Jakarta (ANTARA) - Di tengah pandemi COVID-19 saat ini keinginan masyarakat untuk membeli hunian tidak pernah surut, apalagi pemerintah masih memberikan fasilitas bebas PPN sampai akhir 2021 ini.

Berbagai fasilitas pembiayaan untuk memiliki hunian sudah banyak tersedia, mulai dari KPR/KPA konvensional hingga KPR/KPA syariah. Pilihan yang tersedia sangat banyak, tinggal masyarakat mencari yang lebih terjangkau dengan syarat ringan.

Sebagai negara berpenduduk mayoritas beragama Islam, layanan KPR/KPA syariah memang bisa menjadi pilihan, dan bahkan cocok dipadu-padankan dengan pilihan hunian syariah.

Hunian syariah dimaksud bukan sekedar nama perumahan atau klaster yang memiliki nama Islami, tapi juga penyediaan perumahan mulai dari hulu hingga hilir, termasuk produsen, konsumen, serta lembaga keuangan seluruhnya harus syariah.

Persoalan hunian syariah ini juga dikupas tuntas oleh The HUD Institute dalam lokakarya yang melibatkan seluruh "stakeholder"  atau pemangku kepentingan, mulai dari pengembang, lembaga keuangan, pengambil kebijakan, bahkan masyarakat umum.

Baca juga: Kementerian PUPR: pembangunan perumahan tetap berjalan meski pandemi

Menarik disimak dari pertemuan itu, keberhasilan pengembangan properti syariah pada akhirnya ditandai dengan terciptanya sistem perumahan rakyat yang inklusif, stabil, dan memberi manfaat bagi masyarakat konsumen dan pengembang.

Namun, untuk mewujudkan hal itu juga bukan perkara mudah. Butuh Integrasi, sinergi dan kolaborasi yang lebih luas dan saling mendukung antar pemangku kepentingan.
 
Banyak pilihan hunian bagi masyarakat di tengah pandemi. ANTARA/ Ganet Dirgantoro



Ekosistem
Keberhasilan pengembangan properti syariah sendiri sangat bergantung kepada iklim yang tercipta serta dukungan dari masyarakat. Kedua hal ini sepertinya telah terbentuk di masyarakat dengan banyaknya produk-produk syariah, tinggal kini pencetusnya.

Adiwarman Azwar Karim, Anggota Dewan Syariah Nasional (DSN) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjelaskan, kunci bisa berkembang dan majunya pembiayaan properti syariah di Indonesia salah satunya dengan menciptakan ekosistem pembiayaan syariah yang inklusif sehingga bisa dimanfaatkan oleh seluruh lapisan masyarakat .

Pembiayaan syariah, menurut Adiwarman, hanya akan berhasil jika masyarakat pengguna merasakan kenyamanan serta memberikan manfaat. Apabila hunian syariah ini ingin berkembang maka kenyamanan-kenyamanan seperti itu harus segera terwujud.

Segala sesuatunya tidak perlu menunggu hingga lengkap, tapi bisa dimulai dengan membentuk ekosistem. Di era digital seperti sekarang ini untuk membentuk ekosistem syariah sebenarnya tidak terlalu sulit dan langsung dirasakan masyarakat.

Apabila dalam perjalanan menjumpai tantangan, maka bersama-sama kita bareng cari jalan keluar. Syaratnya jangan ada salah satu pihak yang merasa paling penting atau berkuasa, kata Adiwarman yang juga dikenal sebagai pakar pembiayaan syariah.

Dalam mendukung terciptanya ekosistem pembiayaan syariah, lanjut Adiwarman, MUI sudah mengeluarkan banyak fatwa. Untuk pembiayaan perumahan misalnya sudah ada fatwa untuk proses sekuritisasi sehingga likuiditas lembaga pembiayaan syariah bisa terpenuhi. Demikian juga dengan keberadaan BP Tapera, DSN MUI mendorong adanya produk syariah.


Baca juga: Kementerian PUPR: UU Cipta Kerja bakal pacu pembangunan perumahan

Sementara itu Dirjen Perumahan Kementerian PUPR, Khalawi Abdul Hamid, menjelaskan, dari sisi penyediaan maka perumahan subsidi berbasis syariah menjadi salah satu model dalam program sejuta rumah.

Pada kesempatan yang sama Dirjen Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian PUPR, Herry Trisaputra Zuna, memaparkan, berbagai model dan dukungan pemerintah yang sudah dilakukan dalam meningkatkan aksesibilitas layanan pembiayaan bagi MBR di Indonesia, khususnya dalam hal pembiayaan syariah.

Dari sisi potensi pasarnya memang besar, tapi masyarakat yang memanfaatkan KPR syariah baru 16 persen dibandingkan konvensional, sehingga perlu langkah terobosan agar bagaimana pembiayaan perumahan syariah ini menarik.

Direktur Utama PPDPP, Arief Sabaruddin, menjelaskan, diperlukan database yang mutakhir dalam mendukung ekosistem pembiayaan perumahan. Segmentasi di bawah dan di atas perlu diperhatikan agar layanan penyediaan perumahan dapat saling melengkapi. 

Nilai-nilai syariah menjadi satu kesatuan sistem ekosistem penyediaan dan pembiayaan perumahan – tidak bermakna simbolis.

 
Memilih hunian syariah bukan sekedar nama Islami tetapi harus melihat keseluruhan pembangunan mulai dari hulu ke hilir harus mengadopsi prinsip-prinsip agama. ANTARA/ Ganet Dirgantoro



Terobosan
Sedangkan Ketua Umum Asosiasi Developer Properti Syariah (ADPS) M. Arief Gunawan Sungkar memaparkan bahwa properti syariah bisa menjadi terobosan ditegah pandemi.

Arief menunjukkan bukti properti syariah terbukti tidak terpengaruh krisis ekonomi, bahkan tumbuh eksponensial selama periode pandemi 2020-2021. Properti syariah merupakan solusi yang riil bagi masyarakat di Indonesia yang ingin memiliki rumah karena tidak butuh penghasilan tetap dan referensi bank ("non fix income dan unbankable").

Sampai tahun 2021, jelas Arief, sudah menyediakan sebanyak 45.000 unit rumah dari 1.054 lokasi proyek properti syariah. Bisa menyerap lebih dari 5.000 tenaga kerja langsung dan 16.000 pekerja "freelance".

Ia mengklaim terjadi perputaran uang di properti syariah ke bisnis lain saat ini lebih dari Rp100 miliar per bulan. ADPS menghitung total estimasi "market size" properti syariah dari 2013 sampai 2021 adalah Rp20 triliun

ADPS menargetkan sampai 2025 properti syariah non-bank akan membuat 1 juta unit, dengan "market size" sampai Rp400 triliun. Dengan target tenaga kerja di properti syariah di atas 100.000 tenaga kerja langsung dan lebih dari 350.000 tenaga kerja tidak langsung.

Baca juga: Kementerian PUPR akan libatkan bank-pemda kembangkan klinik perumahan

Sementara itu Wakil Ketua Umum DPP Himperra Bidang Properti Syariah Hadiana menjelaskan, kunci utama properti syariah adalah keadilan bagi produsen, perbankan, dan konsumen. 

Konsep syariah dalam properti syariah ada tiga yakni, terhindar dari riba, spekulasi, dan terhindar dari zalim. Selain itu memiliki prinsip halal, profesional, insan (kompetitif), memiliki kepastian hukum.

CEO Tasnim, pengembang properti syariah yang berlokasi di Bogor, Budi Susilo juga menjelaskan modal sosial menjadi faktor kunci keberhasilan. Pengembangan Tasnim tanpa bank. Sehingga "scaling up" model yang dikembangkan perusahaan menjadi tantangan.

Prinsip pengembangan syariah di Tasnim adalah rida, mutualisme (pemilik lahan, developer, konsumen, masyarakat, UMKM), sesuai aturan (agama dan pemerintah), jelasnya.

Direktur PT Sarana Multigriya Finansial (SMF), Heliantopo, menjelaskan, sebagai lembaga pembiayaan sekunder perumahan, SMF dalam waktu dekat ini akan melakukan perluasan kegiatan usaha. Salah satunya sekuritisasi KPR syariah. 

Karena itu SMF akan mendukung berbagai kegiatan termasuk fasilitasi keuangan syariah dan kegiatan riset.

Lebih jauh, Deputi Komisioner Bidang Pengerahan Dana BP Tapera, Eko Arianto, mengungkapkan, kepesertaan BP Tapera didominansi oleh ASN (PNS),  di mana 20 persen peserta BP Tapera memilih syariah, sebagai salah satu skema pembiayaan yang disediakan BP Tapera.

Dengan gambaran ini seharusnya hunian syariah bisa menjadi pilihan masyarakat di tengah pandemi. Regulasi yang mendukung sangat dimungkinkan bagi masyarakat memilik hunian syariah dengan aman.

Baca juga: Genjot pembiayaan, BTN Syariah luncurkan KPR Spektakuler Ramadhan
Baca juga: Bank Syariah Indonesia dorong pertumbuhan pembiayaan perumahan


 

Editor: Riza Harahap
Copyright © ANTARA 2021