Kami juga punya cita-cita Pak Jokowi dapat ke sini lihat pertanian kami dan beli sapi di kelompok tani kami
Sangasanga, Kaltim (ANTARA) - Wajah Sutrimo, Ketua Kelompok Tani Setaria, di Sangasanga Kutai Kartanegera, Kalimantan Timur, mendadak pucat dan suaranya bergetar ketika diminta menjelaskan cara kerja alat bernama Damkar, akronim dari Destilasi Asap Sekam Bakar.

Pria 52 tahun ini nampak sedikit terbawa emosi saat bercerita mengenai alat berbentuk tabung besar dari besi baja tersebut. Hal itu bisa dimaklumi mengingat Damkar menjadi salah satu pencapaian Sutrimo bersama anggota kelompok taninya, setelah melewati perjuangan panjang tak kenal lelah untuk bangkit dari keterpurukan.

Sutrimo berkisah bahwa sejak dahulu, petani dan nelayan adalah mata pencaharian sebagian besar warga desanya di Sarijaya, Sangasanga. Kemudian, dengan maraknya kegiatan industri pertambangan batu bara, kebanyakan dari mereka meninggalkan pekerjaan nelayan dan petani untuk beralih menjadi pekerja tambang.

Namun, sejalan dengan karakteristik pertambangan fosil yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable) maka sumber daya batu bara yang bisa dimanfaatkan pun kian terbatas. Banyak warga yang kemudian berhenti bekerja dari perusahaan tambang batu bara.

Warga yang semula berprofesi petani kembali menggarap ladang atau lahan pekarangan rumah. Tetapi yang dulu nelayan seperti Sutrimo, tidak bisa lagi menangkap ikan karena perairan di daerahnya sudah banyak tercemar limbah pertambangan. Sutrimo dan beberapa rekannya memutuskan untuk mencoba peruntungan sebagai petani.

Ternyata, menjadi petani pun tantangan yang dihadapi tidak mudah. Perlu upaya ekstra untuk membuat lahan bekas tambang batu bara menjadi subur. Kendati demikian, Sutrimo tetap yakin sektor pertanian bisa menjadi penopang hidup mereka ke depan.

Ia pun berinisiatif mencari informasi mengenai pertanian ke berbagai pihak, mulai dari pemerintah desa hingga kabupaten. Sejumlah perusahaan yang beroperasi di kabupatennya juga disambangi.

Dari sekian banyak interaksi yang dilakukan, Sutrimo teringat penjelasan salah satu kepala dinas di Pemerintah Kabupaten Kutai Kertanegara mengenai pentingnya untuk belajar dan rajin mencari informasi tanpa batas melalui internet.

"Ilmu itu ternyata tidak jauh-jauh, ada di ujung jari. Tinggal disentuh-sentuh dengan jari bisa mendapatkan ilmu dan informasi apa pun," kata Sutrimo, Sabtu (4/12/2021), menirukan perkataan si pejabat.

Tanpa pikir panjang, Sutrimo segera melakukan apa yang disampaikan pejabat tersebut. Namun karena tidak memiliki handphone maupun akses internet di rumah, Sutrimo meminjam HP milik anaknya. "Saya selalu pinjam HP anak mulai jam 12 malam, sewaktu keluarga semua sudah tidur," ujarnya.

Sejak saat itu, mengakses kanal Youtube dan mesin pencari Google menjadi cara yang efektif bagi Sutrimo untuk menggali informasi dan pengetahuan mengenai pertanian. Sutrimo dan rekan-rekannya kemudian membentuk Kelompok Tani Setaria pada 2016. Saat itu, anggotanya baru sembilan orang. Kelompok Setaria aktif mengikuti berbagai bimbingan dan pelatihan mengenai pertanian termasuk yang diselenggarakan oleh pemda setempat. Ia juga mengajukan proposal kemitraan ke sejumlah perusahaan yang ada di Kutai Kartanegara.

Akhirnya, pada 2019, permintaan Sutrimo mendapat respons dari Pertamina EP Field Sangasanga, yang melihat adanya potensi pengembangan sektor pertanian di daerah ini. Pertamina lalu menyiapkan program pengembangan masyarakat (comdev) dengan nama program Tani Terpadu Sistem Inovasi Sosial Kelompok Setaria atau yang disingkat Tante Siska.

Baca juga: Inovasi Damkar petani binaan Sangasanga Field beri solusi lingkungan


Ramah lingkungan

Melalui Program Tante Siska Pertamina EP Field Sangasanga, dikembangkan pertanian terpadu dengan sistem ekonomi sirkular yang ramah lingkungan. Sistem ini diinisiasi dari anggota kelompok, terkait kebutuhan pengembangan yang mereka perlukan di sektor pertanian serta melibatkan pula stakeholder setempat untuk merumuskan skala prioritas dari kegiatan yang akan dilakukan.

Program memiliki skema produksi pertanian dimana di setiap tahapan pelaksanaannya saling terintegrasi satu sama lain. Adapun skema produksi ini terbagi dalam empat tahapan yakni peternakan, produksi pupuk, pertanian, dan pengembangan.

Sutrimo menjelaskan dari kegiatan peternakan sapi, kelompoknya lantas mengolah kotoran sapi menjadi pupuk organik yang selain diperjualkan, juga dimanfaatkan oleh kelompok di lahan pertaniannya sendiri.

Kelompok Setaria ini juga mengolah limbah sekam padi yang diperoleh dari lahan pertanian di sekitar daerah itu untuk diolah menjadi pupuk serta asap cair dengan alat destilasi Damkar. Pengembangan inovasi Damkar mulai dilakukan saat pandemi pada 2020.

Sutrimo mengaku ide alat Damkar untuk mengolah sekam menjadi pupuk organik berasal dari dirinya setelah dia mencari informasi di kanal Youtube dan Google. Sementara untuk desain dan biaya pembuatan Damkar senilai Rp18 juta, Sutrimo mendapat bantuan dari Pertamina EP Field Sangasanga.

Pertamina juga memberikan transfer pengetahuan dari pekerjanya kepada anggota Kelompok Setaria dalam memproses pembakaran sekam. Adanya Damkar sekaligus juga menghindari pembakaran sekam dengan cara manual yang tentunya menimbulkan pencemaran udara dan risiko kebakaran.

Melalui alat Damkar, Kelompok Setaria memproduksi asap cair dan sekam bakar tiap dua hari sekali. Alat Damkar ini diklaim baru pertama kali digunakan oleh kelompok tani di Sangasanga, bahkan di Kalimantan Timur ini, memiliki kapasitas sebanyak sembilan karung sekam dengan berat total 405 kilogram.

Untuk menghasilkan bahan campuran pupuk organik dan pupuk cair organik, Sutrimo membeli sekam atau sisa bekas padi dari petani. Sekam dimasukkan ke Damkar kemudian dilakukan proses pembakaran dan destilasi asap. Setelah melalui proses pembakaran, akan menghasilkan sekam bakar untuk menjadi campuran pupuk organik. Sementara asap cair menjadi campuran pupuk cair organik.

Pupuk organik tersebut selain untuk kepentingan kelompok tani juga dijual ke konsumen. Satu kantong pupuk organik dijual seharga Rp15 ribu. Sedangkan, pupuk cair dalam jerigen kecil dua kilogram dihargai Rp7 ribu. Kini, hasil cairan asap sekam ini pun dimanfaatkan oleh kelompok sebagai disinfektan untuk menghilangkan bau urine dari kandang sapi.

Kelompok Sutrimo juga menanam sereh wangi memanfaatkan lahan bekas tambang batu bara. Bibit tanaman sereh diperoleh dari salah satu perusahaan batu bara, setelah proposal untuk meminta bibit tanaman sereh disetujui.

Produksi sereh wangi lantas dimanfaatkan untuk bahan pembuatan minyak atsiri yang limbah batang sisa penyulingannya lantas digunakan sebagai pakan ternak sapi. Kelompok Setaria ini juga menanam ubi rambat yang bernilai ekonomis dan batang serta daunnya setelah panen dapat dijadikan bahan pakan ternak. Jadi, dalam semua kegiatan ini, tidak ada sisa yang terbuang atau zero waste.

Sementara di bidang pengembangan, jelas Sutrimo, selain minyak sereh, kelompoknya juga mengolah minyak hasil sulingan tanaman sereh menjadi hand sanitizer yang merupakan produk yang sangat populer di tengah pandemi saat ini. Sutrimo bersyukur produk olahan minyak aromaterapi sereh wangi buatan kelompoknya mendapat respons positif. Tidak sedikit pesanan yang datang dari konsumen, termasuk dari petani.

Gondo Irawan, Senior Manager Pertamina Zona 9 Field Sangasanga, mengatakan pihaknya menggandeng Kelompok Setaria menjadi mitra binaan melalui proses pemetaan sosial dan melihat langsung kesungguhan dan konsistensi calon mitra dalam menjalankan usaha.

Kelompok Setaria dinilainya sangat serius menjalankan usaha dan mempunyai keinginan kuat untuk melakukan transformasi pertanian menjadi ramah lingkungan.

Pada tahun pertama pelaksanaan program 2019, dilakukan tahap inisiasi dengan mitra binaan melalui benchmark penggemukan ternak, pembuatan kemasan pupuk dan penanaman sereh wangi. Setahun kemudian, tahun 2020, program pengembangan berupa pelatihan pengelolaan usaha pupuk organik dan tahun ini adalah pemantapan berupa pelatihan pemutakhiran hand sanitizer.

Semua program inovasi dibicarakan bersama antara Pertamina dan kelompok, termasuk program pembuatan kemasan pupuk, pengembangan inovasi Damkar, penanaman sereh wangi dan pembangunan rumah pembibitan.


Peningkatan ekonomi

Secara ekonomi, inovasi Tante Siska memberikan peningkatan pendapatan bagi Kelompok Setaria. Jika pada 2019 pendapatan baru Rp180 juta, hingga akhir Oktober 2021 pendapatan Sutrimo dan anggotanya dari usaha mencapai Rp328 juta, naik 82,2 persen. Dari sisi keanggotaan kelompok bertambah menjadi 16 orang dari sebelumnya 9 orang. Sedangkan, dari pemanfaatan limbah ternak meningkat 424,1 persen dari 5,4 ton pada 2019 menjadi 27,9 ton sepanjang Januari-Oktober 2021.

Untuk aspek lingkungan, hasil kajian IPB menyebutkan program telah mengurangi emisi CO2 dari hasil pembakaran sekam menggunakan alat Damkar sebanyak 7,76 ton CO2e per tahun.

Gondo juga bersyukur Program Tante Siska dapat direplikasikan kepada masyarakat. Hingga saat ini di level Kecamatan Sangasanga, ada lima kelompok yang menerima replikasi Program Tante Siska dari Kelompok Setaria. Yaitu Kelompok Tani Bangsal Wetan, Rukun Tani Sangasanga Dalam, Kelompok Wanita Tani Rosela, Kelompok Wanita Tani Pendingin, dan Kelompok Tani Makmur Lestari.

Di luar kecamatan, Kelompok Setaria juga mereplikasikan pengetahuan kepada Kelompok Wanita Tani (KWT) Margo Lestari Kecamatan Samboja pada awal Januari 2021 dan di level nasional melalui Webinar FTJS SKK Migas Kalimantan-Sulawesi pada 23 Oktober 2021.

Kegiatan transfer pengetahuan sejalan dengan prinsip yang dijalankan Sutrimo sejak dulu, yaitu ingin selalu berbagi ilmu dan berguna bagi lingkungan sekitar. Ia dan anggota kelompok Setaria mengaku senang bila ada warga atau kelompok tani datang ke lokasi Kelompok Setaria. Di kalangan kerabat dan teman, Sutrimo dikenal tidak pelit ilmu. Siapapun yang bertanya akan dilayani.

Sutrimo juga tidak lupa menyiapkan sejumlah kader anak muda setempat untuk menjadi "local hero" penerusnya. Salah satunya M Hasan dari divisi pengolahan pupuk, yang kerap jadi pemateri pelatihan hortikultura dan pengembangan tanaman obat keluarga atau toga.

Namun, Sutrimo mengaku masih punya mimpi lain yang ingin ia wujudkan dalam rangka menyambut penetapan ibu kota negara baru di daerahnya.

"Pertanian di sekitar ibu kota baru harus organik untuk kurangi emisi. Dan ini sesuai visi Presiden Jokowi di G20 kemarin. Kami juga punya cita-cita Pak Jokowi dapat ke sini lihat pertanian kami dan beli sapi di kelompok tani kami," harap Sutrimo.

Baca juga: Masuk semester II-2020, Pertamina EP catat peningkatan produksi migas
Baca juga: Lapangan tua Sangasanga hasilkan 7.331 barel per hari


Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2021