"Harapannya UU Migas yang baru merupakan landasan hukum yang membuat sektor migas kompetitif. Ada berbagai permasalahan namun yang penting menjawab permasalahan di sektor migas," kata Eddy dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Hal itu dikatakannya dalam Focus Group Discussion "Masa Depan Industri Hulu Migas di Indonesia dalam menghadapi Transisi Energi" yang digelar Pandawa Nusantara di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa (7/12).
Baca juga: Revisi UU Migas harus segera tuntas, guna kepastian investasi hulu
Menurut dia, ada beberapa aspek permasalahan yang harus diselesaikan melalui revisi UU Migas tersebut. Dia menjelaskan, pertama, aspek politis, karena revisi UU Migas telah masuk ke DPR sejak 2008.
"Kedua adalah aspek yuridis, karena Mahkamah Konstitusi (MK) telah membatalkan beberapa pasal dalam UU Migas yang lama," ujarnya.
Eddy mengatakan, revisi UU Migas juga diharapkan dapat memperkuat dan membantu SKK Migas memenuhi target lifting migas 1 juta barel per hari pada 2030.
Menurut dia, saat ini SKK Migas merupakan badan ad hoc, sementara para pengembang ingin memiliki kepastian hukum yang bisa membuat mereka mengikat kontrak untuk eksploitasi migas.
Baca juga: Revisi UU Migas penting untuk optimalkan kemakmuran masyarakat
Selain itu dia mengatakan, UU Migas baru juga akan mempermudah perizinan bagi para investor yang akan berinvestasi di industri migas Indonesia.
"UU Migas yang ada saat ini membuat para investor tidak tertarik dan tidak mau berinvestasi karena perizinan yang masih rumit. Jadi tidak menarik sektor migas Indonesia dibandingkan dengan negara lain, tidak atraktif, jumlah izin bikin sakit kepala bagi investor yang ada di Indonesia," katanya.
Eddy memastikan DPR RI akan merevisi UU Migas pada Masa Sidang DPR RI berikutnya karena sudah diputuskan di Badan Musyawarah di DPR agar revisi UU Migas masuk Prolegnas 2022 dan mulai dibahas pada masa sidang mendatang.
Baca juga: Komisi VII DPR tegaskan pentingnya revisi UU Migas
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021