Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Agus Martowardojo menginginkan bensin jenis premium dihapuskan karena menganggu beban subsidi pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Jadi keberadaan premium, bertahap tapi pasti, harus dihapus. Hapus artinya tidak diteruskan kedepan," ujarnya saat ditemui di Jakarta, Kamis.

Ia juga menginginkan sebagai bagian dari menjaga anggaran subsidi, bensin jenis pertamax tidak diberikan subsidi dan dijual sesuai tingkat keekonomisan pasar.

"Mohon jangan memberi subsidi pada pertamax. Karena pertamax itu harus mencerminkan pasar," ujarnya.

Menkeu mengharapkan muncul kesepakatan antara Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan Komisi VII DPR RI untuk menghapuskan BBM bersubsidi serta kepastian untuk menjaga anggaran negara.

Apalagi, premium pada 2011 berpotensi membebani anggaran subsidi serta volume BBM dalam APBN sebesar 38,6 juta kiloliter karena belum ada penetapan pembatasan BBM bersubsidi.

"Pertama (yang dihapus) subsidinya kemudian produknya kan oktannya juga kurang tinggi. Kalau saya sangat prihatin sama kuota itu yang 38,6 juta kiloliter. Kalau sampai ini lewat akan membebani anggaran kita," ujarnya.

Ia mengharapkan ada keputusan terkait hal ini dan memberi contoh situasi yang terjadi di China, yang secara berani dua kali melakukan penyesuaian harga minyak pada Februari dan April.

Menurut dia, penyesuaian tersebut perlu dilakukan untuk menumbuhkan prinsip kehati-hatian dan penghematan.

"Di China itu bulan Februari dia lakukan penyesuaian minyak. Bulan April dia lakukan lagi penyesuaian harga minyak. Kalau tidak (dilakukan) nanti tidak ada prinsip kehati-hatian dan penghematan," ujarnya.

Menkeu tidak menganggapi empat usulan kajian pembatasan BBM bersubsidi yang dilakukan tim independen, namun diharapkan ada keputusan yang segera diambil.

"Secara finansial, kita memang melihat itu sudah membahayakan, tapi saya mengharapkan ada kesepakatan dengan komisi VII mengenai penerapan (pembatasan BBM) ini," ujarnya.

(S034/B012)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011