Tunis (ANTARA News) - Polisi Tunisia menggunakan gas air mata Minggu untuk membubarkan protes anti-pemerintah pada hari keempat yang dilakukan puluhan pemuda.

Pemrotes menyerukan pengunduran diri pemerintah dan Perdana Menteri Beji Caid Sebsi dan menyuit pada polisi antihuru-hara yang berpakaian hitam di Tunis pusat.

Polisi menembakkan gas air mata untuk mendorong pemrotes menjauhi Jalan Raya Bourguiba, demikian Reuters melaporkan.

Tunisia berusaha memilihkan stabilitas sejak Presiden Zine al-Abidine Ben Ali digulingkan dari kekuasaan awal tahun ini dalam sebuah revolusi yang mengilhami pemberontakan di sejumlah negara Arab.

"Reaksi polisi terlalu ekstrim terhadap penduduk. Benar bahwa ada penjahat di antara pemrotes, namun reaksi itu masih terlalu kejam. Hari-hari Ben Ali telah kembali," kata Chaqib, seorang pegawai negeri yang tidak bersedia disebutkan nama keluarganya.

Ketegangan meningkat di Tunisia menjelang pemilihan umum Juli untuk menetapkan parlemen yang akan merancang sebuah konstitusi baru.

Sebuah kelompok moderat Islamis yang dilarang selama pemerintahan Ben Ali diperkirakan mencapai hasil bagus dalam pemilu itu, yang membuat galau banyak pihak di tatanan sekular negara itu.

Gelombang protes baru dalam beberapa hari ini merupakan peringatan dari seorang mantan menteri dalam negeri bahwa akan ada kudeta jika kelompok Islamis Ennahda menang dalam pemilu itu.

Pemrotes khawatir pemerintah sementara akan membatalkan komitmen mereka untuk memandu Tunisia ke arah demokrasi setelah pemerintahan otokratis di bawah Ben Ali.

Pihak berwenang, yang menolak isyarat akan ada kudeta, menanggapi protes dengan memberlakukan jam malam mulai Sabtu. Mereka menyatakan bahwa jam malam itu untuk menjamin keselamatan penduduk.

Di tengah protes yang membara, demonstran menjatuhkan kekuasaan Presiden Ben Ali pada Januari.

Ben Ali meninggalkan negaranya pertengahan Januari setelah berkuasa 23 tahun di tengah tuntutan yang meningkat agar ia mengundurkan diri meski ia telah menyatakan tidak akan mengupayakan perpanjangan masa jabatan setelah 2014. Ia dikabarkan berada di Arab Saudi.

Ia dan istrinya serta anggota-anggota lain keluarganya kini menjadi buronan dan Tunisia telah meminta bantuan Interpol untuk menangkap mereka. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011