Jakarta (ANTARA) - Film "Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas" karya sutradara Edwin, merupakan adaptasi dari novel berjudul sama karya Eka Kurniawan.

Film yang berlatar di Jawa Barat pada akhir tahun 80-an dan awal 90-an ini berkisah tentang Ajo Kawir (Marthino Lio), seorang jagoan yang tak takut mati. Namun, ia memiliki sebuah rahasia besar, yaitu dia impoten.

Semua orang di kabupaten tempat tinggal Ajo Kawir tahu bahwa dia tidak bisa "tampil" secara seksual. Hal itu mendorong Ajo untuk tak takut bertarung terus-terusan untuk membuktikan dia cukup jantan untuk segalanya. Ia -- sang jagoan kampung yang terjebak dengan ekspektasinya sebagai laki-laki di dunia maskulin.

Ajo, seperti yang diketahui, adalah seorang preman sewaan murahan yang dikirim untuk membuat keributan besar berskala lokal. Dalam perjalanannya, ia bertemu dengan wanita tangguh bernama Iteung (Ladya Cheryl).

Baca juga: "Seperti Dendam" simbol bangkitnya perfilman di tengah pandemi

Saat keduanya bertarung dalam serangkaian pertempuran, mereka jatuh cinta. Ajo malu tentang hubungan mengingat kondisinya. Namun, seiring berjalannya waktu, Iteung pun menginginkan dia untuk menjadi suaminya.
"Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas" (2021). (ANTARA/Palari Films)


Iteung juga punya traumanya sendiri sebagai perempuan yang harus hidup di dunia yang maskulin. Iteung tumbuh untuk berani mengambil risiko dan keputusannya sendiri yang menjadikannya seorang tak kalah kuat.

Preman lain bernama Budi (Reza Rahadian) juga naksir Iteung dan berniat untuk menyabotase Ajo serta mempermalukannya dengan mendirikan bisnis penjualan minyak lintah dengan klaim menyembuhkan impotensi.

Hubungan tersebut lalu menjadi lebih rumit. Akankah Ajo menjalani kehidupan yang bahagia bersama Iteung dan, pada akhirnya, berdamai dengan dirinya?

Karena memiliki protagonis seorang preman, film banyak membawa elemen film aksi di dalamnya. Meski demikian, alih-alih menjadi sorotan utama dalam film, adegan bertarung yang dikemas dengan apik ini rasanya menjadi bumbu pelengkap dari premis utama dari film -- tentang maskulinitas yang toksik.

Baca juga: Pengalaman teater bantu Reza Rahardian dalami peran
"Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas" (2021). (ANTARA/Palari Films)


Impotensi -- mungkin bukan topik yang familiar untuk diangkat dalam sebuah film, pun dengan percakapan sehari-hari. "Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas" berhasil menghadirkan kritik terhadap budaya maskulin yang beracun, menekankan bahwa isu soal kejantanan ini rasanya masih relevan hingga kini, terlepas dari latarnya di tahun 80-90-an.

Penonton Indonesia juga akan menangkap sejumlah kritik terselubung, yang juga ditujukan dalam novelnya, termasuk tentang pandangan superior terkait machoisme yang mengemuka pada era 80-an.

Di sisi lain, penampilan Marthino Lio sebagai sang jagoan kampung yang impoten pun sangat mencuri perhatian. Bersama dengan naskah yang divisualkan dengan apik, mampu membawa penonton ikut mengeksplorasi trauma, perjalanan, dan perkembangan karakternya.

Pun dengan Ladya Cheryl, mampu membawa Iteung si jagoan kampung yang tangguh secara mempesona di layar lebar. Selain aksi yang tak kalah memukau dari para pemeran pria, Ladya mampu membawa sisi emosional yang membuat penonton terpesona, dan mengikuti kisah tokoh ini dari awal hingga akhir -- bahkan menuai diskusi dari sudut pandang penonton wanita tentang maskulinitas.

Baca juga: Djenar Maesa Ayu berharap film bisa jadi wadah "awareness" isu sosial

Baca juga: Edwin tentang alihwahana "Seperti Dendam" dan kolaborasi lintas negara

Baca juga: "Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas" tayang 2 Desember 2021

Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2021