Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Hilmar Farid mengatakan festival film menyajikan pengalaman kultural yang lebih luas, selain menjadi wadah merayakan keberagaman.
 
"Festival film di masa pandemi, bisa dibilang adalah berkah tersembunyi. Mereka (penyelenggara festival film), berhasil mendatangkan pembicara-pembicara internasional yang kalau seandainya (diadakan) luring, biayanya besar banget," kata Hilmar saat ditemui di Jakarta, dikutip Minggu.

Baca juga: Dirjen Kebudayaan: Warisan budaya di Pulau Banda harus diselamatkan
 
"Sekarang, orang-orang sudah mulai terbiasa webinar, berkegiatan secara online, sehingga dari segi komunikasi, tukar pikiran lintas negara dan budaya terjadi, sesuai dengan fungsi dari festival -- dimana kita ingin dengar pendapat, merasakan pengalaman kultural yang berbeda, dan memperlihatkan banyak hal yang sudut pandangnya banyak dan berbeda dengan di Indonesia ... Festival yang belakangan terjadi sangat banyak yang memperlihatkan keberagaman itu," imbuhnya.
 
Lebih lanjut, Hilmar menilai film-film yang dibawa di festival, mengangkat berbagai isu sosial yang bisa menjangkau banyak penonton, sehingga akhirnya terjadi sebuah diskusi yang luas, beragam, namun inklusif dan bernilai.
 
"Tren yang sekarang muncul adalah film yang mengangkat isu sosial, namun bisa sampai ke level personal (kepada audiens)," kata Hilmar.
 
Ia juga menilai, kini terjadi pergeseran lanskap di dunia yang kemudian mempermudah terjadinya silang budaya, yang ternyata pandemi menjadi motor bagi dorongan tersebut. Namun, Hilmar mengingatkan seluruh pelaku di ekosistem perfilman untuk terus siap untuk membuat perayaan keberagaman di festival film mendatang.
 
"Perubahan lanskap penting untuk dicatat. Masing-masing dari kita -- mulai dari pemerintah, pelaku perfilman baik di produksi dan distribusi, ada kesadaran bahwa kita tidak bisa berjalan sendiri. Kita semakin menyadari bahwa keseluruhan ekosistem ini adalah satu kesatuan, sudah tidak bisa basa-basi lagi bahwa kita harus kolaborasi dan lainnya, karena memang seharusnya begitu," kata Hilmar.
 
"Sekarang ini sudah tidak zaman film hanya masuk bioskop dan (mengejar) box office. Penonton sudah sangat spesifik sekarang. Sehingga, kita musti siap, ekosistemnya perlu sama-sama mengamati ini, berperan bersama, sehingga kita bisa naik sama-sama," ujarnya menambahkan.
 
Sementara itu, Madani International Film Festival (MIFF) 2021 telah selesai diselenggarakan secara hibrida pada Sabtu (4/12) malam. Film asal Maroko, "Casablanca Beats", menjadi film penutup Festival Film Madani kali ini.
 
Film yang bertemakan musik rap ini, merupakan film yang menjadi nominasi kompetisi utama Festival Film Internasional Cannes 2021.
 
Penyelenggaraan Madani tahun ini juga menayangkan 13 film dengan 7 tema diskusi yang berbeda menghadirkan narasumber internasional Hassan Abdul Muthalib (Malaysia), Amir Masoud Soheili (Iran), dan Dag Yngvesson (Malaysia) beserta narasumber Tanah Air lainnya yang ahli dan berpengalaman di bidangnya.


Baca juga: Hilmar: Gali nilai-nilai dari sejarah komunitas kecil di Indonesia

Baca juga: Pembuatan video ragam budaya PKN libatkan sutradara terkenal

Baca juga: Autentik, kunci cerita lokal bisa diterima penonton global

Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2021