Jakarta (ANTARA) - Patut diakui, sejauh ini, Pemerintah Indonesia terus berusaha melakukan berbagai upaya dan inovasi mencegah serta memberantas korupsi yang seolah menjadi kejahatan luar biasa tanpa ujung.

Selain pembentukan berbagai lembaga pemberantas korupsi, pemerintah pun berkomitmen menerapkan negara yang bersih dan bebas dari korupsi melalui konsep tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).

Dalam jurnal “Pelaksanaan Good Governance di Indonesia dalam Perspektif Yuridis dan Implementasi” karya Ahli Hukum Andi Hakim, komitmen good governance salah satunya diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.

Di dalamnya, dimuat bahwa reformasi birokrasi menjadi salah satu agenda utama untuk meningkatkan profesionalisme aparatur negara dan mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik.

Di samping itu, menurut Pakar Ilmu Pemerintahan Universitas Padjadjaran Novie Indrawati Sagita, ada perjalanan sejarah dari penerapan konsep good governance di Indonesia.

Ketika berada dalam masa kepemimpinan Presiden Soeharto, jelas Novie, dana pembangunan Indonesia diperoleh dari bantuan negara asing. Namun dalam praktik pemanfaatan bantuan itu, negara pemberi dana menemukan tidak adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Ketidaktepatan sasaran itu ternyata disebabkan alokasi anggaran yang tidak tepat, penyelenggaraan pemerintahan yang tidak melibatkan masyarakat, dan pemerintah yang korup.

Dalam menyikapi hal itu, United Nations Development Programme (UNDP) atau Badan Program Pembangunan PBB melahirkan konsep tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) yang dapat diterapkan oleh pemerintah Indonesia, khususnya dalam memberantas korupsi.

Baca juga: Pengamat sebut "good governance" parpol dapat perbaiki kualitas DPR

Konsep dasar dan spesifik “good governance”
Secara terminologi, menurut Novie, istilah governance berasal dari bahasa Prancis Kuno, yakni gouvernance yang berarti pengendalian. Istilah good berasal dari bahasa Inggris yang berarti baik. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa good governance merupakan keadaan yang berada dalam kondisi terkendali.

Kemudian, lanjut ia, konsep good governance secara luas memuat persoalan tata kelola yang baik. Konsep tersebut menentukan arah suatu organisasi untuk dikelola atau dikendalikan. Berdasarkan paparan terminologi itu, Novie mengatakan konsep good governance sebenarnya merupakan konsep generik yang bisa diterapkan di mana pun.

Akan tetapi dalam pemahaman spesifiknya di sektor pemerintahan, good governance berarti tata kelola pemerintahan yang baik.

UNDP selanjutnya juga merumuskan secara mendalam bahwa sistem tata kelola pemerintahan yang baik itu berwujud partisipasi. Artinya, semua anggota institusi kepemerintahan memiliki suara dalam mempengaruhi pembuatan keputusan. Partisipasi itu akan efektif apabila prosedur dan metode pembuatan keputusan bersifat transparan.

Selain itu, pemerintah juga diharuskan untuk melaksanakan fungsi-fungsinya secara efektif, termasuk bersikap responsif terhadap kebutuhan rakyat dan memberi lebih banyak peluang partisipasi dibandingkan mengontrol rakyatnya.

Di samping itu, UNDP menilai good governance yang baik mengacu pada rumusan peraturan perundang-undangan, implementasi kebijakan secara tepat, dan prosedur dalam memastikan sistem pemerintahan berjalan efektif, transparan, dan akuntabel.

Melalui komitmen penerapan tata kelola pemerintahan itu, ujar Novie, diharapkan angka terjadinya tindak pidana korupsi di Indonesia dapat ditekan.

Menurutnya, harapan itu muncul karena korupsi akan berkurang, bahkan dapat diberantas apabila sistem demokrasi telah baik. Salah satu upaya mewujudkan sistem demokrasi yang baik adalah melalui komitmen penerapan tata kelola pemerintahan yang baik pula.

Hal senada juga diungkapkan Pakar Hukum sekaligus Pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Bivitri Susanti. Menurutnya, korupsi tidak hanya terkait dengan pencegahan dan penindakannya, tetapi juga berkaitan dengan elemen lain dalam demokrasi, seperti kebebasan sipil dan kebebasan media.

Kedua pendapat itu tentunya semakin mempertegas bahwa konsep tata kelola pemerintahan yang baik berpotensi besar menanggulangi tindak pidana korupsi.

Baca juga: Mahfud minta aparat penegak hukum transparan dalam bekerja

Perkembangan penerapan “good governance”
Menurut Andi Hakim, sejauh ini, upaya pemerintah Indonesia dalam mewujudkan good governance bisa dikatakan progresif. Banyak aturan perundang-undangan dan aturan setara ataupun berada di bawah level undang-undang telah dibuat.

Di antaranya adalah Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010 – 2014. Peraturan itu memuat bahwa prioritas nasional I adalah reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan.

Ada pula Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2013 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Nonkementerian.

Pembuatan aturan-aturan tersebut bertujuan memberikan landasan formil bagi setiap kegiatan dan usaha perbaikan tata kelola pemerintahan yang ada. Artinya, lanjut Andi, dari perspektif regulasi (yuridis), pemerintah mendukung secara maksimal terlaksananya good governance.

Namun dari sisi pelayanan publik, tingkat korupsi, dan daya saing Indonesia sebagai tiga fokus utama implementasi good governance, ternyata, penerapan komitmen tata kelola pemerintahan yang baik itu belum efektif.

Penilaian tersebut didasarkan pada pelayanan publik yang belum membaik, daya saing Indonesia dengan negara lain yang masih rendah, dan masalah utama terkait tingginya tingkat korupsi.

Berdasarkan laporan Indonesia Corruption Watch (ICW), tingginya tingkat korupsi dapat dilihat dari kerugian yang dialami negara akibat kejahatan luar biasa itu, yaitu mencapai Rp26,83 triliun pada semester 1 tahun 2021. Jumlah tersebut meningkat 47,63 persen dibandingkan periode sebelumnya.

Lalu, ke mana arah kebijakan good governance yang tepat untuk memberantas korupsi?

Salah satu hal yang bisa dilakukan, menurut Andi Hakim, adalah pelaksanaan good governance yang berdasarkan strategi berbasis faktor kontekstual di Indonesia.

Berdasarkan fakta kontekstual bahwa korupsi semakin marak terjadi, pemerintah dapat membuat kebijakan pemberantasan korupsi yang dielaborasi ke dalam program-program pemerintahan dan disesuaikan dengan kemampuan mereka melaksanakan kebijakan tersebut.

Di sisi lain, Praktisi Hukum Donal Fariz mengatakan bahwa masyarakat yang apatis terhadap pentingnya pencegahan dan pemberantasan korupsi juga menjadi penyebab terjadinya korupsi di Indonesia.

Dengan demikian, kedua pendapat tersebut menunjukkan bahwa tata kelola pemerintahan yang baik untuk memberantas korupsi di Indonesia, dapat disempurnakan melalui kerja sama antara aparatur negara, dunia usaha, bahkan masyarakat. Tentunya, kerja sama tersebut sepatutnya dilakukan pula secara konsisten.

Baca juga: Lemhannas: Pemerintah bangun basis data cegah korupsi saat pandemi

Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021