Jakarta (ANTARA) - Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (Inkindo) meminta pemerintah untuk mengatur kembali penerapan sistem perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik atau "Online Single Submission" (OSS).

Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional (DPN) Inkindo, Peter Frans mengatakan, kebijakan OSS di lapangan belum bisa diterapkan. Bahkan keluhan serupa juga sudah banyak disampaikan asosiasi lain di luar Inkindo.

"Padahal peluncuran OSS itu sudah lama (sejak 9 Agustus 2021)," kata Peter Frans di Jakarta, Jumat.

Keluhan OSS ini juga disampaikan anggota dalam Munas Khusus Inkindo yang juga membahas AD/ ART organisasi.

Peter mengingatkan persoalan ini mendesak dituntaskan mengingat tanggal 31 Desember 2021 Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang berwenang meregister asosiasi di bidang jasa dan pelaksana konstruksi resmi berakhir.

Baca juga: Inkindo dirikan lembaga sertifikasi bagi konsultan

Dengan berakhirnya LPJK maka tugas dan kewenangan sertifikasi badan usaha konstruksi baik pelaksana (kontraktor) maupun konsultan diserahkan kepada asosiasi masing-masing.

Inkindo telah mendirikan PT Lembaga Sertifikasi Inkindo yang bertugas mengganti tugas, pokok dan fungsi (tupoksi) dari LPJK Kementerian PUPR namun tak bisa terealisasi karena kendala OSS tersebut.

OSS yang diluncurkan Kementerian Investasi dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) memang sangat inovatif kalau bisa terealisasi karena proses perizinan menjadi terintegrasi antara asosiasi, pemerintah dan sektor usaha.

"Saya rasa ini lebih kepada kesiapan saja. Sementara OSS ini belum siap perlu ada relaksasi kebijakan agar agar pelaksanaan pekerjaan di lapangan tidak terganggu," kata Peter.

Dia mengingatkan saat ini terdapat 350 badan usaha yang masih tertahan belum mengantongi sertifikat termasuk anggota Inkindo yang berjumlah 5.000. Kalau 2.000 saja baik lokal maupun asing yang butuh sertifikat badan usaha maka pekerjaan di lapangan tahun 2022 berpotensi terkendala.

Baca juga: Inkindo NTB minta Kementerian PUPR segera terbitkan regulasi SBU

Padahal banyak dari badan usaha konsultan anggota Inkindo yang sudah mengantongi pekerjaan konstruksi untuk anggaran tahun 2022 serta rata-rata pelaksanaannya mulai awal tahun

Persoalan lain adanya syarat permodalan padahal anggota Inkindo bukanlah perusahaan seperti perusahaan yang bergerak di bidang pelaksanaan pekerjaan (kontraktor) di dalam perusahaan hanya terdiri dari tenaga ahli beserta staf.

"Kami ini perusahaan yang menjual ide dan pemikiran saja (brain ware). Inkindo berharap ada fleksibilitas kebijakan di sini," kata Peter.

Tak hanya itu ada faktor lain yang juga harus diperhatikan, yakni keharusan untuk masuk ke zona perkantoran. Padahal anggota Inkindo di daerah sebagian besar menjalankan pekerjaannya dari rumah atau rumah merangkap sebagai kantor.

Kendala lain yang telah disampaikan kepada Kementerian PUPR terkait pengaturan "billing rate" untuk tenaga pendukung di lapangan seperti surveyor dan pengawas yang selama ini belum diatur sehingga masih terjadi "banting-bantingan" harga di kalangan konsultan saat tender.

Baca juga: 99 persen anggota Inkindo alami penurunan pendapatan

Sekjen Inkindo Darmadjaja mengakui masih adanya kendala dalam penerapan OSS di lapangan padahal sangat dibutuhkan berhubungan segera berakhirnya sertifikasi badan usaha pada akhir tahun 2021.

Kendala lain menyangkut soal domisili yang mengharuskan di zona perkantoran. Aturan ini banyak di keluhkan anggota terutama yang tinggal di daerah-daerah terpencil.

Darmadjaja mengingatkan tahun 2022 merupakan kebangkitan ekonomi yang sebelumnya mengalami tekanan akibat COVID-19 sehingga sudah sepatutnya segala kendala di lapangan dapat diperbaiki agar tak kehilangan momentum.

Terkait kendala di lapangan tersebut, Dharmadjaja mengatakan sudah bersurat baik kepada Kementerian PUPR mapun Kementerian Investasi agar segera ada tindak lanjut.
Baca juga: Ketua Inkindo: Realokasi anggaran pengaruhi pekerjaan konstruksi

Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2021