Sydney (ANTARA) - Pasar saham Asia memulai pekan ini dengan suasana hati-hati pada perdagangan Senin pagi, karena Omicron muncul di lebih banyak negara dan investor menghadapi penantian selama seminggu untuk angka inflasi utama AS yang dapat menentukan arah suku bunga.

Laporan pekerjaan AS yang beragam tidak banyak menggoyahkan ekspektasi pasar tentang pengetatan yang lebih agresif oleh Federal Reserve, dan laporan harga konsumen yang akan dirilis pada Jumat (10/11) kemungkinan akan mendorong tapering lebih awal.

Omicron tetap menjadi perhatian karena variannya menyebar ke sekitar sepertiga negara bagian AS, meskipun ada laporan dari Afrika Selatan bahwa kasus di sana memiliki gejala ringan.

Awal perdagangan berlangsung lesu dengan indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang turun tipis 0,2 persen. Indeks Nikkei Jepang turun 0,7 persen, bahkan ketika pemerintah mempertimbangkan untuk menaikkan perkiraan pertumbuhan ekonominya terkait rekor paket stimulus 490 miliar dolar AS.

Wall Street bersiap untuk reli setelah penurunan Jumat lalu (3/12), dengan indeks berjangka S&P 500 menguat 0,4 persen dan indeks berjangka Nasdaq naik 0,1 persen.

Sementara data penggajian (payrolls) utama AS telah mengecewakan pada November, survei rumah tangga jauh lebih kuat dengan lompatan 1,1 juta dalam pekerjaan membawa pengangguran turun menjadi 4,2 persen.

"Kami pikir The Fed akan melihat ekonomi lebih dekat dengan pekerjaan penuh daripada yang diperkirakan sebelumnya," kata ekonom Barclays Michael Gapen.

"Oleh karena itu, kami memperkirakan tapering yang dipercepat pada pertemuan Desember, diikuti oleh kenaikan suku bunga pertama pada Maret. Kami terus memperkirakan tiga kenaikan 25 basis poin pada tahun 2022."

Pasar berjangka hampir sepenuhnya memperkirakan untuk kenaikan (suku bunga) menjadi 0,25 persen pada Mei dan 0,5 persen pada November.

Prospek hawkish adalah salah satu alasan kepala strategi investasi BofA Michael Hartnett bearish pada ekuitas untuk tahun 2022, memperkirakan "kejutan suku bunga" dan pengetatan kondisi keuangan.

Dia menyukai aset-aset riil, real estat, komoditas, volatilitas, uang tunai dan pasar negara berkembang, sementara obligasi, kredit, dan ekuitas dapat mengalami kesulitan.

Untuk saat ini, imbal hasil obligasi pemerintah jangka pendek didorong lebih tinggi tetapi yang lebih lama telah menguat karena investor bertaruh bahwa kenaikan (suku bunga) yang lebih awal akan berarti pertumbuhan ekonomi dan inflasi lebih lambat dari waktu ke waktu dan puncak yang lebih rendah untuk suku bunga Fed.

Imbal hasil obligasi pemerintah AS sepuluh tahun turun hampir 13 basis poin minggu lalu dan terakhir di 1,38 persen, menyusutkan selisih selama dua tahun ke yang terkecil tahun ini.

Kenaikan suku bunga jangka pendek telah membantu menopang dolar AS, terutama terhadap mata uang yang dipengaruhi pertumbuhan yang dipandang rentan terhadap penyebaran varian Omicron.

Dolar AS mencapai puncak 13-bulan terhadap dolar Australia dan Selandia Baru, tetapi indeksnya relatif stabil pada mata uang utama di 96,214.

Euro bertahan di 1,1303 dolar AS dan di atas level terendah baru-baru ini di 1,1184 dolar AS, sementara dolar melemah terhadap mata uang safe haven yen menjadi 112,94 yen.

Bitcoin kehilangan seperlima dari nilainya pada Sabtu (4/12) karena aksi ambil untung dan kekhawatiran ekonomi makro memicu penjualan senilai hampir satu miliar dolar di seluruh mata uang kripto.

Bitcoin bertahan di 49.436 dolar AS, setelah mencapai serendah 41.967 dolar AS selama akhir pekan.

Dalam komoditas, emas mendapat dukungan dari penurunan imbal hasil obligasi jangka panjang tetapi telah diperdagangkan menyamping selama beberapa bulan di kisaran 1.720/1.870 dolar AS. Senin pagi, stabil di 1.783 dolar AS per ounce.

Harga minyak jauh lebih fluktuatif karena kendala pasokan berperang dengan kekhawatiran tentang permintaan saat Omicron menyebar. Akhir-akhir ini harga turun dengan Brent dan minyak mentah AS jatuh selama enam minggu berturut-turut.

Pada Senin pasar mencoba bangkit dengan Brent naik 1,29 dolar AS menjadi 71,17 dolar AS per barel, sementara minyak mentah AS naik 1,30 dolar AS menjadi 67,56 dolar AS per barel.

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2021