Jakarta (ANTARA) -
https://www.antaranews.com/berita/2574717/ojk-aturan-mvs-untuk-dorong-perusahaan-unicorn-akses-pasar-modal
Ilustrasi demokrasi (Foto berdikarionline.com)
Dugaan tentang demokrasi di Indonesia yang terpengaruh nilai-nilai kebaratan telah mengemuka dalam beberapa tahun terakhir, bahkan semakin banyak disuarakan oleh berbagai kalangan di saat indeks demokrasi Tanah Air menurun dari tahun ke tahun.

Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes mengatakan, dalam kasus Indonesia, data dari The Varieties of Democracy (V-Dem) sempat menunjukkan indeks demokrasi negeri ini mengalami tren membaik sejak reformasi hingga mencapai puncaknya di tahun 2006. Namun sayangnya, setelah tahun 2006 hingga sekarang, indeks tersebut justru mengalami penurunan.

Menurut Anggota Komisi III DPR RI M Nasir Djamil, ada dua hal utama yang menyebabkan indeks ataupun kualitas demokrasi di Indonesia menurun. Dua hal itu adalah kekecewaan rakyat terhadap pemerintah dan persoalan HAM yang tidak ditangani secara maksimal.

Menurut pengamatan tim What’s Viral sebagai perkumpulan individu berwawasan luas yang kerap berdiskusi, memancing ide-ide segar, dan menyatukan ahli dari berbagai disiplin ilmu dalam suatu ruang inklusif, demokrasi di Indonesia telah menjauhi nilai musyawarah dan mufakat.

Dengan kata lain, demokrasi Indonesia telah kehilangan kekhasannya yang bersandar pada semangat sila keempat Pancasila, yaitu "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan".

Menurut mereka, demokrasi di Tanah Air justru mulai terpengaruh nilai-nilai kebaratan yang bersifat liberal sehingga rentan menimbulkan konflik dan kesenjangan politik serta ekonomi. Demokrasi yang bebas ala Barat itu pun membuat seorang calon pemimpin diharuskan mengeluarkan biaya untuk melakukan kampanye dan menjadikan pesta demokrasi bersifat transaksional.

Hal senada dikemukakan oleh Jurnalis Senior Abdul Kohar. Menurutnya, Indonesia memiliki kecenderungan berkiblat pada demokrasi Barat, lebih tepatnya Amerika Serikat. Padahal, kata Abdul Kohar, demokrasi di Amerika Serikat itu telah dianggap gagal.

Baca juga: Ketua DPR berharap BDF perkuat demokrasi di tengah tantangan pandemi

Baca juga: Menlu RI serukan pentingnya nilai-nilai demokrasi dalam pemulihan


Kegagalan demokrasi di Amerika Serikat dapat dilihat melalui hasil riset Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA). Hasil riset mereka mengindikasikan demokrasi ala Barat, terutama Amerika Serikat telah mengalami kemunduran.

Hasil riset lain yang mendukung keterpurukan demokrasi di Amerika Serikat adalah survei Institute of Politics Harvard Kennedy School. Di dalamnya, dimuat bahwa sebanyak 52 persen kaum muda di Amerika Serikat memercayai bahwa demokrasi di dalam negerinya itu mengalami masalah, bahkan dapat dikatakan gagal dan rentan memicu konflik.

Namun sebenarnya, apa itu demokrasi Timur dan demokrasi Barat?

Memahami dan memilih
Menurut Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak, demokrasi Timur merupakan demokrasi yang mengandung nilai-nilai ketimuran, seperti bersifat konservatif dan melestarikan akar-akar kultural.

Definisi tersebut, lanjut Emil Dardak, dipertentangkan dengan demokrasi Barat yang memuat nilai-nilai kebaratan di dalamnya. Demokrasi Barat, kata dia, lebih identik dengan sifat liberal dan modernisasi yang meninggalkan akar-akar kultural.

Menanggapi dua kiblat demokrasi tersebut, Abdul Kohar menilai Indonesia sepatutnya memilih untuk menggali khazanah demokrasi Timur. Penilaiannya tersebut didasarkan pada konsep awal demokrasi yang dibangun oleh Bung Hatta.

Bung Hatta saat mengembangkan dan membawa konsep demokrasi ke Indonesia, jelas Abdul Kohar, didasarkan pada lokalitas atau nilai-nilai lokal. Lokalitas tersebut bersumber dari agama, sikap bergotong royong sebagai spirit sosial, dan prinsip kesejahteraan sosial yang ada di masyarakat, yakni musyawarah serta mufakat.

Pilihan yang sama juga diungkapkan oleh Emil Dardak. Menurutnya, Indonesia sepatutnya berkiblat pada demokrasi Timur. Indonesia, kata dia, perlu menyelisik kembali makna demokrasi khas Nusantara yang mengedepankan nilai-nilai ketimuran, seperti toleransi, gotong royong, sopan santun, serta tidak terpusat pada orang tunggal. Emil Dardak juga menyarankan demokrasi Indonesia untuk mengedepankan nilai-nilai Pancasila.

Sementara terkait demokrasi Barat, menurut dia, demokrasi yang bersifat liberal itu hanya akan menjauhkan Indonesia dari semangat yang dianut bangsa, yaitu kekeluargaan.

Ada pula perspektif yang memuat kesejarahan yang dipaparkan Nasir Djamil. Ia menjelaskan sebenarnya Indonesia memang telah mengalami "jatuh bangun" dalam mencari kiblat demokrasinya, dimulai dari demokrasi Parlementer (1949-1959), Terpimpin (1959-1965), Pancasila (1966-1998), dan demokrasi Pancasila Era Reformasi (1999-sekarang).

Dari pengamatannya terhadap masing-masing sistem demokrasi itu, Nasir Djamil menilai ada tiga hal yang perlu dikuatkan oleh Indonesia untuk meningkatkan kualitas demokrasi, mulai dari demokrasi itu sendiri melalui kebebasan media dan berpendapat, penegakan hukum untuk keadilan serta kemajuan, dan etika dengan mengedepankan rasa tanggung jawab.

Baca juga: Peneliti CSIS sebut daya tahan demokrasi di Indonesia relatif kuat

Ia juga menyarankan demokrasi di Indonesia untuk bersandar pada nilai-nilai Pancasila. Menurut Nasir Djamil, demokrasi yang berketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, merajut persatuan kesatuan, mengutamakan musyawarah-mufakat, serta menghadirkan keadilan dapat memberikan kebaikan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sementara itu, Pakar Politik dan Hubungan Internasional Hikmahanto Juwana mengingatkan agar demokrasi di Indonesia menyesuaikan konteks berbangsa dan bernegara.

Memanjangkan umur demokrasi di Indonesia
Demokrasi di Indonesia yang mengutamakan nilai-nilai Pancasila sudah sebaiknya dirawat dan dilindungi. Seperti yang dikatakan Arya Fernandes, sistem demokrasi di Indonesia bernilai penting karena memberikan kesempatan untuk memilih, dipilih, dan berkompetisi di dalam ranah politik.

Di samping itu, kata Arya, demokrasi pun dapat menghadirkan penyelenggaraan pemilu yang bebas dan adil, alternatif berbagai sumber informasi, dan kebijakan publik berdasarkan prefensi publik itu sendiri.

Melalui demokrasi pengambilan kebijakan oleh pemerintah pun menjadi lebih terbuka dan mengedepankan konsensus bersama.

Yang tidak kalah penting, adalah demokrasi itu mampu menyediakan mekanisme untuk memitigasi terjadinya konflik sosial yang rentan merusak keutuhan suatu negara, apalagi Indonesia sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan kebinekaan di dalamnya.

Dari seluruh pendapat yang dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa demokrasi Timur dengan muatan nilai-nilai Pancasila menjadi demokrasi ideal bagi Indonesia demi tercapainya berbagai kebaikan bagi seluruh rakyat.

Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021