Jakarta (ANTARA News) - Dewan Perwakilan Rakyat diminta untuk mencegah pemerintah yang ingin membeli divestasi saham PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) sebesar 7 persen. Pasalnya, anggaran yang diambil pemerintah untuk membeli divestasi saham PT NTT berasal dari dana Pusat Investasi Pemerintah (PIP) yang tidak ada dalam pos APBN.

"Pemerintah tidak bisa secara sepihak menggunakan segala cara untuk mewujudkan keinginannya. DPR harus bertindak tegas dengan menolak rencana divestasi saham PT NNT oleh pemerintah pusat," kata Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Berry Nahdian Forqan, di Jakarta, Sabtu.

Berry menambahkan, pos anggaran PIP yang akan digunakan untuk pembelian saham PT NNT itu pun berpotensi dapat menimbulkan ketidaktransparanan dalam penyalurannya.

Menurut dia, keinginan pemerintah untuk membeli divestasi saham PT NTT sebagaimana yang disampaikan oleh Menteri Keuangan Agus Martowardojo akan mengurangi hak pemerintah daerah dalam divestasi saham PT Newmont.

"Saya sepakat, divestasi saham itu diberikan kepada Pemda (Pemerintah Daerah). Jika saham divestasi diberikan kepada Pemda, upaya penguatan kapasitas daerah bisa berjalan secara optimal. Bisa mendorong upaya peningkatan perekonomian lokal," katanya.

Berry menambahkan, semangat memperkuat kapasitas daerah jauh lebih baik ketimbang mengikuti keinginan pemerintah pusat untuk membeli saham perusahaan tambang tersebut.

Sebelumnya, Menkeu Agus Martowardojo menegaskan, Pemerintah tetap akan membeli sisa saham divestasi PT NNT sebesar 7 persen. Dana untuk pembelian itu akan diambil dari dana Pusat Investasi Pemerintah (PIP).

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VII Effendy Simbolon menyatakan, Pemerintah Pusat harus konsisten dengan keputusan awal untuk tidak mengambil saham Newmont.

Berry mengingatkan, sudah banyak preseden buruk terkait penyalahgunaan kewenangan hukum ketatanegaraan terkait penyelenggaraan keuangan negara yang sudah dilanggar dalam kasus-kasus divestasi saham semacam itu.

"Tentunya, organisasi masyarakat sipil tidak akan tinggal diam dan menyuarakan pendapat secara keras terhadap persoalan pelanggaran itu," katanya.

Sebagai catatan, dasar hukum PIP mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 1/2008 tentang Investasi Pemerintah dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 52/PMK.01/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pusat Investasi Pemerintah, Pusat Investasi Pemerintah (PIP) atau Indonesia Investment Agency (IIA). Permenkeu itu diteken pada masa Sri Mulyani, pada 16 Mei 2007, dan bersemangatkan investasi pada pembangunan infrastruktur.

Sesuai kontrak karya, pemegang saham asing NNT diwajibkan mendivestasikan 51 persen saham asingnya yang berjumlah 80 persen itu ke pihak nasional dengan jadwal paling akhir seharusnya Maret 2010.

Sebanyak 20 persen saham PT NNT sudah dikuasai nasional melalui Pukuafu, sehingga PT NNT mesti mendivestasikan 31 persen sisanya.

Jadwal divestasi 31 persen saham PT NNT sesuai kontrak karya adalah 3 persen Maret 2006, 7 persen  Maret 2007, 7 persen Maret 2008, 7 persen Maret 2009, dan 7 persen pada Maret 2010. Namun semua jadwal divestasi itu mundur, dan kini tersisa 7 persen saham untuk jatah divestasi tahun 2010.

PT Multi Daerah Bersaing (MDB) sudah menguasai 24 persen saham divestasi dan berniat memiliki 7 persen divestasi 2010 sisanya. PT MDB merupakan perusahaan patungan PT Daerah Maju Bersama (DMB) dengan PT Multicapital.

Sementara, PT DMB merupakan BUMD milik tiga pemda, yakni Pemda Sumbawa, Pemda Sumbawa Barat, dan Pemprov NTB.(*)
(Zul/R009)

Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011