Kami cenderung melihat teknologi sedang masuk untuk memantau kesehatan mental dan kebahagiaan kami seperti halnya kesehatan fisik kami
Berlin (ANTARA) - Hanya 14 persen pekerja Eropa yang ingin kembali bekerja di kantor dari pukul 09.00 pagi hingga 05.00 sore, menurut sebuah survei yang dilakukan oleh Samsung Electronics dan konsultan The Future Laboratory.

Hasil survei itu menunjukkan bahwa lebih dari setengah responden mengatakan mereka menjadi lebih produktif saat bekerja dari rumah, yakni suatu kebiasaan yang meningkat pesat di tengah penguncian dan pembatasan akibat COVID-19.

Namun, bekerja secara hibrida -- campuran bekerja di rumah dan di kantor -- juga memiliki sisi negatifnya, dengan lebih dari seperempat responden merasa seperti mereka bekerja sepanjang waktu atau hingga larut malam, menurut survei tersebut.

Survei terhadap 14.000 orang di seluruh Eropa itu juga menunjukkan bahwa 83 persen pekerja mengharapkan lebih banyak dukungan dari atasan mereka untuk membantu menyeimbangkan pekerjaan dan kehidupan rumah mereka.

Baca juga: Penjualan Logitech meningkat berkat tren kerja dari rumah

Sekitar 12 persen pekerja di kawasan Uni Eropa biasanya bekerja dari rumah pada 2020, dan angka itu merupakan peningkatan dari sekitar 5 persen pada masa sebelum pandemi, menurut data dari Eurostat.

"Dengan presenteeism (bekerja saat sakit) sekarang menjadi konsep yang ketinggalan zaman, pengusaha perlu berpikir dengan hati-hati tentang bagaimana mereka memenuhi tuntutan kehidupan (bekerja) hibrida modern," kata wakil presiden Samsung Eropa Benjamin Braun dalam sebuah pernyataan.

Dua pertiga dari pekerja Eropa mengatakan mereka telah membuat - atau sedang merencanakan - perbaikan rumah untuk membuat kehidupan bekerja secara hibrida lebih mudah, misalnya dengan membuat ruang kantor di rumah. Sementara 41 persen telah memutuskan untuk pindah rumah.

Dalam survei yang dilakukan oleh Samsung itu, terdapat 51 persen responden mengatakan teknologi membantu mereka menetapkan batasan, misalnya, dengan menggunakan alarm seluler atau aplikasi manajemen waktu.

"Kami cenderung melihat teknologi sedang masuk untuk memantau kesehatan mental dan kebahagiaan kami seperti halnya kesehatan fisik kami, dan perangkat pintar menjadi alat pembantu kesejahteraan kami," kata kepala eksekutif Institut Penelitian Kebahagiaan Denmark Meik Wiking.

Institut tersebut berkolaborasi dengan Samsung untuk meneliti tentang masa depan dunia kerja.

Sumber: Reuters

Baca juga: Inggris setuju pekerja Korea Utara angkat kaki dari Uni Eropa
Baca juga: Pekerja transportasi Prancis lancarkan aksi mogok jelang Piala Eropa 2016

Penerjemah: Yuni Arisandy Sinaga
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2021