Namun cara ulat bulu menjadi indah amat tak pantas diikuti. Mereka membunuh makhluk lain untuk menjadi indah"
Palu (ANTARA News) - Negara Islam Indonesia kini menjadi momok bagi masyarakat. Mereka takut menjadi korban selanjutnya, apalagi media marak memberitakannya seolah menjadi musuh nomor wahid di negeri ini.

NII yang mengharu biru Indonesia sejak 1950-an itu seolah bangkit lagi setelah orang yang mengaku menjadi korbannya ramai-ramai berbicara kepada media.

Pada umumnya mereka mengaku diajak bergabung dengan iming-iming menggiurkan, seperti mendapat istri cantik atau jaminan masuk surga setelah meninggal dunia.

Yang justru terjadi, mereka hanya dijadikan mesin ATM.  Uang mereka diambil dengan dalih membesarkan NII. Tapi, sulit membedakan mana korban, mana simpatisan NII.

Lantas apa kaitannya NII dengan ulat bulu?

NII dan ulat bulu sama-sama menjadi tema utama berita selama lebih satu bulan terakhir. Keduanya mengguncang Pulau Jawa.

Baik NII maupun ulat bulu meresahkan masyarakat.

NII dan ulat bulu sama-sama mencari mangsa yang lemah. NII menyerang orang-orang yang kesadaran batinnya lemah, sementara ulat menyerang pepohonan yang tak bisa berbuat apa selain menerima aniaya ulat.

Mereka mencengkram korbannya dengan kuat sehingga tak kuasa melepaskan diri. Bahkan keduanya mengirim satu pasukan yang terorganisir rapi untuk mengikat korbannya.

Korban bisa lepas dari cengkraman setelah sumber dayanya habis diserap. Korban NII biasanya akan linglung karena konon otaknya telah dicuci.

Demikian juga korban ulat bulu. Pohon yang digerogoti ulat bulu tidak bisa berbuah karena daun yang menjadi alat untuk menangkap matahari habis dilalap ribuan ulat.

Saat ini diperkirakan ada ratusan orang yang menjadi korban bujuk rayu NII, namun yang berani membeberkan kisahnya hanya segelintir orang. Jumlah pengikut NII di seluruh Indonesia sendiri diperkirakan 400 ribu orang.

Imam Supriyanto, mantan "menteri" NII menyatakan perjuangan NII sudah berakhir pada 1962 setelah meninggalnya Kartosoewiryo, tokoh sentral NII.

Kartosoewiryo menginginkan terbentuknya negara Islam di Indonesia, namun usahanya gagal setelah ditumpas TNI.

Kini NII sering dikaitkan dengan Pondok Pesantren Al Zaytun di Indramayu, Jawa Barat.

Al Zaytun dipimpin oleh Panji Gumilang yang diduga Abu Maarif, pemilik dana sebesar Rp46,2 miliar di Bank Century, bank yang dikenal karena sejumlah kasus yang menjeratnya.

Ketua Pengawas Kasus Bank Century di DPR RI, Priyo Budi Santoso lalu mendesak pemerintah dan penegak hukum mengusut dana milik Abu Maarif itu karena diduga kepunyaan jaringan NII.

Mungkin uang sebanyak itu akan digunakan membangun negara baru, seperti ulat bulu yang terus memburu daun-daun guna mencipta generasi-generasi baru mereka.

Mungkin kisah petualangan ulat bulu akan berakhir indah setelah bermetamorfosis menjadi kupu-kupu besayap warna-warni yang menggoda orang.

Namun cara ulat bulu menjadi indah amat tak pantas diikuti. Mereka membunuh makhluk lain untuk menjadi indah. Pohono-pohon rusak dibuatnya.

Membasmi ulat bulu sebenarnya mudah, dengan menyebarkan hewan tandingannya, bisa burung, bisa hewan pemakan ulat lainnya.

Demikian pula gerakan NII. Mereka bisa dilawan dengan meningkatkan ceramah agama atau pengajian yang menerangkan ajaran itu sesat dan menyimpang dari aqidah atau syariat.

Tak hanya NII, ajaran Ahmadiyah pun bisa ditangkal, jika gerakan maghrib mengaji seperti dicanangkan Menteri Agama Suryadharma Ali dilakukan intensif.

Suryadharma mengatakan masuknya aliran sesat adalah bentuk kegagalan masyarakat. Ternyata, masih banyak orang yang membutuhkan dakwah demi mengisi kekosongan jiwa dan pikirannyat.

Tapi, kekosongan itu dimanfaatkan oleh sebagian golongan untuk memasukan pikiran-pikiran menyesatkan.

Suryadharma berharap, dakwah-dakwah para para da`i menunjukkan ajaran yang benar tanpa menjelek-jelekan aliran tertentu.

"Tingkatkan kemampuan dakwah, dengan demikian tak ada celah masuknya ajaran sesat," kata Suryadharma.

Suryadharma mengimbau masyarakat untuk aktif menyelesaikan masalah kesesatan ajaran Islam itu.

Tapi NII juga bisa dihadapi dengan ketagasan dan kekuatan, seperti membakar ulat bulu sebelum mereka beregenerasi lebih jauh.

Negara punya kuasa, ketegasan, dan kekuatan untuk melakukan sesuatu yang dianggap benar demi menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Jangan sampai ulat bulu beranak pinak, lalu merasuki negeri tercinta ini.

Kepala Kepolisian RI Jendral Timur Pradopo sendiri telah mengingatkan anak buahnya di seluruh Nusantara untuk terus waspada demi menutup pergerakan NII yang kian meresahkan itu.

Selain itu, polisi bersama tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh pendidikan terus berkoordinasi menjaga masyarakat.

Pertanyaannya, apakah koordinasi itu benar-benar bisa memastikan tidak ada lagi korban NII?

Dari kemampuannya menggagalkan rencana peledakan bom di Jakarta beberapa waktu lalu dan kepiawaiannya mencucuk pelaku teror di mana pun mereka berada, maka tak ada alasan untuk meragukan kemampuan polisi menuntaskan persoalan NII ini.

Jika saat ini simpul akhir dari gerakan NII belum ditemukan, itu mungkin karena anak buah Timur Pradopo sedang mengumpulkan bukti yang bisa melumpuhkan NII. Semoga.


R026/H-KWR

Oleh R Maruto
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2011