Saya sendiri gila bola. Tapi saya mengukur baju saya. Saya menyadari bukan dunia saya dan saya tidak memiliki waktu banyak untuk mengelolanya
Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua DPR RI Pramono Anung menilai, bursa calon ketua umum Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) menjadi panggung politik menyusul kemelut pemilihan ketua umum PSSI yang hingga saat ini belum tuntas.

"Siapa pun yang saat ini menyatakan siap menjadi calon ketua umum PSSI akan mendapat cukup banyak. Ini dimanfaatkan menjadi panggung politik," kata Pramono Anung menjawab pertanyaan pers di Gedung MPR/DPR/DPD RI di Jakarta, Selasa.

Menurut Pramono, kondisi ini terjadi karena kemelut yang muncul pada proses pemilihan ketua umum PSSI yang tidak tuntas.

Pemilihan ketua umum PSSI, menurut dia, adalah proses sederhana jika figur calon yang tampil memiliki keinginan murni untuk memajukan sepakbola di Tanah Air.

Namun mantan Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini menilai, pada kemelut tersebutr manuver politik yang lebih dominan dari kerja pemilihannya.

Pramono mengusulkan, sebaiknya calon ketua umum PSSI adalah figur yang gila bola, namun memiliki kompetensi manajerial dan memiliki waktu untuk memimpin PSSI.

Menurut dia, sangat disayangkan jika PSSI dipimpin oleh politisi yang tidak memiliki minat tinggi dipersepakbolaan dan tidak memiliki waktu banyak untuk mengelola cabang olah raga tersebut.

"Saya sendiri gila bola. Tapi saya mengukur baju saya. Saya menyadari bukan dunia saya dan saya tidak memiliki waktu banyak untuk mengelolanya," kata Pramono.

Pramono menambahkan, mudah-mudahan calon ketua umum PSSI memang memenuhi kriteria yang diharapkan

Bertdasarkan keputusan Federasi Sepakbola Internasional (FIFA), kongres PSSI akan dilaksanakan oleh Komite Normalisasi PSSI yang dipimpin Agum Gumelar, paling lambat pada 25 Mei 2011.

Hingga saat ini, ada sejumlah nama pada bursa calon ketua umum PSSI, antara lain, Menteri Penertiban Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi EE Mangindaan, Ketua Umum HIPMI Erwin Aksa, dan pengusaha Diza Rasyid Ali.
(*)

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2011