kita semakin cepat terealisasi. Setelah UMKM bertransformasi digital, perjalanan mereka untuk mempertahankan dan mengembangkan usaha tidak berhenti di situ, dibutuhkan pemahaman yang baik terhadap market serta pemanfaatan solusi digital yang tepat sasaran," ujar Tri dalam keterangan di Jakarta, Senin.

BukuKas sendiri merupakan aplikasi pencatatan keuangan yang dapat diunduh secara gratis yang telah digunakan oleh lebih dari enam juta pelaku UMKM yang tersebar di berbagai kota di Indonesia

Pengguna, yang mayoritas merupakan UMKM, bisa menggunakan aplikasi tersebut untuk membantu mengatur pencatatan, menganalisa penjualan, membuat tagihan, menjaga stok dan bahkan membuat laporan keuangan sederhana

Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM mendorong agar usaha mikro, kecil dan menengah segera melek digital agar bertumbuh pasca pandemi melalui bisnis yang akuntabel, sehingga memperoleh akses pendanaan dari lembaga keuangan.

Deputi Bidang Usaha Mikro, Kementerian Koperasi & UKM Eddy Satriya mengatakan, digitalisasi sebenarnya telah jauh lebih memudahkan pelaku UMKM baik dalam membantu mengenalkan produk, menaikkan omzet hingga membantu mencatat dan membuat laporan keuangan.

"Mungkin untuk mengenalkan produk dan menaikkan omzet, sudah digital ya. Saya ingin menyorot pentingnya aplikasi pencatatan keuangan digital seperti BukuKas dalam mendorong perkembangan UMKM dan menjadikan mereka lebih berdaya. Selain untuk meningkatkan skala bisnis, pendanaan dari perbankan juga bisa menyelamatkan pelaku UMKM saat adanya krisis yang mengganggu aktivitas usaha," ujar Eddy.

Saat ini, data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) merekam sebanyak 23 juta pelaku UMKM di Indonesia tidak mendapat akses pendanaan dari perbankan. Adapun jumlah pelaku UMKM yang telah mendapat pendanaan dari bank baru mencapai 41 juta pelaku UMKM.

"UMKM harus lebih kuat. Terutama di bagian pencatatan arus kas masuk dan keluar. Itu akan menjadikan UMKM akuntabel. Dengan akuntabilitas yang bagus, kredibilitas akan meningkat. Selanjutnya, akan mempermudah akses ke perbankan," kata Eddy.

Survei dari SMESCO Indonesia pada 2020 menyebut sebanyak 35,6 persen pelaku UMKM di sektor pengolahan makanan mengalami penurunan omzet yang drastis saat pandemi. Penurunan tersebut juga ditemui pada pelaku UMKM di sektor lainnya.

Dalam survei yang sama, 13,8 persen pelaku UMKM sektor kerajinan, 16 persen pelaku sektor fesyen dan 15 persen sektor lainnya seperti rumah makan, jasa, manufaktur, pertanian, warung kopi, juga alami penurunan omzet yang drastis saat dihantam pandemi COVID-19.

Data Kemekop dan UKM pada Oktober 2021 juga menyebutkan 99 persen UMKM telah terhubung dengan ekosistem digital selama pandemi. Jumlah UMKM yang sudah memanfaatkan digital ekosistem tersebut mencapai 15,9 juta atau 24,9 persen dari total UMKM sebanyak 65 juta di Indonesia.

Baca juga: UMKM didorong manfaatkan aplikasi digital dalam pencatatan keuangan
Baca juga: BNI dukung digitalisasi UMKM dan koperasi lewat jaringan agen
Baca juga: Pentingnya perlindungan keamanan siber dalam digitalisasi UMKM

 

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2021